Blogger Tricks


0

Saat Sungai Siak menjadi Tong Sampah Raksasa, Mereka Menjadi Nelayan Pemulung Sampah

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011
Apapun yang terjadi, Sungai Siak tetap menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Itulah sebabnya, kini sejak merosotnya jumlah tangkapan ikan mereka, beberapa nelayan ditempat itu beralih profesi menjadi nelayan pemulung sampah.

Laporan Mashuri Kurniawan, Pekanbaru, mashurikurniawan@riaupos.com

    Selasa (15/2) pagi menjelang siang di Sungai Siak, Beberapa kilometer dari pelabuhan Sungai Duku, Kota Pekanbaru arah hulu Sungai Siak. Terlihat seorang kakek berkaos putih dan bercelana pendek warna gelap mendayung sampannya ke arah hulu. Di atas sampannya itu, tidak ada ikan. Yang terlihat hanya berbagai jenis sampah, termasuk di dalamnya ada helm bekas. Namun yang paling mendominasi adalah botol plastik dan gelas plastik air mineral.

    Kakek itu, belakang diketahu bernama Ahmad. Usianya cukup lanjut, menurut penuturannya, sudah 81 tahun. Ia dulunya seorang nelayan ikan, namun kini selain tetap menjadi nelayan ikan, dia juga menjadi nelayan penjaring sampah.




    ‘’Pagi tangkap ikan, siang cari sampah plastik. Ikan dah mulai habis,’’ ujarnya sembari menyebutkan hari itu tangkapan sampahnya sudah cukup. Lambung sampannya memang terlihat sudah penuh sesak dengan sampah. Sampah-sampah itu katanya, akan dijual ke penampung di dekat rumahnya.

Selasa itu, tak hanya Ahmad yang menjadi nelayan sampah. Tim Riau Pos For Us, juga bertemu dengan Surya (45) dan istrinya. Mereka ini juga nelayan penjaring sampah. Mereka mengaku telah melakoninya sejak tahun 2007 lalu. Pekerjaan itu, tambahnya, untuk menambah keperluan harian mereka.
‘’Apo kojo lai bang, ikan tak ado,’’ ujar Surya kepada tim sembari meneruskan aktivitasnya memunguti sampah. Sampah-sampah tersebut akan dijualnya. Perkilogramnya dihargai Rp2-3 ribu. Dalam sehari paling-paling dapat hanya 3kg-5kg. Tidak banyak memang, tetapi itulah penyambung kehidupan.

    Dari pantauan tim selama dua jam mengarungi Sungai Siak di wilayah Kota Pekanbaru, memang nelayan pencari sampah ini jumlahnya cukup banyak. Mungkin karena sampah di sungai ini memang juga sangat banyak. Tim melihat para pengambil sampah ini hanya memungut sampah-sampah bernilai jual. Khususnya sampah plastik dari kemasan air mineral. Sementara sampah lainnya dibiarkan memenuhi badan sungai.

Sementara itu, saat tim menelusuri lebih jauh tentang bagaimana kehidupan nelayan pencari ikan di Sungai Siak, terlihat masih cukup banyak yang mencari ikan di sungai yang dulu dikenal terdalam tersebut. Itu ditandai dengan masih banyaknya nelayan yang menjaring ikan di badan-badan sungai. Sungai Siak seperti dikapling-kapling oleh nelayan pemilik jaring.

    Menurut Nuradi (64) tahun, seorang nelayan yang tim temui di rumah terapungnya, ikan di Sungai Siak masih ada. Tapi jumlahnya tak sebanyak dulu. Terutama, sejak berapa tahun lalu Sungai Siak tercemar limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS).


    Menurutnya, saat itu ribuan ekor ikan dari berbagai jenis mati. Ikan mati mulai dari arah

hulu ke hilir kawasan Tapung, Kabupaten Kampar hingga Kota Pekanbaru. Berbagai jenis ikan seperti baung, patin, selais, tapah, patin, juaro dan udang mati terapung diatas permukaan sungai.

    ‘’Sejak ikan terkena limbah itu, sekarang sudah susah mencari ikan. Beda pada tahun 1980 an, ikan sangat senang mencarinya. Banyak nelayan yang menggantungkan hidup di Sungai Siak saat itu. Udang juga banyak sekali tahun 1980 an,’’ pria yang sudah 23 tahun menjadi nelayan ini.


    Ia juga menuturkan bahwa sejak kejadian itu, tak ada lagi dari mereka yang berani membangun kerambah di Sungai Siak. Karena khawatir sungai itu dicemari kembali. Jadi yang ada saat ini hanya menjaring ikan secara alami.


    Selain sejumlah ikan yang berkurang, Nuradi juga bercerita bawah kini banyak jenis ikan yang menghilang. Misalnya, Ikan Arwana.


    ‘’Di daerah Tapung, Kabupaten Kampar dulu (tahun 1980-an,red) ikan arwana sangat mudah dijumpai di Sungai Siak. Bahkan Ikan Arwana di tempat itu menjadi tempat indukan arwana,’’ ujar Nuradi.

***

    Sungai Siak masih dianggap sebagai tong sampah raksasa. Berbagai jenis sampah dan limbah di alirkan ke satu-satunya sungai yang hanya berada di Provinsi Riau ini. Kondisi itu, menjadi keprihatinan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pekanbaru Drs Adriman MSi dan Direktur Rona Lingkungan Universitas Riau T Ariful Amri. Mengingat sampah dan limbah tersebut menjadi penyebab pendangkalan sungai, banjir, mamatikan ikan dan biota sungai lainnya.


    “Kegiatan nelayan pemulung sampah di badan sungai cukup bagus untuk mengurangi mengurangi jumlah sampah. Namun itu tidak cukup. Mengingat sampah-sampah yang dipulung oleh nelayan pemulung hanyalah sampah pilihan. Sementara sampah lainnya tetap memenuhi badan sungai. Oleh karena itu, walaupun ada mereka, saya tetap menghimbau agar masyarakat tidak membuang sampah ke dalam sungai,” paparnya kepada Riau Pos.


    Menurutnya, jumlah sampah di Pekanbaru cukup besar. Sesuai dengan jumlah penduduknya yang juga terus bertambah dengan pesat. Setidaknya dengan penduduk  779.899 jiwa, produksi sampah setiap harinya 268 ton. Sampah-sampah itu ada yang masuk ke badan sungai secara langsung, maupun tidak langsung (karena di buang di badan air (parit), terus mengalir ke sungai.


    “Sebenarnya, pemerintah kota telah melakukan pemungutan sampah-sampah tersebut dengan memanfaatkan tenaga kebersihan, baik yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Pekerjaan Umum, maupun yang berada di kecamatan. Namun seberapa seringpun dibersihkan, kalau masyarakatnya terus membuang, ya tetap banyak juga jadinya masuk ke sungai,” ujarnya.


    Oleh karena itu, sat ini yang terpenting adalah kesadaran masyarakatnya. Sementara itu, Direktur Rona Lingkungan, T Ariful menyatakan memang kehidupan habitat ikan di sungai itu terganggu karena limbah. Limbah rumah tangga dan pabrik menyebabkan banyak ikan punah. Termasuk Ikan Arwana yang dahulu menggantungkan hidup didalam Sungai Siak.


    ’Biodata Ikan Arwana sulit ditemukan. Ikan jenis lain juga sangat sulit sekarang. Ini karena pencemaran ekosistim yang terjadi disepanjang Sungai Siak. Kondisi ini harus segera diatasi bersama,’’ ujarnya.


    Untuk mengatasi persoalan pencemaran tersebut, menurut T Ariful, harus ada upaya merelokasi permukiman penduduk di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Siak. Tepian dengan lebar selebar 100 meter pada kiri dan kanan Sungai Siak dikosongkan.

    Kemudian, tepian ini diubah sebagai kawasan penyangga utama. Ariful mengingatkan, tekanan terberat yang dialami oleh Sungai Siak yakni limbah rumah tangga. Diperkirakan 60 persen limbah yang mencemari Sungai Siak berasal dari limbah rumah tangga.
    Dari hasil penelitian yang dilakukan tim Rona Lingkungan, tumpukan sampah plastik di badan sungai Siak terutama di areal pemukiman dan dermaga terus mengalami peningkatan. Tidak hanya di ruas pemukiman Kota Pekanbaru yang mengalami penumpukan sampah plastik.

    Dibeberapa lokasi yang padat pemukiman juga terjadi penumpukan sampah karena Sungai Siak yang panjangnya melalui empat kabupaten/kota yakni kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Siak dan Kota Pekanbaru. Pencemaran limbah padat yang terbesar terjadi di ruas Pekanbaru karena pemukiman di daerah ini padat. Ditambah pula sampah yang  dihanyutkan anak-anak sungai yang bermuara di Sungai Siak.

    ‘’Prilaku masyarakat sebetulnya dapat diubah jika saja ada kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pemerintah daerah mau membangun tempat pembuangan sampah di lingkungan padat penduduk yang berada di tepian sungai,’’ ungkapnya. Semoga ke depan Sungai Siak lebih bersih. Tidak menjadi tempat pemulungan sampah.(ndi)

0 komentar:

Posting Komentar