Blogger Tricks


0

Udara yang bersih

Riau Pos - For Us Minggu, 29 Januari 2012

   Lingkungan yang baik dan sehat itu adalah adanya udara yang bersih. Menurut saya, udara yang bersih tersebut merupakan gambaran kondisi lingkungan yang seimbang. Udara merupakan satu dari berbagai komponen bumi yang sangat berguna bagi makhluk hidup. Jika tidak ada udara, makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Namun, sekarang ini udara yang bersih sangat sulit dirasakan. Hal tersebut karena sumber oksigen seperti pohon sudah berkurang.    Apabila udara disekitar kita bersih, berarti kondisi lingkungannya seimbang dong. Dan apabila kondisi lingkunganya seimbang, otomatis lingkungan tersebut baik dan sehat. Maka dari itu teman-teman, yuk sama-sama kita menjaga kondisi lingkungan agar tetap seimbang. sehingga kita dapat bernafas dengan lega.***

 

Aprilia AnnisaSDN O12 Bukit Raya
0

Perubahan Iklim Panas Terik di Riau

Riau Pos - For Us

    Perubahan iklim, itulah isu yang akhir-akhir ini banyak berkembang. Memang panas di siang hari bisa seketika berganti dengan hujan, itulah fenomena yang terjadi sekarang ini. Bukan hanya itu saja, panas yang dirasakan pada siang hari itu juga lebih terik dan menyengat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tak hanya itu saja, dampak dari perubahan iklim ini seperti bencana alam banjir tentu sangat meresahkan masyarakat.
Menurut Philip Mustamu, Kepala Stasiun Meteorologi Pekanbaru ini merupakan bagian dari fenomena alam. Namun, di Riau perubahan iklim ini memang lebih terasa dikarenakan kondisi hutannya yang semakin memprihatinkan dari tahun ke tahun.
   “Jika dibandingkan dengan di pulau Jawa, perubahan iklim di Riau ini memang lebih terasa. Ini dikarenakan hutan di Riau yang dahulunya cukup luas berkurang dengan cepat,” ungkap Philip ketika ditemui Tim Riau Pos For Us di kantornya..
   Secara umum, Indonesia memiliki dua musim yaitu kemarau dan hujan. Jika curah hujan lebih kecil dari 50 mm per sepuluh hari dalam tiga dekade maka itu disebut memasuki musim kemarau.
    “Saat ini di Pekanbaru sedang memasuki musim kemarau. Namun, bukan berarti tidak ada hujan. Dan itu cukup normal,” ungkap Philip
    “Memang panas di siang hari sedikit lebih terik dan ini berhubungan dengan kelembapan yang tinggi. Dimana kelembapan ini juga dapat mempengaruhi temperatur pada siang hari tersebut,” tambahnya.
    “Untuk kelembapan tadi malam (23/12) sebesar 24 derajat celcius, dan itu cukup tinggi,” lanjutnya lagi.
    Sementara itu berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru ini, untuk tahun 2011 sendiri temperatur tertinggi itu terjadi pada bulan Mei, dengan suhu 35,8 derajat Celcius. Lalu, untuk temperatur terendahnya sebesar 19,9 pada bulan November.
    “Tahun kemarin memang permulaan hujan sedikit mundur dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dimulai pada bulan Oktober dengan puncak hujan pada bulan November dan Desember juga masih ada hujan,” tutur Warih Budi Lestari, prakirawan di BMKG.
    “Sementara biasanya masa transisi ke kemarau itu terjadi pada bulan April dan Mei, jadi kemaraunya berlangsung pada bulan Mei, Juni dan Juli baru kemudian hujan. Untuk tahun 2012 ini juga belum tentu akan seperti itu karena masa transisi itu juga tidak selalu tetap,” tambahnya lagi.
    Data temperatur untuk bulan Januari 2012 sendiri juga belum bisa dikeluarkan oleh BMKG karena harus menunggu hingga akhir bulan. Baru kemudian bisa dirata-ratakan temperatur maksimum dan minimum dalam sebulannya. Selain itu, menurut Warih biasanya data tersebut baru bisa dipublikasikan sekali setahun.
   Pemanasan global atau yang lebih dikenal dengan istilah global warming disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim tersebut. Pemanasan global ini terjadi berawal dari terbentuknya efek rumah kaca di bumi. Dimana panas matahari yang masuk ke bumi terkurung di dalam bumi dan tidak bisa keluar.
   “Gelombang pendek yang dihasilkan matahari di siang hari masuk ke dalam bumi. Dan seharusnya keluar lagi dari bumi pada malam hari dalam bentuk gelombang panjang. Namun yang terjadi sekarang gelombang panjang tersebut tidak bisa keluar akibat dari emisi karbon yang merusak lapisan ozon, sehingga terjadilah efek rumah kaca,” ungkap Philip.
   Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, Fadrizal Labay.
“Perubahan iklim itu terjadi dikarenakan oleh pemanasan atau global warming yang muncul karena adanya emisi gas rumah kaca, dimana emisi karbon terperangkap di bumi sehingga panas matahari hanya bisa masuk saja ke bumi tapi tidak bisa keluar lagi dari bumi,” ungkap Fadrizal Labay.
   “Dan ini terjadi dikarenakan oleh banyaknya emisi yang dihasilkan dari industrialisasi, kebakaran gambut serta kualitas dan kuantitas hutan kita yang semakin berkurang,”tambahnya.
   Lalu, untuk data kondisi hutan Riau sendiri berdasarkan keterangan dari Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) tutupan hutan alam Riau semakin berkurang dari tahun ke tahun.
“Untuk tahun 2011 lalu hutan alam Riau tinggal sekitar 2,48 juta hektare, berkurang sebanyak 86 ribu hektare dibandingkan tahun sebelumnya. Ini tentunya sangat jauh sekali berkurangnya,” tutur Muslim, koordinator Jikalahari.
   Selain itu pembakaran bahan bakar fosil atau dalam bentuk bahan bakar minyak yang biasa digunakan oleh kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyumbang emisi karbon untuk bumi ini. Pada dasarnya perubahan iklim yang terjadi sekarang ini disebabkan oleh pemanasan global yang disebabkan oleh terjadinya efek rumah kaca.
   “Saran saya, jika panas sedang terik sebaiknya kurangi aktivitas di luar rumah serta tetaplah menjaga lingkungan dan perbanyak menanam pohon,”saran Philip mengakhiri pembicaraannya. (afra-gsj)
0

Program Air Bersih Dilanjutkan ke Bukit Batu

Riau Pos - For Us


   Bukit Batu merupakan kawasan yang terdapat di zona inti Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) Riau. Dimana Bukit Batu tersebut akan menjadi objek dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk membantu pemerintah. Yaitu mengupayakan air bersih di kawasan gambut cagar biosfer dengan memasang alat IPAG60nya.
   Sebelumnya, kegiatan yang akan dilaksanakan Februari mendatang tersebut telah dirangkumkan dalam Workshop South-South Cooperation (SSC) Oktober lalu. Namun, sebelumnya rencana ini melewati masa percobaan di Desa Tanjung Leban. Dan barulah sekarang ini, kegiatan tersebut dilanjutkan ke Bukit Batu.
Salah seorang Chemical & Environmental Technology Scientist, LIPI, DR. Ignasius D.A. Sutapa, M.Sc menjelaskan, program untuk mengubah air gambut menjadi air bersih tersebut akan segera disinyalir kepada masyarakat. Agar masyarakat GSK-BB benar-benar memfungsikan alat tersebut untuk kebutuhan mereka.
Ia juga menambahkan, bahwa nantinya alat IPAG60 lah yang akan dipasang. Sebab, kapasitas alat tersebut lebih besar dari pada IPAG30 sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar pengolahan ait gambut menjadi air bersih sesuai dengan kapasitas masyarakat yang memakainya.
   IPAG60 merupakan terobosan baru yang dapat merubah air gambut menjadi air bersih yang layak konsumsi. Dengan adanya pemasangan IPAG60 tersebut, kebutuhan masyarakat akan air bersih akan terpenuhi. Demikian halnya juga, secara tidak langsung kegiatan tersebut akan menopang kesehatan masyarakat yang berada di cagar biosfer.
   Pria tamatan (S3) Teknik Kimia, Institut National Polytechnique Toulouse, Perancis tersebut menambahkan, bahwa alat tersebut akan dipasang di Bukit Batu. Selain kawasan tersebut strategis, Bukit Batu juga merupakan satu diantara jalur yang mudah diakses transportasi.
   Demikian itu, alat tersebut memang langsung dipasang dan diserahkan kepada masyarakat setempat. Namun,  tidak hanya di Bukit Batu, jika alat tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka LIPI akan memasang alat tersebut juga di titik-titik tertentu di cagar biosfer. Hal tersebut dilakukan, guna menjaga keseimbangan alam dan manusia tentunya dengan terjaganay kesehatan masyarakat dalam mengkonsumsi air bersih.(pia-GSJ/News)

0

Kulit Pisang Pengganti Tenaga Batu Batrai

Riau Pos - For Us

   UMUMNYA manusia memakan buah pisang kulitnya dibuang begitu saja. Padahal kulit pisang mengandung berbagai zat yang bermanfaat. Diantaranya vitamin C, B, Kalsium, Protein dan emak yang cukup baik.
Tidak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi, ternyata kulit pisang menyimpan tenaga listrik.
   Kandungan tenaga listrik yang ada pada kulit pisang bisa dimanfaatkan untuk menggantikan tenaga batu batrai. Yaitu dengan cara mengolah kulit pisang tersebut dengan zat-zat elektrokimia. Seperti elektroda-elektroda Cu dan Zn. Kemudian, setelah semua bahan tersebut dicampurkan. Lalu bahan tembaga dan seng dihubungkan dengan kabel lalu tutup dengan kayu gabus.
   Untuk percobaan yang paling mudah yaitu dengan menghubungkan jam digital atau alat hitung kalkulator dengan batu batrai kulit pisan tersebut. Dengan memanfaatkan kulit pisang yang dijadikan tenaga listrik/batterai, akan membantu dalam mengurangi limbah/sampah kulit pisang. (pia-gsj/new)
1

Rumbai Riders Fixie, Mengkayuh Untuk Lingkungan

Riau Pos - For Us

   Salah satu cara yang dapat kita lakukan apabila ingin mengurangi polusi adalah dengan bersepeda. Rumbai Rider Fixie merupakan salah satu club sepeda yang ada di Riau khususnya Pekanbaru yang bertekad untuk tetap menjaga lingkungan terbebas dari polusi.
   Rumbai Rider Fixie sendiri baru berdiri pada tannggal 17 September 2011 silam, yang pada mulanya hanya beranggotakan 10 orang yang mana Herry Marcyanda dan Admanedi merupakan dua orang pioner dari berdirinya klub sepeda fixie ini. Basecamp Rumbai Rider Fixie sendiri yakni di Rumbai itu sendiri, tepatnya disebuah bengkel di jalan paus.
   “Terbentuknya club sepeda ini sendiri yakni berawal dari sebuah ide untuk mencegah terjadinya polusi udara, hidup sehat, ramah lingkungan dan berolahraga dengan sepeda,” jelas Herry Marcyanda yang merupakan ketua dari Rumbai Riders Fixie ini.
   Dikomandoi oleh Herry Marcyanda yang menjabat sebagai pencetus juga sekaligus ketua Rumbai Rider, club ini dari awal terbentuknya hanya terdiri dari 10 anggota. Kini club sepeda yang bisa terbilang baru ini dari waktu ke waktu telah memiliki cukup banyak anggota. Perempuan laki-laki mulai dari yang tua hingga yang muda, berbagai golongan pekerjaan tanpa mengenal kasta semua ada di club ini membaur dalam kebersamaan.
   “Filosofi nama Rumbai Riders Fixie sendiri, berasal dari daerah asal kami yang rata-rata anggotanya semua berasal dari daerah rumbai. Selain itu dibalik nama rumbai terbesit satu pesan kami kalau kami ingin menjadikan lingkungan sekitar kami terutama rumbai terbebas dari polusi,” tambah Herry Marcyanda yang juga berprofesi sebagai guru lukis ini.
   Untuk menyampaikan pesan tersebut terkadang mereka juga melakukan kegiatan lain, seperti selalu hadir di Car Free Day setiap ahad paginya. Bahkan mereka sengaja mengkayuh sepeda mereka langsung dari rumbai menuju pusat kota, tepatnya depan Hotel Aryaduta tempat dimana mereka sering berkumpul.
“Mengkayuh dari rumbai lumayan capek, tapi seru karena selain sehat kita juga bisa mengurangi dampak dari polusi apabila kita menggunakan kendaraan bermotor,” ucap Agus Subekti atau yang biasa dipanggil Boim dengan tertawa, yang merupakan salah satu anggota dari Rumbai Riders Fixie.
   Membudayakan bersepeda seperti bike to school, bike to campus dan bike to work demi untuk mengurangi polusi terutama polusi yang ada di sekitar Ruang Terbuka Hijau (RTH), merupakan salah satu visi dan misi club sepeda yang juga memiliki kegiatan untuk selalu berkumpul tiap rabu malam di Purna MTQ ini.
Meskipiun sempat tersendat dalam mengembangkan club ini, kini dengan anggota yang ada Rumbai Rider Fixie berharap dapat mengubah pandangan orang-orang untuk ikut menjaga kebersihan udara sekitarnya atau terbebas dari polusi. Salah satunya dengan bersepeda. (teguh-gsj/new)
0

Bangkitkan Lagi Sepeda “3D” Lowrider !!!

Riau Pos - For Us

   Bersepeda merupakan salah cara yang dapat kita lakukan untuk menikmati udara yang segar. Selain dapat menikmati udara yang segar, tapi kita juga bisa menikmati sebuah seni dengan sepeda yang kita gunakan.
Seiring berjalannya waktu yang semakin modern, kebanyakan orang hanya mengetahui beberapa jenis sepeda tertentu saja. Seperti Ontel, MTB dan juga Fixie, tapi ada satu jenis sepeda lagi yang mungkin jarang kita temui yakni Lowrider. Di Rumbai tepatnya dijalan Paus, terdapat sebuah bengkel yang merupakan satu-satunya bengkel di Riau khususnya Pekanbaru yang hanya membuat serta mempopulerkan jenis sepeda Lowrider.
   “Tidak hanya ramah lingkungan dan terlihat gaul, kini dengan bersepeda kita juga bisa menikmati sebuah seni. Hal itu yang dirasakan apabila menaiki jenis sepeda tertentu seperti Lowrider, Cooper dan Cruiser,” terang Admanedi yang merupakan kepala mekanik bengkel tersebut.
Awal terbentuknya sepeda ini karena adanya ide untuk mencampurkan lingkungan dengan seni, maka terbentuklah sepeda jenis Lowrider beserta komunitasnya. Komunitas sepeda ini sendiri terbentuk di tahun 2007an.
   “Kesan seni sendiri dapat diperoleh dengan bentuk sepeda yang sengaja dibuat mirip seperti motor harley. Selain itu dengan jenis sepeda seperti ini kita juga bisa berkreasi, karena kita bisa membuat model standar, stang dan juga spion sesuai dengan selera kita sendiri,” tambah Admanedi atau yang biasa disebut Nedi.
Ia juga menambahkan, Lowrider bisa juga disebut sepeda 3D (3 Dimensi). Hal ini dikarenakan Lowrider merupakan perpaduan dari tiga jenis kendaraan. Seperti perpaduan antara sepeda pada framenya, motor dan juga mobil pada bannya.
   Awalnya pengguna sepeda jenis ini cuma terdiri dari 10 orang saja, yang mana dikomandoi oleh Herry Marcyanda juga sebagai pencetus adanya sepeda tersebut. Terdiri atas tujuh sepeda jenis cooper, dua sepeda jenis lowrider dan satu sepeda jenis cruisser, semua anggotanya merupakan anak muda. Terutama mereka-mereka yang juga memiliki jiwa seni dan menjaga lingkungan agar tetap terlihat asri dan bersih, yang membaur dalam semangat kebersamaan dan juga seni.
   Jenis sepeda ini cukup langkah penggunanya, sehingga sangat sulit untuk mempromosikannya kepada orang lain. Sekalipun telah mengikuti ivent2 terutama pameran yang ada di beberapa pusat perbelanjaan di Pekanbaru, tapi tetap saja sepeda jenis ini sedikit penggunanya. Hingga pada akhirnya tahun 2010an, komunitas orang-orang yang memakai sepeda jenis lowrider inipun satu per satu menghilang.
Alasannya sedikitnya orang yang menggunakan sepeda seperti ini diantaranya biaya pembuatan yang cukup mahal, karena sepeda jenis ini tidak ada dijual dipabrik-pabrik melainkan dibuat sendiri. Selain itu jenisnya yang memanjang kebelakang juga membuat jalannya sepeda ini tidaklah bisa cepat.
   “Padahal dengan menaiki Lowrider, orang-orang bisa lebih menikmati susasana sekitarnya dibandingkan apabila menaiki sepeda yang lain. Lowrider sendiri merupakan sepeda yang disetting untuk berjalan dengan santai,” jelas Herry Marcyanda yang juga merupakan salah satu guru lukis ini.
   Ia juga menambahkan untuk membuat satu sepeda lowwrider, terkadang ia beserta teman-temannya juga melakukan daur ulang limbah. Seperti memanfatkan limbah ban dan besi bekas dalam proses pengerjaan sepeda yang akan dibuat.
   Kini diawal tahun 2011, dengan makin banyaknya pengguna sepeda di Riau khususnya Pekanbaru, Herry Marcyanda dan Admanedi beserta beberapa temannya yang lain bertekad untuk kembali menghidupkan komunitas sepeda jenis Lowrider. Menjadikan jenis sepeda ini diketahui orang banyak dan juga digunakan oleh orang banyak seperti jenis sepeda yang lainnya. (teguh-gsj/new)
0

Beri Contoh Pada Teman

Riau Pos - For Us


   Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan populasi penduduk terbesar ke-empat di dunia setelah  Cina, India, dan Amerika Serikat. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang diperkirakan sekitar 1,49 persen per tahun, ini artinya setiap tahunnya Indonesia mengalami pertambahan jumlah penduduk sekitar  3,5 juta hingga 4 juta orang pertahunnya. Sungguh Angka yang tidak biasa.
   Bertambahnya penduduk secara signifikan ini tentu saja akan membawa beberapa dampak negatif bagi perkembangan negara ini, salah satunya adalah dampak lingkungan. Indonesia yang terkenal dengan hasil alamnya yang melimpah, pada suatu masa akan mempunyai masalah lingkungan karena gaya hidup masyarakatnya yang sedari awal tidak ditanamkan pada penerusnya untuk mencintai alam dan lingkungannya. Akibatnya, Indonesia nantinya akan menjadi negara yang dipenuhi oleh sampah dalam setiap jengkalnya.
   Banyak hal yang menyebabkan krisis lingkungan ini terjadi, antara lain adalah pertambahan penduduk yang semakin banyak, kerusakan lingkungan dimana-mana, serta pola hidup masyarakatnya yang tidak mencintai lingkungannya. Jika sebab-sebab ini tidak segera diminimalisir, diprediksi Indonesia akan mengalami krisis lingkungan yang berdampak bagi masyarakatnya.
   Kehancuran dan krisis lingkungan ini tentunya tak akan terjadi jika Indonesia punya disiplin dalam menjaga lingkungannya. Kedisiplinan ini adalah sumber dari segala permasalahan yang terjadi. Saat ini saja, sudah banyak kita lihat bagaimana alam menunjukkan kekuatannya karena telah lama kita mengabaikannya. Karena perubahan-perubahan yang sangat ekstrim itu, kita butuh sesuatu yang dapat mengembalikan semuanya. Menyeimbangkan alam agar bencana dapat dihindarkan. Meski butuh waktu yang lama, tapi kita harus melakukannya demi anak cucu kita.
   Namun, kita bisa memberikan contoh berperilaku “peduli lingkungan” kepada teman-teman kita misalnya saja dengan menggunakan air seperlunya. Kita tahu, air adalah sumber kehidupan yang makin hari makin berkurang sumbernya. Saat musim kemarau, banyak kita jumpai di beberapa wilayah di Indonesia yang dilanda kekeringan karena berkurangnya pasokan air. Karena itu, mari gunakan  air seperlunya saja.
Lalu bisa juga dengan tidak menggunakan kantong plastik. Tanpa kita sadari, kantong plastik yang sering kita gunakan, ternyata membawa dampak negatif bagi lingkungan. Jika plastik-plastik itu dibuang sembarangan, maka akan menghambat laju air dan membuat banjir. Bila dibakar, maka akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan, memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi. Jika dibuang sembarangan, maka membutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara sempurna. Selain itu, untuk memproduksi plastik, dibutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Menghancurkan alam demi sebuah kehancuran. Mengerikan, bukan?
   Bisa juga dengan menggunakan listrik seperlunya. Perubahan iklim adalah ancaman serius terhadap kehidupan. Salah satu cara mengurangi dampaknya adalah dengan perubahan gaya hidup sehari-hari. Harus ada contoh sederhana yang mudah dilakukan, yaitu matikan lampu dan alat elektronik yang sedang tidak dipakai. Terlihat sepele, tapi memberikan efek nyata bagi keberlangsungan kehidupan di bumi kita.
Caranya cukup mudah bukan, yang penting itu mulai dari diri sendiri. Jadi, dengan memberikan contoh, secara tidak langsung kita sudah mensupport dan mensukseskan ajakan untuk hidup lebih hijau untuk menghambat global warming. Berikanlah hadiah terindah untuk anak cucu kita. Mari kita lakukan perubahan dengan membiasakan mencintai lingkungan kita dengan cara tidak membuang sampah sembarangan. Yup, memang hal ini terlihat sangat klasik dan sederhana.***
0

Menanam dan Menuai Hasil

Riau Pos - For Us


   Menanam bukanlah sebuah aktifitas langka di negeri ini. Menanam merupakan sebuah tradisi yang telah diwariskan leluhur sejak lama. Oleh karenanya, menanam harus bisa melekat dengan aktifitas masyarakat sejak dini. Karena dengan menanam membuktikan kita peduli dengan masa depan bangsa dan peduli dengan lingkungan yang hijau, nyaman dan natural.
   Gerakan penghijauan yang dimulai tahun 2011 dengan menanam pohon sebanyak 1 milyar pohon merupakan program pro lingkungan dan pro masa depan yang diwariskan kepada anak cucu bangsa. Gerakan tersebut tidaklah program yang baru dimasyarakat. Hanya aktifitas masyarakat yang super sibuk dengan urusan ekonomi, politik dan sebagainya, seperti diingatkan kembali terhadap tradisi leluhur yaitu menanam.
   Tujuan menanam pohon sangat banyak sekali, diantaranya adalah, pertama, membantu sirkulasi udara yakni dengan menanam pohon sebanyak-banyaknya, produksi oksigen akan bertambah. Kedua adalah mempertahankan kondisi tanah agar tidak erosi dan abrasi. Dengan menanam pohon maka kualitas tanah akan semakin baik sehingga mampu mencegah banjir dan tanah longsor.
   Ketiga adalah menciptakan suasana nyaman karena banyak pohon maka akan tercipta suasana teduh dan terhindar langsung dari sinar ultraviolet yang bisa merusak kulit. Keempat adalah sebagai investasi masa depan. Bermacam-macam jenis pohon di Indonesia telah terbukti bermanfaat untuk kebutuhan manusia. Dengan mengurangi produksi hasil hutan sekarang dan justru meningkatkan investasi masa depan dengan menanam pohon maka kita telah membantu kebutuhan-kebutuhan anak cucu dimasa depan. 
   Menanam pohon dan tanaman yang kita inginkan dan sesuai dengan iklim dilingkungan tempat tinggal, bukanlah sebuah kegiatan yang sulit. Beberapa trik agar kita peduli terhadap lingkungan dan penghijauan dapat dilakukan sejak dini. Seperti, mulailah menanam di halaman rumah. Jika kita memiliki lahan yang cukup seperti dirumah dan dikantor, maka tidak ada salahnya untuk menanam berbagai tanaman yang berguna dan bermanfaat untuk kita. Anda yang menanam maka anda yang menuai hasilnya. Tanaman seperti buah-buahan, palawija dan sebagainya sangat cocok ditanam dihalaman depan rumah atau halaman belakang.
   Kemudian, membersihkan halaman rumah, membuang sampah pada tempatnya dan memotong dahan-dahan kering. Jangan lupa kita menimbun sampah-sampah plastik dan sampah yang dapat menimbulkan bintik nyamuk. Kebersihan mencerminkan hidup sehat dan pasti kita akan selalu hidup nyaman dengan kebersihan.  Selanjutnya, mengajak orang lain untuk hidup natural yakni dengan peduli terhadap kelangsungan lingkungan disekitar. Kebiasaan-kebiasaan seperti mematahkan ranting, menebang pohon yang masih produktif, membuang sampah disembarang tempat, boros energi dan sebagainya telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Untuk itu mengajak orang lain dan memperingatkan agar berprilaku pro lingkungan dapat membantu aktifitas pengjijauan dan mencegah pemanasan global secara masif.
   Tidak ada yang dapat membantu kelangsungan hidup kita selain diri kita sendiri. Oleh karena itu marilah sejak dini atau sejak sekarang berprilaku hidup sehat dengan peduli terhadap lingkungan sekitar, dan mulailah untuk menanam.***
0

International investments in agriculture: Do the negative impacts outweigh the benefits?

Riau Pos - For Us Kamis, 26 Januari 2012
A trend in recent years of international investors snapping up land in developing countries for agriculture has captured the attention of academics, policymakers, media and civil society groups. Their interpretations of the possible implications vary, due as much to ideology as to evidence.
 Defenders emphasise that foreign investments contribute towards overcoming technological constraints, fostering agricultural modernisation and linking local economies with global markets. Critics highlight concerns about equitable access to food, protection of local tenure rights and enhanced benefit-sharing from land development.
For their part, environmentalists often have mixed feelings: on the one hand, investors are seen as among the main players causing forest destruction, but on the other hand, they are also perceived as having an important role to play in conservation.

For a copy of the report by Toulmin, C., Bindraba, P., Borras, S., Mwangi, E. and Saue, S. 2011 Land tenure and international investments in agriculture: A report by The High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition on World Food Security, Rome 2011, visit http://www.cifor.org/nc/online-library/browse/view-publication/publication/3522.html.
International investment in agriculture in developing countries, which prompts large-scale land appropriation, is not a new trend but it has new connotations.
 Thus, understanding its dynamics in order to devise effective policy responses to manage the impacts constitutes an urgent task and a difficult one.
Multiple drivers shape investments in land and agriculture. These investments involve a diverse number of actors (from international to local) that often have different motivations (production or speculation); their impacts, too, are diverse, depending on the specific local conditions where these investments take place.
Shedding light on their magnitude and social, economic and environmental outcomes is fundamental if effective policy responses are to be devised, not only to reduce their negative impacts but also to enhance their positive contributions.
With this aim, the UN Committee on World Food Security’s High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition produced a report on this issue. The authors, Toulmin and colleagues, analysed available estimates and found that international investors have acquired about 5080 million hectares of land in middle- and low-income countries, through either purchases or lease agreements. Two-thirds of this area is in sub-Saharan Africa.
The authors reiterate what is generally already known about the drivers shaping this trend: the rise in investments is largely associated with growing demand for food, feed, fibre and biofuels, as well as financial speculation.
Multiple interests are involved in making these deals possible from corporate firms at the international level, to local authorities, entrepreneurs and government officials at the local level. While the report acknowledges that national investors play an important role in the agricultural sector, its focus is on large-scale international investments.
Toulmin and colleagues suggest that large-scale investments in agriculture do not necessarily increase food supply, close yield gaps or expand production. Rather, such investments often negatively affect local populations, leading to dispossession and displacement.
The authors indicate that land appropriation by firms often takes place through leases (because, in many cases, national governments do not permit foreigners to own land) or through states handing local people’s land to large-scale commercial investors based on the concept of ‘eminent domain’. The terms of the contracts and compensations for local populations are highly questionable.
While these investments could take different forms, large-scale plantations are the most common result. Toulmin and colleagues argue that this model tends to dominate because governments are offering investments in large tracts of land rather than promoting more inclusive business models, such as contract farming.
The authors conclude that large-scale investments in plantations often damage local livelihoods, undermine food security and reduce access to key resources. Promises of employment often do not materialise and people from outside the area often take the few jobs created.
Furthermore, farmland acquisitions have significant gender implications because women encounter systematic discrimination with regard to access and decision-making, as well as ownership and control of land.
Finally, the authors indicate that the direct and indirect negative impacts are relatively severe because of pressures on forest conversion, soil erosion and water pollution. Nonetheless, a range of possible outcomes may result from different combinations of land security, regulations and market conditions.
The report describes many governance initiatives emerging at different levels, and with different aims and scopes, to address the socio-economic and environmental impacts of large-scale investments.
These include voluntary guidelines, industry-based roundtables and changes in national policies related to issues such as tenure, the environment and taxation. The report ends with a list of recommendations for each type of actor.
Overall, the report makes a good case for stronger action at multiple levels and for the involvement of multiple stakeholders in order to improve the governance and oversight of international investments, mainly to ameliorate their observed negative impacts.
Further opportunities exist for better understanding of how the proposed policy responses (and the incentives they engender) may realistically work in the various settings under which large-scale land acquisitions occur. Moreover, while the authors suggest ways to enhance the capacity of smallholders, harnessing existing potential can do much.
A multitude of small-scale resource management systems can reconcile social, economic and environmental goals. Therefore, enhancing governance of large-scale investments and supporting the potential of smallholders emerge as global priorities to be pursued in concert.


POLEX

POLEX is an initiative of the Center for International Forestry Research to keep opinion leaders, policymakers and researchers up to date on path-breaking research on forests.
POLEX was first launched in 1997. It is sent each month to about 22,000 stakeholders in the forestry sector worldwide. It is translated into French, Spanish, Indonesian and Japanese. Each message includes a concise highlight of a timely and important research report.
Although CIFOR manages the list, the content of the messages reflects only the views of the authors of the original research and the author of the message. They do not necessarily reflect official views of CIFOR as an institution.
We are very interested in your feedback regarding POLEX and your suggestions for interesting reports we might promote through the list. Please send them to cifor-polex@cgiar.org.


Center for International Forestry Research
CIFOR advances human wellbeing, environmental conservation, and equity by conducting research to inform policies and practices that affect forests in developing countries. CIFOR is one of 15 centres within the Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR). CIFOR's headquarters are in Bogor, Indonesia. It also has offices in Asia, Africa and South America.
Visit CIFOR's website: www.cifor.org
Visit CIFOR's Forests Blog: blog.cifor.org



0

Financial Short-Termism a Major Obstacle to Sustainable Change in Business: Expert Poll

Riau Pos - For Us



     Nairobi/ Paris, 26 January 2012 - Financial short-termism represents a critical barrier to businesses’ transition to sustainability, according to a new poll.
     The latest wave of The Sustainability Survey - GlobeScan and SustainAbility’s regular survey of attitudes across businesses, NGOs, academia and government - reveals that a very large majority (88%) of the 642 experts polled see pressure for short-term financial results as a barrier to businesses becoming more sustainable.
     The survey, conducted in December 2011, asked experts to say whether they considered a range of factors as being barriers to increased sustainability by businesses. Although most of those polled identified multiple barriers, financial short-termism was seen as the most significant by some distance.  
     The next most significant barriers were inappropriate regulations and low awareness of the business imperative, both cited by 65% of respondents.  Low consumer demand was identified by 57% of respondents, followed by the lack of effective management tools (45%) and the lack of international standards (50%).
     While financial short-termism was consistently identified as a barrier by large majorities of all groups, the survey revealed that experts’ views differed on the importance of other factors according to their sector.
     Experts working in academia (56%) were much more likely to identify the lack of international standards as a barrier than those working in corporations (43%). Experts within academia were also more likely to blame low awareness of the business imperative for sustainability among business leaders (71%) than their corporate counterparts were (58%).
     In contrast, experts within corporations were more likely to identify lack of consumer demand for green business practices, products and services as a barrier to sustainable transformation (66%) than other groups of experts, particularly those within NGOs (46%).
     These latest survey findings will be featured in a forthcoming UNEP report on the business case for the Green Economy, to be published later this year.
     Achim Steiner, UN Under-Secretary General and UN Environment Programme (UNEP) Executive Director, said: "The Green Economy analysis by UNEP and partners clearly outlines pathways towards growing the global economy, generating employment and combating poverty while keeping humanity's footprint within ecological boundaries.
      "This survey underlines that governments must play their part, national and internationally, in setting the standards and backing the smart policies needed to promote sustainability over extraction and degradation of the world's natural resource base. It is happening, but not fast enough. Rio+20 in June offers an opportunity for governments to accelerate and to scale-up a better future for seven billion people," he added.
     GlobeScan President Chris Coulter commented: "Clearly, more work needs to be done to help business find ways to overcome financial short-termism as a barrier to corporate sustainability. It may be timely for a multi-stakeholder initiative to explore new thinking to tackle this major obstacle to facilitate the transition to sustainability."
     Jeff Erikson, Senior Vice-President at SustainAbility commented: “The experts in our poll are telling us that of the many factors that make a transition to sustainability difficult, impatience from shareholders is the most important.  This implies that understanding and communicating the business case is critical.  We are excited to be working with UNEP once again on their upcoming report, which will provide further support to the business community to make the case.”  
For more information, please contact:
Moira O’Brien-Malone, Communications, UNEP Paris, on +33 1 44 37 76 12 or mobile +33 6 82 26 93 73, moira.obrien-malone@unep.org.
Eric Whan, Director of Sustainability, GlobeScan, on +1 416 969 3087 or mobile +1 416 500 6405, eric.whan@globescan.com.
Dr Geoff Kendall, Development Director, SustainAbility, on +44 (0)20 7269 6922 


Notes to Editors
UNEP is hosting a private-sector focused day on 17 June 2012 in Rio de Janiero, Brazil. ROI for Rio +20, a dialogue between business, finance and governments, will be held under the umbrella of the UN Global Compact's Corporate Sustainability Forum. For more information, www.compact4rio.org
About The Sustainability Survey Research Program
The Sustainability Survey research program is a unique, collaborative platform using research-driven expert insights to explore solutions to material sustainability challenges.
The program is designed to help leaders navigate the challenges and opportunities related to sustainability by leveraging the insights from the most influential thought leaders in the sustainable development arena. These quantitative results then inform forward-looking strategic counsel and ongoing trends analysis for leadership organizations.
About GlobeScan
GlobeScan is an international opinion research consultancy. GlobeScan provides global organizations with evidence-led counsel at the nexus of reputation, brand, and sustainability. Established in 1987, GlobeScan is an independent, management-owned company with offices in London, Toronto, and San Francisco, and a research network across 50+ countries. www.GlobeScan.com
About SustainAbility
SustainAbility is a think tank and strategy consultancy working to inspire transformative business leadership on the sustainability agenda.  
Established in 1987, SustainAbility delivers illuminating foresight and actionable insight on sustainable development trends and issues.  The company operates globally and has offices in Europe, North America and India. For more information, visit www.sustainability.com
About UNEP
Created in 1972, UNEP represents the United Nations’ environmental conscience. Based in Nairobi, Kenya, its mission is to provide leadership and encourage partnership in caring for the environment by inspiring, informing, and enabling nations and peoples to improve their quality of life without compromising that of future generations.
UNEP’s Division of Technology, Industry and Economics - based in Paris - helps governments, local authorities and decision-makers in business and industry to develop and implement policies and practices focusing on sustainable development. The Division leads UNEP's work in the areas of climate change, resource efficiency, harmful substances and hazardous waste. www.unep.org

0

Écologie, équité et économie : repenser la politique des zones arides

Riau Pos - For Us
Les zones arides font partie des environnements les plus changeants et les plus imprévisibles au monde. Mais ici, il y a déjà longtemps que les populations ont appris à vivre avec cette variabilité et à la dompter pour la mettre au service d’économies, de sociétés et d’écosystèmes durables et productifs.
Trop longtemps, les décideurs ont fait abstraction de cette mine d’expérience et de savoir-faire, avec de terribles conséquences. Les tentatives visant à remplacer les pratiques traditionnelles de gestion des ressources par des techniques modernes n’ont fait qu’exacerber la pauvreté, la dégradation et les conflits.
Face aux changements climatiques et à l’incertitude croissante dans les zones arides, le besoin de repenser les politiques et les pratiques n’a jamais été aussi grand. L’avenir doit se construire sur la base d’informations scientifiques robustes, d’un savoir local, d’une participation éclairée et de la sagesse des institutions coutumières qui mettent l’accent sur l’équité sociale, l’intégrité écologique et le développement économique.

Mike Shanahan
Press officer
International Institute for Environment and Development
80-86 Gray’s Inn Road, London WC1X 8NH, UK. Tel: +44 (0)20 3463 7399; Fax: +44 (0)20 3514 9055
Biodiversity Media Alliance http://biodiversitymedia.ning.com
Climate Change Media Partnership roster http://climatechangemedia.ning.com



0

Ecology, equity and economics: reframing dryland policy

Riau Pos - For Us
Drylands are among the world’s most variable and unpredictable environments. But people here have long learnt how to live with and harness this variability to support sustainable and productive economies, societies and ecosystems.
Policymakers have for too long ignored this wealth of experience and expertise with dire consequences. In the face of climate change and increasing uncertainty in the drylands, the need to reframe policy and practice has never been greater. In this opinion, Ced Hesse explains that the future must be built on sound scientific information, local knowledge, informed participation and the wisdom of customary institutions.

0

Farms and funds: investment funds in the global land rush

Riau Pos - For Us
     Investment funds show a growing interest in farmland and agriculture. They are buying up land and agribusinesses in developing countries with the expectation of high long-term returns linked to rising land prices, growing populations and increasing demand for food.

0

Punya Banyak Tempat Sampah

Riau Pos - For Us Selasa, 24 Januari 2012


Tengku Febrian Merlang Hasbi
SMP Negeri 9 Pekanbaru

0

Aquilaria beccarian,Penyeimbang Alam dan Manusia

Riau Pos - For Us
   Mengulas keanekaragaman hayati Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) tak pernah ada habisnya. Satu diantaranya adalah pohon gaharu atau Aquilaria beccariana. Pohon gaharu ini merupakan satu diantara pohon lain yang menjadi indikator bagi hutan rawa yang terdapat di cagar biosfer.

0

Teknologi Baru Lestarikan Fauna Endemik

Riau Pos - For Us

   Pelestarian fauna endemik sangat penting untuk dilakukan mengingat lokasi persebarannya tidak memiliki kelimpahan yang luas. Biasanya, selain digunakan sebagai maskot suatu daerah, fauna endemik juga dapat dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi. Namun tidak semua fauna endemik dapat dimanfaatkan sebagai komoditi karena keberadaannya yang terancam punah dan tergantung pada jenis spesiesnya.
    Ikan lais atau yang juga dikenal dengan nama selais dalam bahasa melayu, merupakan fauna endemik pada ekosistem floodplain river (sungai paparan banjir) yang menjadi maskot kota Pekanbaru. Ikan lais ini merupakan ikan endemik yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena bersifat sebagai ikan konsumsi terutama jika telah diolah menjadi ikan lais salai (smoked fish). Bahkan belakangan ini, produk ikan lais salai juga sudah mulai diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia.
   Ikan lais biasanya di dapatkan dari hasil tangkapan para nelayan di sungai-sungai paparan banjir. Namun sejauh ini pembudidayaan ikan lais belum banyak dilakukan seperti pembenihan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), ikan baung (Ompok hypophthalmus), ikan patin (pangasius hipothalmus) dan beberapa ikan budidaya lainnya. Meski status lais belum dinyatakan sebagai fauna yang terancam punah, namun populasinya di alam sudah cenderung menurun.
   “Tidak mudah dalam membudidayakan ikan lais mengingat kemampuan beradaptasinya hanya terdapat pada habitat sungai paparan banjir, untuk itu perlu adanya pembudidayaan yang mampu menyelamatkan keberadaan maskot kota Pekanbaru tersebut,” jelas Dr. Roza Elvyra S.Si, M.Si, dosen biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Riau saat ditemui jum’at (13/01) lalu.
Roza, sapaan akrabnya juga menambahkan bahwa di alam, proses perkembangbiakan ikan lais dipengaruhi oleh musim yaitu pada awal pergantian antara musim panas ke musim hujan, sementara jika dikaitkan dengan perubahan iklim global yang melanda dunia saat ini, kondisi cuaca yang tidak menentu sangat mempengaruhi proses reproduksi ikan lais tersebut.
   Teknologi yang diterapkan dalam pembudidayaan ini adalah dengan penyuntikan hormon ovaprim pada induk jantan dan betina ikan lais. Cara ini merupakan teknik pembenihan yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai universitas di Riau, Agusnimar, Johan TI, Setiaji J, Rosyadi, Ediwarman, dan Nuraiani pada 2003-2005 lalu, yang turut berusaha untuk melestarikan maskot kota Pekanbaru tersebut.
   ”Teknik itu telah diuji coba untuk pertama kalinya melalui pelatihan Iptek bagi Masyarakat (IbM) kepada Kelompok Tani Pembenihan Ikan yang berada di lingkar Danau Buatan Kelurahan Lembah Sari, Kecamatan Rumbai Pesisir pada akhir tahun 2011 yang lalu,” ujar Roza.
   Teknik pembudidayaan ikan lais ini dapat dikatakan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangbiakan secara alami yang harus menunggu pergantian musim. Sementara untuk teknik ini hanya membutuhkan pemilihan bibit ikan lais yang benar-benar telah matang untuk bereproduksi agar siap untuk di suntik hormon ovaprim.
   Waktu yang diperlukan mulai dari proses penyuntikan hormon pada induk ikan lais hingga menetasnya telur-telur ikan lais tersebut hanya berkisar dua hari.
    “Hal ini dapat mempersingkat waktu jika dibandingkan dengan proses perkembangbiakan secara alami yang membutuhkan waktu yang lebih lama,” ucap Roza menjelaskan disela-sela kesibukkannya di ruang kerjanya.
Namun, Roza menambahkan bahwa hal yang tersulit adalah menentukan induk yang sudah benar-benar matang dan siap untuk di suntik, karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembenihan ikan lais.(diah-gsj)
0

Pemuda Australia Kunjungi Pusat Penangkaran Kupu-Kupu Rokan Hulu

Riau Pos - For Us



   38 Pemuda yang tergabung dalam Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia mengunjungi Pusat Informasi dan Penangkaran Kupu-Kupu Sumatera di Pasirpangaraian, Hapanasan, Selasa,(17/1). Kegiatan tersebut ditaja oleh Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) yaitu persatuan purna pertukaran pemuda Indonesia.
“Saya adalah mahasiswi jurusan Biologi, berada di Indonesia merupakan pengalaman baru bagi saya, apalagi di Rokan Hulu. Masyarakat di sini masih ada niat untuk memelihara lingkungan dalam bidang konservasi,” tutur Isabel, pemudi Australia yang turut dalam kunjungan tersebut.
   Kunjungan ke pusat informasi kupu-kupu tersebut  merupakan puncak acara kegiatan PCMI yang telah dilaksanakan sejak tanggal 16 Desember 2011 lalu. Selama di Rokan Hulu mereka di dampingi oleh Bapak Dahnil Kabid Pemuda dan Olahraga Dinas Pendidikan Rokan Hulu sekaligus Ketua pelaksana kegiatan.
Menurut Falip, rekan senegara Isabel yang sedikit bisa berbahasa Indonesia mereka memang menyukai dan peduli tentang alam dan lingkungan hidup. Jadi tidak aneh jika banyak pertanyaan yang meluncur dari para peserta kegiatan.
   Ulat Troides cuneifera sepanjang 12 cm, empat  kepompong yang berada di dalam penangkaran, ulat dan kepompong jenis Atrophaneura antiphus yang lengkap dengan 20 ekor papilio demolion yang baru menetas dua hari menjadi objek favorit perhatian peserta. Kumpulan ulat, kepompong dan kupu-kupu tersebut menambah meriah dan membuat suasana kunjungan benar-benar alami.
   Selain mengunjungi pusat penangkaran kupu-kupu peserta juga menikmati air terjun Aek Mertua dan pemandian air panas yang berada tidak jauh dari lokasi tersebut. selesai kunjungan para pemuda tersebut tidak lupa untuk melakukan penanaman. Tanaman yang mereka tanam adalah sirih hutan berdaun jari tiga dengan nama lokal Aka Spotuih (Aristolochia rokana). Tanaman itu merupakan makanan kupu-kupu jenis Troides Cuneifera.(tya-gsj)





Keterangan gambar
Gbr. 1 dan 2 Pengunjung sedang serius mengamati ulat dan kepompong Troides Cuneifera
Gbr. 3 melihat spesies di gedung Pusat Informasi Kupu Sumatera
Gbr. 4. Isabel mewakili teman dari Australia menanam Aristolochia rokanan
Gbr. 5. Foto bersama Pemuda-Pemudi PCMI (Purna Caraka Muda Indonesia)

Demikian
Jika ada pertananyaan dan konfirmasi silahkan kontak saya Mbak
Terima kasih
0

CMBC, Asiknya Menelusuri Bukit dengan Berepeda

Riau Pos - For Us

   Menelusuri bukit atau gunung dengan bersepeda sudah biasa, namun menelusuri bukit dengan sepeda gunung (MTB) dapat membuat kita memperoleh sesuatu yang baru. Challenger Mountain Bike Club atau yang biasa disebut CMBC Pekanbaru merupakan salah satu klub sepeda gunung (MTB) yang dapat menyalurkannnya, club ini ada Indonesia khususnya Pekanbaru.
   “CMBC sendiri berdiri pada tannggal 12 Mei 2004 yang pada mulanya hanya beranggotakan 10 orang yan gmana Suyatno dan Syaiful merupakan dua orang pioner dari berdirinya klub sepeda gunung ini,” jelas Edward yang merupakan ketua ke III CMBC yang kini menjabat sebagai penasehat.
Dikomandoi oleh Robin Gunawan yang kini memegang tongkat estafet ke VI ketua CMBC, club ini dari waktu ke waktu telah memiliki cukup banyak anggota. Mulai dari yang tua hingga yang muda, mulai dari eksekutif muda sampai berbagai golongan pekerjaan tanpa mengenal kasta semua ada di club ini membaur dalam kebersamaan.
   Selain demi menjaga lingkungan untuk tetap bersih terbebas dari polusi, CMBC sendiri memiliki visi dan misi dalam setiap tahunnya, seperti untuk terus berjuang menjadi club sepeda gunung (MTB) terbaik khususnya di kota Pekanbaru.
   “Misi kami yakni membina kegiatan bersepeda, khususnya sepeda gunung. Selain itu kami juga ingin mengajak masyarakat untuk memasyarakatkan kegiatan bersepeda seperti Bike to Work, Bike to School maupun Bike to Campus,” tambah Edward yang merupakan asli kelahiran Palembang ini.
   Tenayan, Rumbai dan Alamayang merupakan rute dalam kota yang sering ditempuh anggota CMBC. Selain berkumpul pada setiap hari minggu pagi di car free day dengan beroff road ria, setiap 3 atau 4 bulan sekali CMBC juga melakukakan aktifitas keluar kota. Seperti melakukan touring ke luar kota menjajal single track di Sumatera Barat terutama kota Payakumbuh ataupun Bukit Tinggi.
   Track Gunung Sago, Track Gunung Singgalang dan Manggilang merupakan salah satu lokasi yang sering dipilih setiap melakukan touring. Hal ini dipilih karena rata-rata track sendiri hampir 90 persennnya merupakan offroad, seperti menyebarang sungai, menobros semak-semak, melewati lembah dan terutama mendaki tanjakan curam.
   Challenger Mountain Bike Club sendiri merupakan salah atu club sepeda yang juga sangat perduli terhadap lingkungan sekitar, seperti pada tahun 2007 saat Sungai Siak meluap dimana CMBC melakukan bakti sosial. Selain itu setiap melakukan touring, club sepeda ini sangat menjaga kebersihan lingkungan sekitar mereka. Salah satunya dengan membawa perbekalan seperti nasi yang hanya dibungkusi dengan daun pisang, biasa nasi ini disebut nasi berburu, sehingga tidak menimbulkan sampah baru.
   “Berbeda jika kita membawa nasi bungkus setiap mendaki gunung, sampah plastik yang ada pasti akan sulit terurai bahkan bisa bertahun-tahun lamanya, karena itu kami memerintahkan setiap anggota untuk hanya membawa perbekalan berupa nasi berburu yang hanya dibungkusi daun pisang,” lajut Edward pria kelahiran 40 tahun silam ini.
   Challenger Mountai Bike Club sendiri sudah cukup terkenal, hal ini dibuktikan dengan dipercayanya anggota CMBC untuk ikut serta melakukan survey track sepeda gunung untuk acara Petualang  yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun TV swasta yang ada di Indonesia.
   Semoga saja dengan adanya club sepeda seperti ini, kelak ke depannya akan banyak masyarakat yang lebih memasyarakatkan budaya bersepeda dan akan lebih memperdulikan lingkungan alam sekitarnya, terutama Challenger Mountain Bike Club sendiri yang akan lebih peduli terhadap keindahan dan juga kelestarian alam terutama perbukitan ataupun pegunungan.
1

Fixstop, Gaul dan Tetap Ramah Lingkungan

Riau Pos - For Us


   Sering kita mendengar ungkapan bahwa menjaga lingkungan saat ini berarti mewariskan lingkungan yang lebih baik untuk generasi muda di masa depan. Namun bagaimana dengan generasi muda sekarang? Pedulikah mereka dengan masa depan sendiri? Masa depan dengan lingkungan yang lebih baik.
   Menjawab hal itu, For Us Bike Community (FBC) berbincang dengan perwakilan generasi muda yang hobi bersepeda, Enda (22). Ia merupakan anggota Fixie Street of Pekanbaru (Fixstop). “Awalnya bersepeda karena hobi,” tutur Enda memulai perbincangan, Jumat (20/1). Namun, tambahnya, sekarang bersepeda lebih kepada kebutuhan. Karena lingkungan kita membutuhkan kita untuk tidak memaksa mereka (lingkungan, red) menghirup karbon dioksida (CO2) dari kendaraan yang kita pakai.
   Oleh karena itu, para anggota Fixstop selalu memakai sepeda untuk pergi ketempat gaul mereka. “yah, gaul dengan sepeda berarti kita pergi main ke tempat-tempat nokrong itu sambil bersepeda. Gak pake kendaraan bermotor lagi. Sekalipun kita punya,” ujar Alumni Politeknik Caltex Riau itu.
   Pria yang hanya menginginkan disebut dengan nama Enda itu juga menceritakan tentang jadwal Fixstop gowes.  Ada dua jadwal, pertama siang dan sore hari. Jadwal Fixstop gowes malam adalah Rabu dan Jumat malam. “Malam sekitar jam delapan kita akan berkumpul dulu di Jalan Diponegoro tepatnya di depan patung perjuangan, kemudian setelah dirasa oke, kita akan jalan ke pruna MTQ. Di sanalah tempat kita bisa latihan freestyle Fixie sambil ngungkapin, anak muda juga bisa jaga lingkungan tanpa ketinggalan untuk gaul,” terang Enda.
   Jadwal kedua dilakukan pada sore hari. Namun ini tidak tentu, setelah jadwal sore biasanya kita akan informasikan secara internal, tambah Enda. Hal unik lain dari komunitas ini adalah tidak adanya hirearki senioritas atau struktur organisasi baku. “Siapa yang gabung, ikut aja pas kita lagi gowes, udah deh, gabung sama kita,” tutur karyawan kontraktor itu.
   Kegiatan lain komunitas dengan anggota sekitar  70 tersebut juga selalu hadir di Car Free Day setiap Ahadnya. “Bersepeda merupakan aktivitas yang menyehatkan dan ramah lingkungan. Namun semahir apapun kita bersepeda, harus tetap utamakan keselamatan (safety),” pesan Enda.(tya-gsj)
0

Selalu Ada Jalan Cegah Panas Bumi

Riau Pos - For Us

   SELALU ada jalan. Ungkapan yang belum terlambat diucapkan  untuk Bumi Lancang Kuning yang semakin mencekam panasnya. bagaimana tidak, sebelum tibanya musim kemarau pun yang mendominasi Indonesia, Riau memang sudah terkenal dengan kota panas dikarenakan julukan kota minyaknya.
Panas yang mencapai dua derajat celsius, naik daripada suhu normal. Panasnya Kota Pekanbaru mebuat siapapun, terutama masyarakat Riau tidak betah berlama-lama untuk berada diluar.
   Semakin banyaknya, sampah yang berserakan, hutan yang ditebang, penggunaan kendaraan, penggunaan listrik, pembangunan dimana-mana. Ditambah lagi, pembangunan tiga tahun belakangan ini khusus di wilayah Pekanbaru.
Pembangunan besar-besaran, yang terkesan hanya bertugas untuk pembangunan saja, namun tidak melihat dampak negative  yang mampu membuat Bumi Lancang Kuning ini semakin panas. Dalam hal ini tentulah tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah daerah. Tidak lain adalah kita sendiri, kita selaku manusia, masyarakat yang mendiami, menetapi kota ini. dengan apa? tentunya dimulai dari hal-hal kecil yang perlu diniatkan, dilaksanakan dengan ikhlas.Caranya, tidak susah kan mengambil sampah yang terlihat kemudian sebelum dimasukkan ke tempat sampah, dipisahkan terlebih dahulu, mana sampah organik dan non organik.
   Mematikan lampu jika tidak digunakan lagi, tidak menggunakan kendaraan untuk jarak-jarak dekat, mematikan AC, menanam sekaligus merawat tanaman-tanaman yang sudah ada dan sebaginya. Namun apa kendala untuk melakukan itu semua, hmm, menurut saya, jika disadari,  memang setiap orang mau dan mampu melakukannya, lalu kendalanya apa?. Yang sangat disayangkan, kegiatan itu hanya akan dilakukan ketika di awal saja. 
   Seperti adanya acara-acara penanaman pohon.  Habis ditanam ya ditinggal. kemudian apa lagi? Adanya kampanye untuk mematikan listrik dijam-jam tertentu. Kemudian setelah 3 hari kebiasaan itu akan hilang kemudian . Berusaha hidup sehat dengan berjalan kaki, bersepeda, berolahraga setiap pagi, namun terkadang hanya dikarenakan kesibukan kecil, maka kebiasaan hidup sehat itu hilang lagi. Nah, lalu bagaimana agar hal itu dapat dihindari dan tetap dilaksanakan secara konsisten, berkala, dan kalau bisa untuk selamanya?.
    Mungkin saya punya satu cara unik yang mampu mengubahnya. terpikir ketika berjalan mengelilingi kota Pekanbaru, melihat banyaknya iklan Kartu Perdana di pinggir-pinggir jalan yang menawarkan banyak sms murah, telpon murah, dan internetan murah, waah, ini kesempatan banget nih, menyadari hal itu dan mengingat sifat alamiah manusia adalah selalu lupa jika tidak diingatkan, nge sms, nelpon 10 detik, dan nge tag di akun-akun jejaring sosial, menjadi hal yang unik ketika ditjukan kepada teman-teman setiap pagi sebelum beraktifitas di luar membuat cara terbaik untuk mengurangi panas bumi ini dan menjaga lingkungan agar tetap hijau dan segar selalu. sehingga dengan terbiasa di sms, kemudian dilakukan, berharap akan banyak teman-teman melakukannya, untuk Bumi Lancang Kuning tercinta khususnya. ***
0

Pasar Tanpa Kantong Plastik

Riau Pos - For Us


   SETIAP hari saya mengajar anak-anak tingkat kanak-kanak (TK) , setiap sebulan sekali biasanya hari sabtu, kami selalu membawa anak-anak untuk belajar  diluar ruangan. Tidak harus belajar seperti biasanya, tetapi lebih kepada mengenalkan lingkungan sekitar kepada mereka.  Kami mengajari mereka cara mendaur ulang limbah plastik. Segala jenis plastik. Termasuk botol plastiki yang dijadikan bunga atau hiasan sederhana lainnya.
   Beranjak dari hal tersebut saya sering kepikiran tentang kondisi lingkungan dan sampah plastik. Manusia tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan menggunakan plastik karena memang plastk sangat praktis di bawa keman-mana. Hanya saja sampah plastik tersebut siapapun tahu sangat sulit untuk diuraikan. Maaf kalau saya salah, bukan sulit tapi tidak bisa diuraikan oleh tanah. Jikapun bisa maka itu butuh waktu yang lama dan panjang.
   Kemudian pikiran saya melayang ke Italia, ketika peringatan hari bumi 2010, Negara pizza tersebut mencanangkan supermarket tanpa plastik. Supermarket yang tidak memberikan plastik untuk menempatkan barang belanja para pelanggannya akan mendapatkan penghargaan khusus dari pemerintahnya.
   Bukan hanya itu, mereka juga mencanangkan kota bebas sampah plastik, steoroform, kaleng  bekas minuman yang sekiranya akan menyulitkan tanah untuk mengurainya. Hal tersebut menurut saya sangat bagus untuk diterapkan di kota kita ini. Yah, susah juga sih, jika pemerintah tidak langsung turut andil. Sebab pasar-pasar (baca minimarket, supermarket ) pasti tidak akan begitu mudah memberikan kantong yang lebih ramah lingkungan kepada para pelanggannya. Karena memang kantong tersebut mahal untuk dibagikan secara cuma-cuma.
   Namun ada cara lain yang bisa kita terapkan di kota tercinta ini. Kenapa tidak bagi pelanggan minimarket atau supermarket yang tidak meminta kantong plastik usai dari kasir, namun membawa sendiri keranjang dari rumah (mungkin desain kerancang lebih unik dan lucu-lucu biar nggak malu karena nenteng-nenteng keranjang belanja dari rumah). Nah orang-orang seperti itu oleh supermarket atau minimarket diberi hadiah atau penghargaan apa gitu...
   Buat supermarket atau minimarketnya, pemerintahlah yang menilai mereka. Apakah akan diberi penghargaan sebagai minimarket of the year atau minimarket ter go green, bisa saja kan? Sebenarnya banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menekan penggunaan plastik. Namun semua kembali kepada kemauan dan inovasi dari pemerintah.
   Namun, supermarket atau minimarket tersebut juga harus mengumumkan kepada para pelanggannya untuk selalu ramah lingkungan. Untuk selalu menerapkan prilaku mencintai lingkungan. Dengan cara yang sederhana seperti tadi, cukup lah.
   Di sini kita telah menerapkan dua hal. Pertama menjaga lingkungan dari sampah plastik. Nah kedua, kita kan harus membawa keranjang atau kantong sendiri dari rumah. Kenapa tidak kantong tersebut juga dibuat dari hasil daur ulang.
   Namun pemerintah harus mengembangkan masyarakat yang memiliki usaha daur ulang sampah plastik menjadi tas-tas untuk dipakai kembali berbelanja ke pasar. Sebab butuh kreativitas dan keterampilan untuk mengerjakannya. Itu tidak gampang baik dari segi dana maupun dari segi keterampilan.
Kena tidak pemerintah kemudian mengadakan pelatihan khusus secara kontiniu untuk para masyarakat atau ibu-ibu rumah tangga keterampilan mendaur ulang  limbah plastik. Siapa tahu dengan program seperti ini, penghargaan sebagai kota terbesih yang dipertahankan Pekanbaru hingga berkali-kali bisa kita pertahankan berkali-kali lagi. Pekanbaru bisa menjadi kota percontohan khusus untuk daur ulang limbah plastik. Bisakah?***




Arma Winarni
Guru Playgroup & TK Islam Akmarunnas







0

The Young Hero: Terasa Nyaman

Riau Pos - For Us Selasa, 17 Januari 2012

Menurut saya lingkungan yang bersih dan sehat itu adalah lingkungan yang jauh dari polusi kalau bisa dibilang bebas dari polusi. Lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang jauh dari penyakit. Di sana kita dapat merasakan udara yang segar sepanjang hari. Kita merasa sehat dan nyaman ketika berada di lingkungan tersebut.
Lingkungan yang bersih sudah tentu merupakan lingkungan yang sehat. Karena kebersihan mencerminkan kesehatan. So, ketika berada di lingkungan yang bersih kita akan merasakan tubuh dan jiwa kita sehat alias nyaman dan kerasan berada di tempat seperti itu. Lingkungan seperti ini sekarang sudah jarang di temui. Tapi masih ada kok, seperti di hutan-hutan kota atau di taman-taman kota yang benar-benar dijaga kebersihannya.***


 

Aura madani
Smpn 13 pekanbaru
0

info Cagar Biosfer: Siak Kecil

Riau Pos - For Us Senin, 16 Januari 2012



Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) adalah sebuah cagar biosfer yang merupakan gabungan dari dua suakamargasatwa. Satu Diantaranya adalah Suakamargasatwa Siak Kecil.
Nama Siak Kecil diambil dari nama sebuah kecamatan di Kabupaten Bengkalis, Riau. Karena sebahagian wilayah dari kecamatan ini adalah kawasan cagar biosfer, maka dari itu Siak Kecil merupakan jantung bagi kelestarian alam cagar biosfer yang memiliki luas 705.270 Ha tersebut.
Kecamatan yang beribu kota Lubuk Muda tersebut memiliki wilayah seluas 742.21 km2. Selain itu, wilayah yang memiliki 13 desa ini, juga memiliki area perbatasan. Satu diantaranya yakni sebelah utara wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Bukit Batu dan Bengkalis. Yang mana Kecamatan Bukit Batu tersebut juga merupakan bagian dari wilayah cagar biosfer.
Wilayah Kabupaten Bengkalis tersebut mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Satu diantaranya adalah perkebunan. Produksi tanaman perkebunan masyarakat diantaranya, karet 549 ton; kelapa sawit 3.273 ton; dan kelapa 399 ton dan kopi 9,15 ton.
Namun demikian, sebelum dimekarkan, wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan penghasil minyak bumi yang terbesar. Tidak hanya di Provinsi Riau tetapi juga di Indonesia. Saat ini ladang-ladang minyak terdapat di Kecamatan Mandau, Bukit Batu dan Merbau. Yang mana pengelolaannya dilakukan oleh PT. Caltex Pacific Indonesia, PT. BSP dan PT. Kondur Petroleum SA.
Selain perkebunan, masyarakatnya juga mempunyai kreatifitas yang tinggi. Misalnya, dalam membuat kerajinan. Seperti, pembuatan anyaman. Adapun pembuatan anyaman tersebut dengan memanfaatkan hasil alam. Diantaranya Bambu, Rotan dan Pandan yang memang tumbuh subur di Siak Kecil.
Kecamatan yang mempunyai penduduk sebanyak 20.297 jiwa ini menjadi sebahagian nyawa bagi cagar biosfer pertama di Riau tersebut. Sebab, sumber daya alamnya yang berlimpah, akan menjadi penopang untuk turut serta menjaga warisan alam Riau tersebut dimasa kini dan mendatang. (pia-gsj/new)

0

KISAH SUNGKAI HINGGA BERBUAH KALPATARU

Riau Pos - For Us



Menjaga dan melesarikan alam dan lingkungan bukanlah perkara mudah. Nyatanya tidak semua orang mau dengan tulus mengabdikan diri terutama pada lingkungan. Namun bukan berarti bahwa tidak ada orang yang perduli pada kelestarian alam dan lingkungan. Seperti H Ismail Husin contohnya, meskipun tidak pernah mengenyam bangku universitas, ia menunjukkan sikap perduli terhadap mirisnya kondisi lingkungan yang mulai gersang di Riau.
Hanya dengan berlatar belakang ilmunya di Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA), ia dengan tekun menanam berbagai jenis tanaman khususnya kayu Sungkai (Peronema canescens) dan mulai merintis Taman Kembang Sungkai sejak tahun 1972 yang berlokasi di halaman rumahnya sendiri di Kampar.
“Tidak ada alasan saat membangun taman ini, selain sekedar rasa hobi dan kesenangan saya saja,” jelas Ismail saat ditemui di kediamannya di Kampar, kamis (12/01) lalu.
Disebut taman, tentunya memiliki beragam jenis tanaman. Selain kayu sungkai, Ismail juga menanam beberapa  jenis tanaman unik seperti bambu telur, bunga seroja, matoa, dan lainnya.
 “Beberapa jenis tanaman ini saya dapatkan dari luar provinsi Riau, salah satu contohnya bambu telur ini saya dapatkan dari Palembang,” tutur Ismail menambahkan.
Berawal dari kecintaanya terhadap alam tersebut, pria yang hijrah dari Kota Tanjung Pinang tersebut membuat program penanaman seribu Sungkai. Dari seribu Sungkai tersebut ia merasakan buah manis dengan mendapatkan penghargaan Kalpataru pada tahun 1992 dalam kategori sebagai penyelamat lingkungan di Desa Sekip Hilir, Kecamatan Rengat Indragiri Hulu, Riau.
Sejak ia menyelesaikan pendidikannya di SKMA, Ismail muda telah aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan, bahkan hingga saat ini ia masih semangat dalam menjalani berbagai kegiatan meski telah berusia 70 tahun, dan dipercaya sebagai pembina Yayasan Pelopor Sehati Kabupaten Kampar yang bergerak di bidang penyelamat lingkungan.
Selain kecintaannya terhadap tanama, Ismail juga tertarik terhadap pembudidayaan ikan, seperti ikan koi dan ikan arwana. Ia mengaku mendapatkan bibit ikan koi tersebut saat perjalanannya di Sukabumi.
“Untuk jenis ikan koi dewasa bisa mencapai harga Rp 70000 per ekornya,” ungkap Ismail menambahkan.(diah-gsj)

0

Cara mengajak teman menjaga lingkungan: Tanaman Dapur

Riau Pos - For Us


Teman, ketika kita bicara soal lingkungan, maka kita akan berbicara sesuatu yang sangat urgen. Sebab sisi mana dari lingkungan yang saat ini yang masih baik? Susah untuk menyebutkannya.
Bagaimana cara saya mengajak temen-teman saya menjaga lingkungan? Saya belumlah melakukan yang terbaik namun saya kerap mengajak teman saya untuk menanam tanaman yang bermanfaat di pekarangan atau di pot-pot bungan dekat rumah. Misal, kalau dirumah, saya pribadi lebih suka menanam tanaman-tanaman yang bermanfaat bisa seperti cabe, terong, pepaya, dan masih banyak lagi.
Namun saya hanya menyarankan kepada mereka. Walau kadang dibilang aneh. Karena kata mereka “Tanaman pelindung kek saranin, ini malah tanaman dapur. Kayak mak-mak aja”. So, di sini saya mengajak teman-teman semua jika kalian memiliki jiwa keindahan, nilai estetika yang tinggi, bisa juga menanam sejenis bunga-bungaan.
Pokoknya tanamlah sesuai hobi atau kesukaan. Ibarat kata penulis ”tulislah apa yang menjadi hobi Anda”. Ungkapan ini juga bisa kita terapkan untuk menjaga lingkungan kita.
Ok, sekarang kalian juga boleh memandang aku aneh. Karena aku suka nyinyir mengingatkan teman-temanku untuk disiplin membuang sampah. Ya, sampah adalah sesuatu yang tidak mengasyikkan. Tapi ia selalu ada. Ia ada juga karena aktifitas manusia itu sendiri. Nah, apabila manusia tidak sadar akan akibat yang dihasilkan oleh ketidakpeduliannya terhadap sampah, maka alamat manusia itu pula yang akan mendapatkan balasannya. Risih kan?
So, ada langkah simple yang sering aku ajarkan pada teman-temanku. Pertama, menyediakan di tempat tinggal masing-masing sarana pembuangan sampah sendiri. Misal, dengan membuat tempat pembuangan sampah yang menarik dan unik. Seperti memanfaatkan drum bekas, atau membuat lubang pembuangan sendiri. Tapi intinya, adalah disiplin. Jika disekitar tempat tinggal kita ada Tempat Pembuanagan Sampah (TPS), maka disiplinlah untuk memanfaatkannya. Jangan membiarkan sampah berserakan disekitar pekarangan rumah. Selain menimbulkan penyakit, ia juga akan membuat polusi udara.
Lalu, apa lagi yang bisa kita lakukan? Yaitu, bijaksana dalam penggunaan sumber-sumber energi. Seperti penghematan dalam memakai listrik. Kita harus peduli dan memperhatikan penggunaan listrik kita. Misalnya teman-teman yang tinggal di kos-kosan, sebaiknya harus lebih memperhatikan kapan listrik harus hidup dan kapan harus sudah mati.
Nah teman-teman, seiring dengan perkembangan teknologi, satu hal lagi yang tidak bisa kita pungkiri kehadirannya di tengah-tengah kita adalah personal computer (PC) dan juga laptop. Penghematan dalam menggunakannya adalah merupakan salah satu kepedulian terhadap lingkungan kita.
Kata A’a Gym, semuanya dilakukan dengan 3M. mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulai dari sekarang alias action.
Istilah A’a Gym ini ternyata juga bisa kita terapkan untuk menjaga lingkungan. Pertama dari diri kita sendiri. Kalau kesadaran pribadi telah terwujud, maka semuanya tidak akan sulit. Dari hal yang kecil. Kita mulai dari lingkungan kita masing-masing, dari rumah kita sendiri. Dimulai dari sekarang. Seringkali yang menjadi penyakit kita adalah menunda-nunda. Jika setiap orang mengamalkan prinsip 3M ini, dan dipadukan dengan tiga cara yang penulis tawarkan diatas tadi, bukan tidak mungkin akan tercipta lingkungan kita yang nyaman dan segar.
Teman-teman yang telah melakukan langkah-langkah diatas perlu kita contoh, bagi remaja yang mempunyai semangat muda, sudah saatnya menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan masing-masing. Ketika cinta lingkungan telah bersemi, maka Indonesia akan terbebas dari polusi. Mari menuju Indonesia cinta lingkungan.

Hendri, a.n