Blogger Tricks


0

Riau Miliki Pengolahan Air Gambut Terbesar di Indonesia

Riau Pos - For Us Senin, 09 Juli 2012

      BUKITBATU (RP)- APAG 60 atau Alat Pengolaan Air Gambut 60 yang dipasang di Tanjungleban, Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau merupakan alat pengolahan air gambut terbesar di Indonesia. Itu dikemukakan oleh Ignasius D A Sutapa, Sekretaris Eksekutif Pusat Ekohidrologi Asia Pasifik yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rabu (4/7) siang saat mengunjungi APAG 60 di Tanjungleban. Turut hadir bersama Ignasius humas Asia Pulp and Paper (APP) Redita Soumi dan humas Arara Abadi Nurul Huda yang menjadi mitra kerja sama LIPI dalam penyediaan APAG 60.

      Ignasius menjelaskan, APAG 60 mampu mengolah air gambut menjadi air bersih 60 liter per menit atau 3,6 kubik per jam. Alat serupa sebelumnya juga dibuat di Kalimantan Tengah, hanya ukurannya lebih kecil.
“Jadi di Indonesia ini alat pengolahan air gambut terbesar. Ini bisa untuk memenuhi kebutuhan 100 KK masyarakat,” ujar doktor tamatan Prancis ini.

      Kerja sama untuk membuat pengolahan air gambut itu, tambahnya, sudah dilakukan sejak Mei 2011 lalu. Itu merupakan komitmen kerja sama antara LIPI, MAB Unesco dan APP sebagai komite nasional dalam penyediaan air bersih di kawasan transisi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB).

    “Sejak tanggal 3 sampai 8 Juli nanti, kami melakukan sosialisasi dan pelatihan pengoperasian APAG bagi masyarakat setempat yang akan menjadi operator. Sampai bulan depan akan terus dilakukan monitoring. Baru Agustus nanti alat ini diresmikan dan diserahterimakan,” ujar Ignasius.

     Sekretaris Desa Tanjungleban Umar mengungkapkan masyarakatnya sangat senang dengan adanya APAG 60 di desa mereka. “Ini seperti pucuk dicinta, ulampun tiba,” ujarnya Rabu (3/7) di kantor desa.
Masyarakat Tanjungleban memang kekurangan air bersih. Pasalnya daerah ini, sama seperti kawasan lain di Riau yang bergambut, air sungai ataupun sumurnya berasa asam dan mengandung banyak bahan organik. Selama ini mereka hanya mengandalkan air hujan dan sebagian terpaksa menggunakan air gambut yang berbahaya untuk dikonsumsi.

    “Kami baru tahu, kalau penggunaan air gambut itu berbahaya. Kami senang ada APAG 60 hasil kerja sama LIPI dan APP. Perusahaan sudah membantu memenuhi kebutuhan air bersih di desa kami,” ujarnya.
Menurut Ignasius, pemenuhan kebutuhan air bersih di Indonesia memang masih sangat kurang. Hanya berkisar 30 persen. Bahkan di daerah pedesaan hanya 10 persen. Terutama di daerah marginal seperti daerah gambut yang banyak  di Riau.(ndi)
0

Riau Pos Bike Community

Riau Pos - For Us Minggu, 01 Juli 2012
Kampanye Bersepeda Bersama

SEPERTI biasanya setiap Jumat terakhir setiap bulan, beberapa orang  melakukan kampanye bersepeda bersama-sama pada malam harinya. Demi menularkan virus bersepeda keseluruh umur, Jumat (29/6) kembali diadakan aksi gowes bersama. Acara yang digagas oleh Indonesia Fixied Gear  ataupun komunitas Fixie Street of Pekanbaru, atau yang terkenal dengan nama Fixstopnya.
Kampanye, bersepeda ini sendiri sebenarnya tidak hanya di Pekanbaru saja, tapi juga di kota-kota lain seluruh Indonesia. Hal ini dengan tujuan agar masyarakat mulai memikirkan memakai sepeda sebagai kendaraan pribadi mereka jika bisa,” terang salah satu orang yang ikut kampanye bersepeda bersama tersebut.
Acara ini sendiri juga telah dilakukan di 24 kota lainnya di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk Pekanbaru sendiri,  acara gowes bersama yang diikuti oleh 20-an pesepeda ini telah dilakukan sejak bulan Februari tahun 2012. Tepatnya pada malam hari. Hal ini dikarenakan agar semua kalangan bisa ikut bersepeda bersama jika dilakukan pada malam hari.
Rute yang ditempuh yakni dari jalan Diponegoro menuju Gajah Mada. Lanjut ke Ahmad Yani menuju Juanda. Setelah itu ke Sudirman menuju MTQ. (teguh-gsj/dac)
0

Riau Pos Bike Community

Riau Pos - For Us
Perbedaan Soft  dan Hard Tail
PADA umumnya berdasarkan suspensi pada sepeda, sepeda terbagi kedalam dua jenis. Soft Tail dan juga Hard Tail. Berfungsi untuk mengurangi getaran pada sepeda, suspensi sepeda menjadi suatu yang penting keberadaannya pada sepeda. Terutama pada jenis-jenis sepeda tertentu seperti Mountain Bike (MTB), Downhill, All Mountain, Dirth Jump serta X-country. Namun apakah Anda tahu sepeda apa yang Anda pakai? Sudahkah jenis sepeda Anda cocok dengan kegunaannya?
Untuk itu, Riau Pos Bike Community telah berbincang dengan salah seorang marketing di salah satu toko sepeda terbesar yang ada di Pekanbaru.
“Soft Tail merupakan sepeda yang memilik full suspensi, sementara Hard tail jenis sepeda yang hanya memiliki suspensi pada bagian depan sepeda,” terang Ditha Rahma Febriyani kepada Riau Pos Bike Community.
Lebih lanjut, wanita kelahiran 20 tahun silam ini mengatakan, di Riau sendiri peminat yang memakai sepeda berjeniskan Hard Tail lebih banyak ketimbang Soft Tail. Hal ini dikarenakan sepeda jenis Hard Tail yang hanya memiliki suspensi dibagian depan saja. Sehingga tidak terlalu lelah ketika melakukan aktivitas gowes di jalan raya.
Berdasarkan fungsinya, sepeda berjeniskan Soft Tail berguna untuk menahan rasa sakit pada pinggang apabila sepeda melewati jalan berlobang. Sementara sepeda berjeniskan Hard Tail lebih diperkhususkan untuk goweser di jalan raya.
Pada sepeda berjeniskan Hard Tail suspensi hanya berada dibagian depan sepeda saja. Hal ini berfungsi untuk mengurangi getaran pada bagian dada pengguna sepeda.
“Apabila kita memakai sepeda berjeniskan Soft Tail dijalan raya, yang ada kita akan lebih cepat capek karena suspensi yang banyak ketimbang sepeda berjeniskan Hard Tail,” tambah Ditha Rahma Febriyani sebelum berpisah dengan kru Riau Pos Bike Community. (teguh-gsj/dac)
0

Riau Pos Bike Community

Riau Pos - For Us
Dispenda Bike to Work
Tularkan Semangat  Bersepeda

“DEMAM bersepeda ke kantor kini makin menjadi virus yang sangat sulit untuk ditolak orang-orang yang bekerja di kantoran” paling tidak itulah yang dikatakan oleh hampir sebagian seluruh anggota Dispenda Bike to Work. sebuah komunitas sepeda yang ada di dalam kantor Dinas Pendapatan Provinsi Riau di jalan Sudirman nomor 6 Simpang Tiga Pekanbaru.
“Terbentuk pada tanggal 22 Maret 2012 silam, kini Dispenda Bike to Work  telah beranggotakan 11 orang.  Awalnya sih  tiga orang saja yang memakai sepeda ke kantor. Azuar, Tukiran dan Gigih Prasetyo, merekalah pioner terbentuknya komunitas ini,” terang Azuar yang bekerja sebagai Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Pendapatan Provinsi Riau.
Komunitas  sepeda yang salah satu diantara anggotanya ini terdapat seorang wanita, biasanya melakukan gowes sekali dalam seminggu. Kamis menjadi hari wajib bagi mereka untuk bersepeda bersama-sama, baik ke kantor maupun pulang dari kantor.
Bertujuan ingin menyebarkan virus bersepeda diantara pegawai, Dispenda Bike to Work sendiri tidak terlalu mewajibkan anggotanya untuk bersepeda ke kantor. Apalagi jika salah satu anggotanya tinggal cukup jauh dari rumahnya. Akan tetapi, saat gowes sore harinya barulah mereka bersama-sama dari kantor. Hal ini dikarenakan sebagian anggota yang rumahnya jauh telah meninggalkan sepeda mereka sebelumnya di kantor.
“Pagi hari kami juga gowes bersam-sama, jalan Cut Nyakdien menjadi titik temu kami sebelum bersama-sama menuju kantor. Biasanya jam setegah tujuh kami berangkat dari Cut Nyak Dien,” jelas Azzuar yang juga memiliki 20 sepeda ontel di rumahnya ini.
Bersepeda bersama-sama lengkap  dengan helm dan juga sepatu, Dispenda Bike to Work memiliki keinginan untuk menularkan virus bersepeda ke pegawai-pegawai yang lainnya. Oleh karena itu, meskipun pada hari Kamis seluruh pegawai Dinas Pendapatan Provinsi Riau melaksanakan upacara wajib, anggota Dispenda Bike to Work tetap memilih untuk bersepeda ke kantor.
“Bersepeda pagi hari sangat membuat badan segar karena harus memacu waktu di cuaca yang cendrung tingkat polusinya masih sedikit,” ucap Gigih Prasetyo yang bekerja sebagai staf sub bagian umum dan kepegawaian di Dinas Pendapatan Provinsi Riau ini.
Lebih lanjut, Dispenda Bike to Work  yang saat ini telah memiliki baju komunitas ini berharap semoga semakin banyak saja orang-orang yang terkena virus bersepeda ke kantor. Tidak hanya di dalam Dinas Pendapatan Provinsi Riau saja, tapi juga di kantor-kantor yang lainnya. (teguh-gsj/dac)
0

Save The Earth

Riau Pos - For Us
Memelihara Lingkungan Semenjak Usia Remaja

Lingkungan hidup merupakan tiang penyangga dan penyeimbang dunia untuk kestabilan. Di Negeri ini, lingkungan sudah banyak yang rusak karena minimnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan dan mencintai lingkungan sehingga berdampak buruk terhadap masyarakat.
Dampaknya dapat dilihat dengan banyaknya bencana alam yang terjadi di dalam negeri. Dampak ini hendaknya menjadi pemikiran masyarakat untuk mencari akar permasalahannya dan segera melakukan bentuk antisipasi.
Di dalam masyarakat bentuk antisipasi sudah seharusnya ditanamkan dan diajari sejak dini yaitu dalam melestarikan dan menjaga lingkungan sehingga saat besar nanti akan semakin tumbuh kesadarannya untuk  me¬lestarikan dan menjaga alam .
Kenyataannya sekarang banyak orang tidak mendapatkan atau melewatkan pengajaran masa dininya tentang bagaimana melestarikan dan menjaga lingkungan sehingga pada saat mereka telah besar tidak terlalu tahu bagaimana cara untuk melestarikan dan menjaga lingkungan. Mereka yang baru menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan akan mempelajari dan mencari tahu tentang bagaimana menjaga lingkungan.
Biasanya pada saat itu umumnya berstatus remaja, meskipun banyak orang yang sadar sewaktu mereka tua. Mereka sadar setelah menerima dampak buruk dari ketidakpedulian mereka dahulu terhadap lingkungan. Mereka yang telah sadar kebanyakan hanya bisa menyesali yang sudah lewat, tidak ada sikap membantu untuk memperbaiki lingkungan yang rusak. Mereka kebanyakan hanya berpangkutangan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya dan memberikan harapan kepada generasi yang akan datang.
Di zaman sekarang ini remajalah yang paling banyak menyadari bahwa melestarikan dan menjaga lingkungan penting. Walaupun beberapa dari mereka lebih banyak yang tidak mau memelihara dan menjaga lingkungan.
Remaja adalah sosok orang yang memiliki usia masih tergolong sangat muda serta mempunyai masa depan yang masih panjang. Sebuah usia yang mengerti arti pentingnya menjaga lingkungan dan berpotensial dalam membangun dan menjaga lingkungan hidup yang kini semakin rusak .
Dengan usia yang masih muda tersebut, diharapkan dapat hidup dengan memberikan pembelajaran lebih kental lagi melalui pendidikan di lembaga sekolah maupun pendidikan non formal lainnya .
Sebenarnya penglibatan remaja dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup sangatlah ideal. Oleh karena itu perlu disadari dan menjadi catatan bersama bahwa penglibatan remaja dalam melestarikan alam sejak masa remaja sangatlah penting dan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan lingkungan, sekarang dan yang akan datang .
Agar remaja bisa terlibat aktif dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang baik, remaja harus dibekali secara cukup tentang pengetahuan, kesadaran dan keterampilan tentang bagaimana menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Bila ini dilakukan sejak dini, kita yakin masa depan lingkungan dan kondisi alam bisa lebih baik ke depan.
Untuk itu melalui kegiatan di sekolah-sekolah siswa perlu diajak untuk melakukan kegiatan penghijauan, perawatan terhadap pohon yang telah ditanam serta menjaga kebersihan lingkungan,  agar timbul kesadaran bagi mereka untuk melestarikan lingkungan hidup terutama pada tempat tinggal masing-masing.
Kiranya untuk dapat melaksanakan semua kegiatan dalam upaya pelestarian lingkungan itu ada tiga hal yang menjadi catatan untuk kita semua, yakni 3D - Dimulai dari yang kecil, Dimulai dari diri sendiri, Dimulai dari sekarang .
Catatan penting lainnya adalah tidak peduli sejak kapan seseorang menjaga lingkungan, baik sejak dini ataupun  saat masa remaja dan dewasa yang penting akan selalu menjaga lingkungan sampai nanti.***
0

Save The Earth

Riau Pos - For Us
Harus Pintar Gunakan Listrik

Kehidupan modern ini tidak akan terlepas dari yang namanya listrik dan alat-alat elektronik. Dan ini tentunya juga berhubungan dengan penggunaan listrik yang menjadi sumber energi dari barang-barang elektronik tersebut.
Namun, tetap saja kita harus memperhatikan penggunaan listriknya. Ada beberapa cara untuk menghemat penggunaan listrik tersebut, terutama dalam penggunaan di rumah tangga. Seperti menyesuaikan kebutuhan penggunaan listrik kita dengan daya listrik yang digunakan, misalnya rumah tangga kecil cukup menggunakan daya 459 VA saja.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah menyesuaikan kebutuhan kita dengan pilihan alat-alat elektronik yang kita gunakan. Misalkan, jika dirasa belum membutuhkan Air Conditioner (AC) dan masih cukup dengan kipas angin saja, tidak ada salahnya kita hanya memakai kipas angin saja, benar bukan?
 Kemudian hal lainnya yang juga penting adalah dalam berperilaku. Dalam menggunakan listrik kita juga harus memperhatikan perilaku kita. Dalam hal ini kita harus membentuk perilaku yang hemat listrik. Misalnya saja dengan menggunakan peralatan listrik yang diperlukan saja. Jadi jika siang hari kita tidak harus menyalakan lampu, cukup dengan menggunakan penerangan dari sinar matahari saja. Seterusnya bisa juga dengan menggunakan peralatan listrik secara bergantian atau bisa dengan mencabut berbagai colokan alat-alat listrik yang tidak dipergunakan. Ini yang biasanya lupa kita lakukan.
Selain itu kita juga harus pintar dalam memilih berbagai alat-alat elektronik. Pilihlah alat-alat elektronik yang menerapkan prinsip hemat energi. Tidak susah bukan, yang terpenting itu adalah niat yang tulus untuk “pintar dalam menggunakan listrik”. Maka, mari mulai dari diri sendiri dan sejak saat ini. Go Green!***
0

Save The Earth

Riau Pos - For Us

Aksi Nyata Menjaga Kebersihan

SEMUANYA harus dimulai. Tanpa memulai tidak pernah akan mendapatkan hasil apa-apa. Inilah yang dilakukan Tangkerang Labuai Kecamatan Bukit Raya. Kelurahan ini menjadi satu-satunya kelurahan di Kecamatan Bukit Raya yang sudah memiliki Bank Sampah.Camat Bukit Raya, Chairani SSTPMSi berkesempatan langsung meresmikan bank sampah yang dimiliki kelurahan ini, Kamis (28/6) kemarin.
Langkah itu sebagai aksi nyata yang dilakukan Kelurahan Tangkerang Labuai untuk peduli akan lingkungan dan kebersihannya. Kelurahan Tangkerang Labuai juga memiliki modal untuk memulai kepeduliannya dengan lingkungan sekitar. Karena kelurahan ini baru saja menerima penghargaan sebagai kelurahan yang meraih juara I perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tahun 2012 tingkat Kota Pekanbaru.
“Kelurahan Tangkerang Labuai menjadai kelurahan pertama yang memiliki bank sampah untuk pengolahan sampah-sampah organik dan anorganik yang dihasilkan masyarakat sekitar,” ungkap Camat Bukit Raya Chairani SSTP MSi disela-sela peresmian.
Bank sampah memiliki peran yang sangat penting. Keberadaan bank sampah ini sebagai bentuk kepedulian dan dukungan kecamatan terhadap kebersihan lingkungan Kota Pekanbaru.
Selain itu bisa membantu menyerap tenaga kerja dan ekonomi masyarakat. Karna sampah-sampah yang dikumpulkan pegawai maupun masyarakat terutama yang anorganik, seperti botol minuman mineral, plastik kemasaran berbagai produk dan sampah anorganik lainnya. Karena itu, akan didaur ulang menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis. Seperti dompet, tas dan beberapa produk kerajinan lainnya.
Ini dikelola oleh pengelola bank sampah bersama kader PKK dan masyarakat kelurahan. Bagi dirinya, apa yang dilakukan kelurahan Tangkerang Labuai adalah hal yang positif yang nantinya bisa diikuti kelurahan-kelurahan lainnya di Kecamatan Bukit Raya.
Bahkan mereka dibantu satu mesin jahit sebagai peralatan untuk menghasilkan kerajinan berekonomis dari sampah-sampah ini. Bersempena dengan peresmian bank sampah Kelurahan Tangkerang Labui yang disaksikan sekretaris kecamatan, lurah dan kalangan pegawai, pada saat yang sama diserahkan satu unit bantuan mesin jahit dari Kelurahan Tangkerang Labui ke labui sovenir, penyerahan buku tabungan pada pengelola bank sampah, Sarifah Hanum
Disisi lain, Lurah Tangkerang Labuai, Devrizon SSTP MSi program ini menurutnya bisa memotivasi masyarakat setempat untuk peduli dengan lingkungan dan menciptakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Apalagi kelurahan ini terpilih sebagai juara I tingkat Kota Pekanbaru.
“Masyarakat bisa datang langsung mengantarkan sampah-sampah organik dan anorganik yang mereka hasilkan ke bank sampah setiap hari kerja”, ujarnya.
Sampah-sampah anorganik akan jadi bahan baku kerajinan, dan sampah organik yang larut ke dalam tanah dimasukan ke lubang-lubang biopori yang sudah disiapkan disekitar halaman kelurahan. Fungsinya sebagai humus tanah. Sementara lubang biopori juga berfungsi sebagai pengontrol banjir.(dac)
0
Riau Pos - For Us
 Selamatkan Tanaman Langka


Terus berkurangnya luas kawasan hutan di Riau tak hanya berimbas pada ketidakseimbangan alam. Banyak populasi makhluk hidup menghilang, termasuk diantaranya pohon-pohon endemik yang keberadaannya semakin langka dan sulit ditemui. Para pekerja ini berperan  menyelalatkannya dari kepunahan.

Laporan BUDDY SYAFWAN, Pekanbaru

Pagi-pagi sekali, Mawardi, serta beberapa rekannya sudah berada di pusat pembenihan yang menjadi areal pembenihan tanaman dan nursery PT RAPP Estate Pelalawan. Sambil memindah dan mengontrol kondisi tanaman, dia mengisahkan bagaimana sulitnya mendapatkan bibit tanaman yang dipeliharanya dan memastikannya agar tetap hidup dalam masa pengawasan.
Namun, hal tersebut baru sebagian kecil dari persoalan nasib hidup tanaman yang ditangkar. Setelah siap ditanam kembali ke habitat aslinya, di lahan gambut, tanaman ini juga kembali akan berhadapan dengan fakta tak semua dari tanaman tersebut bisa bertahan hidup. ‘’Kadang, 50 persen saja masih bertahan hidup itu sudah lumayan. Begitulah sulitnya,’’ ungkap Mawardi, menemani Riau Pos saat berkunjung awal pekan lalu didampingi Binsar Sinaga dari Environment serta Muhammad Muttaqin Sazali dari Occupational Health and Savety RAPP.
Sebuah helm putih  serta seragam lapangan berwarna hijau plus sepatu boat sedikit menutupi keringat yang membasahi tubuhnya. Namun, dia tetap bersemangat menjelaskan tentang keinginannya untuk bisa mempertahankan populasi tanaman langka di lahan gambut. “Andai saja, dari 100 bibit tanaman yang ditangkarnya bisa hidup sebanyak 90 batang saja, itu sudah menjadi kebanggaan. Namun, hal tersebut sepertinya sulit terwujud dikarenakan proses alami yang harus dilalui oleh tanaman-tanaman tersebut”, ungkapnya.
‘’Dulu pernah kita coba untuk tidak memindahkan bibit-bibit ini dari hutan ke pusat nursery ini, namun tanaman dari berbagai jenis pohon langka itu tetap mati. Akhirnya kita berinisiatif dengan lebih memperhatikan kondisi tanaman tersebut agar tidak stres,’’ sebut dia.
Jenis tanaman langka seperti meranti, pulai, trembesi, kulim, ramin, rambutan hutan, rengas, ternyata termasuk jenis tanaman yang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perubahan situasi cuaca, tutupan, guncangan, termasuk sistem pengairan tak jarang menyebabkan tanaman ini sangat mudah mati.
Di habitat aslinya juga demikian. Karenanya, populasi tanaman ini juga terancam keberadaannya bila tak ada upaya penyelamatan.
Nursery tanaman langka milik PT RAPP di Estate Pelalawan ini didirikan tak sekedar untuk mengumpulkan populasi tanaman tersebut. Lebih jauh juga dijadikan media untuk kembang biak tanaman yang diharapkan nantinya akan bisa ditanami kembali di kawasan gambut sejenis yang populasi tanaman aslinya sudah berkurang. Tak jarang juga, di areal seluas sekitar 8 hektare tersebut digunakan oleh para pihak untuk penelitian, pemeliharaan sebelum tanam. Karenanya, ada ratusan ribu bibit tanaman bisa disaksikan bila berkunjung ke pusat pembibitan itu.
Seberapa sulit mendapatkan bibit-bibit tanaman langka tersebut? Jawabnya gampang-gampang sulit. Untuk jenis-jenis tanaman tertentu yang populasinya masih mudah didapatkan di alam terbuka, mungkin tidak terlalu sulit mendapatkan bibitnya untuk ditangkar kembali. Namununtuk jenis tertentu, seperti ramin yang berasal dari kawasan gambut asli Riau, Mawardi mengaku cukup sulit untuk mendapatkannya.
Pihak perusahaan memang menyediakan areal khusus untuk konservasi jenis tanaman langka yang diberi nama Kawasan Pelestarian Plasma Nuftah (KPPN) yang jaraknya berkisar 40 kilometer dari pusat pembibitan yang dikelola oleh Mawardi dan kawan-kawan. Dengan uasan yang berkisar 180 hektare, diakui dia, tidak mudah juga untuk bisa mendapatkan bibit yang perlu ditangkar.
‘’Untuk Ramin, sudah enam bulan lebih, kami tak pernah mendapatkan bibitnya. Selain populasinya terbatas, ternyata ramin juga sulit untuk berkembang, walau berada di dalam kawasan hutan. Sampai sekarang, kami baru menemukan populasi ramin terbesar di daerah Kepulauan Meranti. Cuma memang tidak dikembangkan di Pelalawan, karena akan ada pusat pembenihan tanaman langka di estate setempat,’’ jelas dia.   
Satu hal yang juga menjadi persoalan, dijelaskan Mawardi adalah, bahwa untuk tanaman langka, proses tumbuhnya kebanyakan tidak dilakukan melalui biji. Kebanyakan merupakan dalam bentuk tunas-tunas tanaman yang proses pengambilannya dilakukan berdasarkan perencanaan kerja. ‘’Bisa saja, minggu ini, kita mencari bibit-bibit balam atau bintangur, namun, minggu berikutnya bisa saja cempedak air, ketapang, medang dan berbagai jenis lainnya. Semua tergantung permintaan dan rencana kerja saja,’’ sebut Mawardi.

Berjam-jam di Hutan
Menjalankan tugas sebagai penangkar tanaman langka khas gambut sepintas terlihat biasa saja. Namun, menelusuri proses yang dilakukan Mawardi dan kawan-kawan, jelas ini bukan pekerjaan mudah.
Proses pencarian bibit yang dilakukan bersama 15 orang personelnya, langsung di dalam hutan memerlukan waktu berjam-jam dalam sehari. Seminggu bisa dua sampai tiga kali ke hutan. Hal tersebut juga yang menyebabkan akhirnya mereka sangat hapal dengan kondisi kawasan hutan yang dilalui.
‘’Kadang turun sendiri, tapi biasanya minimal dua orang supaya lebih aman,’’ imbuh  Mawardi. Kawasan hutan yang mereka masuki tentu saja bukan kawasan hutan yang lazim dilalui oleh awam. Walau tetap saja ada masyarakat umum yang masuk, namun, jumlahnya sangat sedikit sekali. Hutan yang mereka sebut sebagai kawasan Selempayan ini, juga memiliki risiko bila tak menguasai arealnya. ‘’Harimau masih ada, karena kawasan tersebut adalah perlintasannya, beruang, babi hutan, rusa, macan dahan, ular, juga masih sering melintas. Karenanya, biasanya kalau masuk hutan minimal berdua. Apalagi bila sampai berjam-jam dan jumlah bibit yang dicari banyak, pastinya itu bukan pekerjaan mudah,’’ timpal Binsar yang sempat menemani Riau Pos menelusuri kawasan konservasi plasma nuftah tersebut.
Selepas mengambil bibit di hutan, selanjutnya bibit yang diangkut sekaligus dengan tanah gambut aslinya dibawa ke nursery untuk diperhatikan pertumbuhannya. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk memperhatikan apakah tanaman yang dipindahkan tersebut mampu bertahan atau tidak. Di mulai dari routing area, tanaman dijaga kelembabannya, tutupan termasuk juga penyiraman.
Tanaman ini tidak diberikan pupuk layaknya tanaman yang ditangkar kebanyakan, karena, hal tersebut penting untuk tidak menyulitkan ketika dikembalikan lagi ke alam. ‘’Kalau dipupuk, kita khawatir, ketika kembali ke alam, tanaman tak bisa bertahan dan akhirnya mati. Dari proses ini, setidaknya ada 30-40 persen tanaman yang mati,’’ jelas Muttaqin.
Selanjutnya, setelah beberapa pekan, bibit tanaman yang bertahan hidup dipindahkan ke open area. Setelah melalui tahapan ini, biasanya, kondisi kelabilan tanaman mulai berkurang dan mulai bisa beradaptasi. ‘’Kalaupun ada yang mati, biasanya tak lebih dari 10 persen,’’imbuh Muttaqin.

Komitmen Pelestarian
Setidaknya ada 39 jenis tanaman langka khas hutan gambut Riau yang saat ini menjadi bagian dari tugas Mawardi dan kawan-kawan. Seperti arang-arang, balam, bintangur, cempedak air, durian, durian hutan, jangkang, kedondong, kelat, ketapang, knema, malutua, mangga-mangga, mangis, matoa, medang basah, medang bulu, medang telur, meranti, pasir-pasir, plajau, perupuk, pisang, pulai, rambutan, secang, tanjung, trembesi, tenggayun, mongeris, nasi, kantong semar, palam, jambu batu, belinjo dan beberapa lainnya.
Meski begitu, bukan berarti perusahaan yang bergerak di industri kehutanan ini bisa begitu saja menebang seluruh jenis tanaman. ‘’Kita tetap memilih tanaman, tidak semuanya ditebang, karena ada ketentuan dan rencana kerja. Untuk jenis-jenis kayu yang dilindungi, tidak kita tebang, seperti jenis pohon sialang, seperti bintangur, beringin, meranti, ramin, itu dijaga. Bahkan, rencananya akan dibuatkan bank data untuk memastikan keanekaragaman,’’papar Muttaqin.
Komitmen tersebut, dijelaskan dia adalah bagian dari komitmen untuk mempertahankan keberadaan plasma nuftah yang menjadi bagian dari mata rantai kehidupan di kawasan hutan gambut di Riau.***