Blogger Tricks


0

Di Mana Tampui dan Mentega?

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011
Cobalah cari tampui, mentega, gaharu, pulasan dan berangan?Pastilah itu bukan hal mudah. Jangankan tuk mengenalinya dan menemukannya, mendengar namanya saja mungkin masih ada yang asing. Seperti apa sosok tanaman yang kini tergolong langka itu? 

Laporan Mashuri Kurniawan, Pekanbaru
mashurikurniawan@riaupos.co.id
 

Riau adalah pemilik hutan tropis dataran rendah. Menyimpan begitu banyak keanekaragaman hayati. Menjadi rumah bagi pohon-pohon hutan yang endemik. Namun kejayaan itu kini berlahan pudar. Tanaman itu kini banyak yang langka.
Untung saja, ada upaya untuk melestarikan tanaman-tanaman langka tersebut. Misalnya yang dilakukan oleh Universitas Islam Riau (UIR) lewat kebun bibitnya dan penuturan Dekan Fakultas Pertanian UIR Ir Rosyadi MSi dan Sekretaris Jurusan  Agroteknologi Mardaleni SP MSc   kita diajak menapak tilas untuk mengenali kembali sejumlah tanaman langka tersbut.
‘’Tanaman langka seperti gaharu, mentega, tampui, dan berangan sudah kita lakukan pembibitannya. Hanya saja, jumlahnya tidak banyak.  Tanaman itu berada di perkebunan kita sekarang. Perawatan secara intensif kita lakukan, agar tanaman ini bisa berkembang dengan cepat,’’ jelasnya kepada Riau Pos akhir pekan lalu.
Dari penuturan Rosyadi, berbicara tentang tumbuhan langka tentulah secara garis besar harus diketahui tentang tumbuhan tersebut. Pada kesempatan itu Rosyadi secara garis besar memberikan informasi tentang tanaman langka yang sedang dikembangkan di UIR.
Rosyadi memaparkan, buah Mentega atau nama latinnya Diospyros blancoi merupakan salah satu jenis buah yang jarang atau  sukar untuk dijumpai hari ini. Kulit buah mempunyai bulu halus.
Pohon ini kayunya berkualitas baik, coklat kemerahan hingga hitam, bertekstur halus, kuat dan keras
Biasanya tumbuhan mentega hidup didalam hutan liar. Buah mentega berbentuk bulat gepeng, berbulu halus seperti beludru.
Keberadaan mentega memang belum begitu dikembangkan dengan baik masyarakat Riau. Dikarenakan banyak masyarakat yang belum mengetahui kegunaannya.
Padahal, kata Rosyadi, selain memberikan dampak hijau dan menyegarkan udara sekitar tempat tumbuhnya tanaman itu. Sekedar diketahui tanaman ini buahnya dipergunakan untuk membuat perlengkapan mak-up wanita.
Daging buah mentega berwarna keputihan, agak keras dan padat, serta kering. Rasanya manis, hampir menyerupai bau keju dan durian. Satu bii buah mentega berbiji 10 butir . Buah ini sambung Rosyadi, bisa dimakan buahnya atau dicampur untuk dijadikan rujak.
Sementara itu untuk Tampui, menurut dia, adalah sejenis buahan. Tampui termasuk dalam kerabat rambai dan mentega. Ketinggian tampui hingga 27 meter, beralur dalam hingga 5 meter. Tampui sekarang ini bisa ditemui di hutan daerah Kuantan Singingi, Rokan Hulu, Siak, Pelalawan, dan Rokan Hilir.
‘’Buah tampui sangat gurih dan manis. Sama seperti rambai. Tampui bisa tumbuh dimana saja. Tampui juga masuk dalam buah hutan,’’ ungkapnya.
   Buah tampui banyak yang tidak pernah menjumpainya dan memakannya. Karena, pohon tampui tidak banyak dibudidayakan. Masyarakat, tutur Rosyadi menilai tumbuhan ini tidak termasuk pohon buahan dan memiliki nilai ekonomi tinggi.  Tanaman ini banyak juga ditemukan di Malaysia. Terutama di Negeri Sembilan serta di Johor.
‘’Semenanjung  Melayu menyebut buah ini Tampoi. Nama ilmiahnya Sterculia subpeltata B1. Kita sedang kembangkannya di UIR,’’ cerita Rosyadi.
Gaharu sebagai komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada saat ini keberadaannya semakin langka dan sangat dicari. Perburuan gaharu yang intensif karena permintaan pasar yang sangat besar menyebabkan gaharu alam dari hutan belantara Indonesia tidak mudah ditemukan.  Sehingga pemerintah menurunkan kuota perdagangan gaharu alam untuk mengerem laju kepunahannya. 
Demikian juga secara internasional terdapat kesepakatan untuk memasukkan beberapa spesies tanaman penghasil gaharu menjadi tanaman yang dilindungi.
Sekretaris Jurusan Agroteknologi, Mardaleni  menyebutkan,  gaharu alam di Indonesia bisa ditemukan di hutan seperti di Papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Maluku. Gaharu pada dasarnya mengetahui karakteristik tegakan gaharu yang menghasilkan gubal gaharu.  Akan tetapi masa kajayaan gaharu telah menyebabkan banyak orang yang tidak berkompeten juga mencari gaharu sehingga banyak pohon yang tidak menghasilkan gaharu juga ditebang sehingga keberadaannya semakin berkurang secara drastis.
Pemanfaatan gaharu yang paling banyak adalah dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan, cacahan, bubuk). Aroma wangi atau harum dengan cara membakar secara sederhana banyak dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah (seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yaman, Oman), sedangkan penggunaan yang lebih bervariasi banyak dilakukan di Cina, Korea, dan Jepang seperti bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan relijius.
Perkembangan teknologi kedokteran telah membuktikan secara klinis bahwa gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan.  Di Cina kuno, Gaharu digunakan sebagai obat sakit perur, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, ginjal, paru-paru, dan sebagainya.
 Di Eropa, gaharu diperuntukkan sebagai obat kanker.  Di India, gaharu juga dipakai sebagai obat tumor usus.  Disamping itu di beberapa negara seperti Singapura, Cina, Korea, Jepang, USA sudah menembangkan gaharu ini sebagai obat-obatan seperti penghilang stres, gangguan ginjal, sakit perus, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan limfa.
Dari literatur yang dipelajari Mardaleni , salah satu alternatif yang kemudian dikembangkan oleh banyak pihak adalah dengan membudidayakan tanaman gaharu. Seperti halnya yang telah dikembangkan secara besar-besaran di Vietnam demikian pula di Malaysia.  Pengembangan tanaman gaharu di Indonesia belumlah populer karena belum diketahui secara pasti nilai ekonomisnya.  Namun dengan gencarnya penelitian oleh berbagai pihak sehingga ditemukan metoda atau teknologi yang cukup menjanjikan dapat membantu tanaman memproduksi gubal gaharu.
Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan adalah jenis tanaman yang selama ini dikenal sebagai penghasil gaharu seperti Aquilaria. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, A. crassna, A. agallocha, A. baillonii, A. khasiana, A. grandiflora, A. borneensis, A. sinensis, Gonystylus bancanus, Gyrinops verstegii.
Di Riau, kata dia, tanaman gaharu banyak juga sudah dibudidayakan masyarakat. Terutama di Kabupaten Rokan Hulu, Kuantan Singingi.  Gaharu menurut dia, merupakan substansi berupa gumpalan berwarna coklat muda atau hitam yang terdapat diantara sel-sel kayu. Pohon gaharu sekarang ini tersebar di Papua, Malauku, Sulawesi, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.
Gaharu sangat diinginkan pasar dunia sekarang. Harganya sangat menggiurkan. Harga getah mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas gaharu. Untuk getah getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning dijual Rp5 juta per kilogram. ‘’Banyak yang sudah membudidayakannya di Riau. Tapi, sekarang masih sulit ditemukan,’’ ungkapnya.
Dari penuturan Mardaleni, gaharu sejak awal era modern tahun 2000-an telah menjadi komoditiperdagangan di Nusantara ke India, Persi, Jazirah Arab, serta Afrika Timur. ‘’Selain bisa berdampak pada perbaikan lingkungan asri, gaharu bisa memberikan keuntungan bagi yang menanamnya,’’ ujar Mardaleni .
Sementara untuk tumbuhan kepulasan, menurut dia rasanya sama dengan rambutan. Rasanya manis, kulitnya tebal. Biasanya tumbuh di hutan skunder dan lebat.
‘’Di Kuantan Singingi tumbuhan ini masih ada. Saya baru melakukan penelitian di daerah tersebut,’’ ujarnya.  Lina menjelaskan, pohonnya tinggi, batangnya bercabang, daunnya banyak. Yang pasti tanaman langka di Riau itu bisa memberikan keuntungan bagi mereka yang menanamnya. Cara menanam tanaman ini sangat mudah sekali bila dilakukan dengan serius dan tekun. Bisa memberikan rasa nyaman, asri dan baik bagi lingkungan. ***

0 komentar:

Posting Komentar