Blogger Tricks


0

Biopremium E20, Bahan Bakar Nabati dari Pesisir Riau

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011
 TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS
MENUANGKAN BIOPREMIUM: Sopyan Hadi menuangkan biopremium, campuran bioethanol dan premium. Bioethanol merupakan bahan bakar nabati yang berasal dari fermentasi nipah

Riau tampaknya tak kan pernah kehilangan pamornya sebagai negeri minyak. Setelah dulu dikenal sebagai negeri di bawah minyak di atas minyak, yakni minyak bumi dan minyak sawitnya, kini bertambah lagi sumbernya. Dari pesisir pantainya yang kaya dengan hutan manggrove nipah (Nypa fruticans Wurmb), kini telah mampu diolah menjadi bahan bakar nabati.

Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Selasa (12/4) pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, sebuah pesan pendek (sms) sampai di  telepon genggam Riau Pos. Terlihat nama pengirim Sopyan Hadi. Pagi itu dia mengabarkan sedang mengikuti Riau International Energy Expo di Hotel Labersa. Dia mewakili Provinsi Riau dan juga Indonesia untuk unjuk kebolehan tentang energi ramah lingkungan. Dalam dua tahun terakhir dia berhasil meneliti dan mengembangkan pembuatan biopremium dari nira pohon nipah.

Pagi itu, lanjutnya, ia akan uji coba biopremium itu dengan menggunakan mobil. Untuk itulah, ia meminta Riau Pos ikut menyaksikan bagaimana bahan bakar nabati itu bisa berfungsi. Bahkan memberikan banyak keuntungan bagi lingkungan.   
Bagi Riau Pos, Sopyan Hadi, bukanlah aktor baru di bidang lingkungan. Pria 36 tahun dan berstatus pegawai negeri ini adalah penerima Setia Lestari Bumi dan Kehati Award. Riau Pos telah beberapa kali meliput aksinya. Terutama kegiatannya dalam mempelopori konservasi penyu hijau di Pulau Jemur. Setelah kegiatan itu berhasil dan kini ditangani oleh Pemerintah Daerah Rokan Hilir, ia melanjutkan perjuangan lingkungan di bidang energi terbarukan. Dengan background itulah, Riau Pos akhirnya siang itu menemuinya di arena pameran.
Di sebuah stand, Riau Pos melihat sebuah mobil khas kota berwarna merah bata, keluaran Ford. Tertulis di mobil itu Biopremium E20. Lalu di sisi sampingnya ada sebuah meja dengan lima buah botol yang menjadi pajangan. Tertulis di masing-masing botol, biopertamax, biokerosin, biopremium, ethanol, dan nira nipah fermentasi.
Usai mengamati itu, Sopyan Hadi datang. Ternyata ia baru selesai menyantap makan siang dengan agak terburu-buru karena kedatangan Riau Pos. Pertemuan siang itu seperti reuni saja bagi Riau Pos. Pasalnya pria yang dulu bertugas di Kabupaten Rokan Hilir dan kini di Kabupaten Bengkalis hanya kerap bisa dihubungi lewat telepon seluler.
Lalu mulailah ia bercerita, bahwa pengembangan biopremium E20 yang dilakukannya saat ini dimulai dengan keprihatinnya terhadap kawasan pesisir Riau. Di kawasan pesisir Riau seringkali kesulitan bahan bakar. Selanjutnya, banyak bibir pantai di Riau yang sudah gundul sehingga terkena abrasi. Upaya konservasi dengan menanam pohon tanpa nilai tambah, kerap tak berhasil. Namun dengan adanya biopremium ini, semua itu akan dapat diatasi. Pasalnya masyarakat akan mau menanam nipah, yang tidak saja penting untuk menjaga bibir pantai dan mengurangi pemanasan global, tetapi juga meningkatkan tarap hidup masyarakat.
“Ibu-ibu bisa bekerja sebagai pengambil nira. Nira dari nipah tidak tinggi dan perlu dipanjat. Cara kerjanya cukup gampang. Nira itulah yang dijual kemudian diolah menjadi bahan bakar,” jelas Sopyan.
Biopremium E20, menurutnya belumlah murni dapat digunakan sebagai bahan bakar satu-satunya. Mengingat belum ada kendaraan yang khusus di desain untuk kendaraan ramah lingkungan dengan nilai oktan yang tinggi. Setakat ini, baru bisa digunakan dengan komposisi 20 persen ethanol dan 80 persen premium. Itu makanya disebut Biopremium E20.
Meski maksimal baru 20 persen, namun itu cukup bisa menghemat sekitar 20 persen menggunaan bahan bakar fosil.
Apalagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Darwin Zahedy Saleh, pada kegiatan ekspo itu mengungkapkan bahwa bahan bakar fosil di Indonesia termasuk di Riau tinggal untuk 23 tahun lagi. Jadi diperlukan upaya untuk mencari sumber energi alternatif baru.
Selain itu yang juga menarik dari nipah yang digunakan sebagai sumber energi terbaru adalah tidak bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan. Berbeda dengan negara-negara lainnya yang mengembangkan biofuel dengan tanaman pangan jagung (Amerika) dan tebu (Brazil).
“Nipah selama ini tak dimanfaatkan. Padahal ia tumbuh subur di bibir pantai di Riau seperti Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai dan Rohil. Pemanfaatannya selama ini paling-paling hanya digunakan daunnya untuk atap. Namun itupun sekarang tidak populer lagi,” papar magister teknik ini.
Dengan kondisi seperti itu, pemanfaatan nira nipah untuk menjadi bahan bakar jadi bermanfaat. Apalagi untuk mengambil nira tersebut, tanamannya tidak perlu ditebang, seperti tebu dan jagung. Ia dapat terus tumbuh dan berkembang sehingga tidak ada penggundulan.
“Inilah energi yang benar-benar berkelanjutan,” imbuhnya. Itu pulalah yang mengantar pria ini, beberapa waktu lalu, menjadi pemenang ke empat dalam presentasi tentang energi terbarukan di Belanda.
Sopyan Hadi kemudian juga bercerita bahwa bahan bakar alternatifnya itu tidak saja bisa digunakan bagi campuran premium. Tetapi juga untuk menjadi pengganti minyak tanah bahkan avtur. Bahkan untuk pengganti minyak tanah dia menyebutkan lebih ramah lingkungan. Itu ditunjukkannya dari hasil sisa pembakaran dan warna api yang dihasilkan. Warna apinya hampir merata membiru.
Dia juga menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar nabatinya sebagai campuran itu, juga mengurangi jumlah emisi.
Gas buangan dari biopremium hanya menghasilkan 28 ppm hidrogen karbon (HC) dan 9,9 persen karbon dioksida (CO2). Sementara yang dari premium menghasilkan 41 ppm HC dan 17,4 persen CO2.
“Dengan bahan bakar ini, pencemaran udara juga berkurang. Knalpotnya juga harum nipah,” ujarnya di sela-sela kegiatan Riau Pos mencoba mobil berbahan bakar biopremium tersebut.
Mengenai sistem pengelolaannya, Sopyan menjelaskan cukup sederhana. Dimulai dengan mengambil nira dari beberapa tangkai bunga nipah. Tangkai itu dipotong, lalu cairan di dalamnya (nira) disedot dengan sistem vakum.
Setelah mendapatkan cairan tandan nipah, kemudian di dilakukan proses fermentasi. Proses pengelolaan untuk menjadi bahan bakar masa depan ini hanya butuh waktu sekitar setengah jam. “Yang lama justru untuk mengumpulkan nira nipah,” imbuhnya.
Cita-cita pria ini untuk menjadikan Riau sebagai penghasil bahan bakar nabati ini tak kan pernah berkembang pesat dan menjadi andalan jika tidak didukung oleh pemerintah. Semoga pemimpin di negeri kaya ini segera bertindak.***

0 komentar:

Posting Komentar