internet
BOTOL BEKAS: Limbah B3 juga berasal dari botol-botol bekas yang menjadi wadah bahan-bahan yang mengandung zat kimia.
BOTOL BEKAS: Limbah B3 juga berasal dari botol-botol bekas yang menjadi wadah bahan-bahan yang mengandung zat kimia.
Khalayak ramai sering gusar dengan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh pabrik-pabrik dan rumah sakit. Namun, pernahkah kita memikirkan bahwa ada limbah yang sangat dekat dengan kita. Bahkan sewaktu-waktu bisa menjadi mainan anak-anak. Ia adalah limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).
Rita Afrida, Ibu rumah tangga berusia 37 tahun mengaku belum tahu apa yang dimaksud dengan limbah B3. “Saya biasa memakai semprot nyamuk yang dijual di toko-toko untuk menghindari anak-anak dari gigitan nyamuk,” ceritanya ketika ditanya di rumah memakai obat nyamuk jenis apa, Jumat (9/12). Tapi, tambahnya, apa hubungannya dengan limbah B3, ya? Gusar Rita bertanya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, limbah B3 dinyatakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Para pakar kesehatan juga menyatakan bahwa limbah jenis ini karena mengandung racun, baik jumlahnya ataupun konsentrasinya secara langsung atau tidak langsung dapat mencemari dan merusak lingkungan sehingga berbahaya bagi kehidupan manusia.
Rita mengaku baru sekarang mengetahui tentang limbah B3, “Itupun setelah ditanya tentang limbah ini,” tambahnya kepada tim Riau Pos For Us. Pun begitu, ia mengaku telah melakukan langkah-langkah aman untuk mencegah B3 sampai ke tangan anak-anak. Meski caranya memperlakukan B3 sama dengan sampah-sampah pada umumnya.
“Saya hanya membuang botol bekas semprot nyamuk ke tong sampah di depan rumah, namun sebelumnya saya bungkus dengan kantong plastik, sehingga tidak terlihat oleh anak-anak,” ungkapnya.
Masih dari cerita Rita, Alhamdulillah hingga sekarang saya belum menemukan atau mengalami yang namanya anak-anak keracunan akibat limbah B3 yang disimpan sembarangan, syukurnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Fadrizal Labay, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau ketika dihubungi via telpon pada hari yang sama. “Kita belum menemukan atau menerima laporan tentang korban keracunan akibat limbah B3,” ungkapnya. Kendatipun begitu, tegasnya, limbah B3 sangat berbahaya bagi manusia jika tidak diolah dengan baik. Jadi masyarakat perlu diberi penjelasan atau sosialisasi tentang jenis limbah yang sangat dekat dengan kita ini.
Limbah B3 juga menjadi perhatian masyarakat secara internasional. Bahkan, Indonesia pernah menjadi tuan rumah pertemuan Antar Bangsa Pengelolaan Limbah B3 yang disebut juga dengan Konvensi Basel yang diselenggarakan di Bali. Konvensi tersebut diikuti oleh lebih dari 1000 delegasi dari 170 negara. Di sini masyarakat internasional menunjukkan bahwa persoalan limbah B3 merupakan ancaman yang krusial bagi manusia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Basel tersebut dengan mengaplikasikannya dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009. Satu di antara ketentuan Undang-Undang tersebut berbunyi “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya".
Namun bagaimana dengan ibu rumah tangga seperti Rita? Jangankan akan mengelola limbah tersebut, mengetahui saja belum. “Yah, saya menggabungkannya saja dengan sampah lainnya, toh, sama juga kan dengan sampah,” kilahnya tersenyum. Urusan, bagaimana efeknya terhadap lingkungan, kan sudah dibawa oleh petugas kebersihan. Pasti nantinya mereka bakal olah juga. Ungkapnya sambil tertawa.
Perihal tentang minimnya pengetahuan masyarakat tentang limbah B3, Fadrizal, menjelaskan bahwa secara khusus sosialisasi tentang limbah B3 memang belum menjadi program. Namun sosialisasinya telah dilakukan seiring dengan sosialisasi persoalan lingkungan lainnya. “Seperti pencemaran lingkungan, air, udara, nah, di sini kita memasukkan tentang bahaya limbah B3 ini. Isu-isu lain yang menjadi sekaligus disosialisasikan adalah perubahan iklim,” katanya mencontohkan.
Ia juga memisalkan bahwa limbah B3 bisa jadi merupakan produksi rumah tangga. Contohnya saja lampu neon, tabung sisa obat nyamuk semprot, hingga oli bekas kendaraan. “Jika dibuang sembarangan, limbah ini akan berbahaya bagi lingkungan,” tegasnya.
Lebih jauh Fadrizal yang sehari-hari bertugas sebagai kepala BLH tersebut juga mencontohkan tentang obat cair yang biasa dipakai oleh masyarakat di rumah. “Obat cair, baik itu untuk penurun panas atau obat batuk jika tidak habis dan sudah kadaluwarsa bisa menjadi limbah B3 yang membahayakan masyarakat.
Hal itu, katanya kemudian, jika dalam pemakaian obat cair yang tidak habis kemudian dibuang sembarangan ke tanah ataupun ke selokan, got atau apapun di dekat rumah. Maka ini bisa menjadi limbah yang berbahaya bagi masyarakat di sekitarnya. Sebab limbah B3 yang berasal dari bahan kimia tersebut tidak bisa diuraikan oleh tanah. Racunnya terus berada di dalam tanah, kemudian ketika hujan datang maka ia akan meresap jauh ke dalam tanah. Bahkan mungkin memasuki sumber air, jika keluarga tersebut memakai sumber air dari sumur bawah tanah atau sumur bor.
Sifat racun dari obat cair itu terus akan menjadi bagian dari air dan membahayakan siapa saja yang menggunakan air tersebut. “Kita harus jeli dan teliti dalam memanfaatkan segala sesuatu yang akhirnya akan menjadi limbah B3,” wantinya.
Banyak cara yang bisa dilakukan agar Anda, anak-anak dan keluarga Anda terhindar dari bahaya limbah ini. Misalnya jangan dekatkan atau berikan anak-anak mainan berupa lampu neon yang sudah tidak terpakai. Sebab jika lampu tersebut pecah, materi-materi di dalamnya bersifat B3 sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Selain itu, ketika obat nyamuk semprot Anda habis, maka jangan membuangnya disembarangan tempat. Jauhkan dari penglihatan dan jangkauan anak-anak. Tutupilah dengan kertas atau plastik lain secara terpisah, sehingga aman hingga petugas kebersihan membawa B3 tersebut dari rumah atau dari dekat Anda. Selain itu hati-hati dengan produk kosmetik bagi ibu-ibu atau remaja wanita karena sisa kosmetik yang telah habis juga bisa menjadi limbah B3.
Beberapa karakteristik dari limbah B3 yang perlu kita ketahui meliputi, mudah, meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif atau merusak benda yang melekat padanya.(tya-gsj)
Rita Afrida, Ibu rumah tangga berusia 37 tahun mengaku belum tahu apa yang dimaksud dengan limbah B3. “Saya biasa memakai semprot nyamuk yang dijual di toko-toko untuk menghindari anak-anak dari gigitan nyamuk,” ceritanya ketika ditanya di rumah memakai obat nyamuk jenis apa, Jumat (9/12). Tapi, tambahnya, apa hubungannya dengan limbah B3, ya? Gusar Rita bertanya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, limbah B3 dinyatakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Para pakar kesehatan juga menyatakan bahwa limbah jenis ini karena mengandung racun, baik jumlahnya ataupun konsentrasinya secara langsung atau tidak langsung dapat mencemari dan merusak lingkungan sehingga berbahaya bagi kehidupan manusia.
Rita mengaku baru sekarang mengetahui tentang limbah B3, “Itupun setelah ditanya tentang limbah ini,” tambahnya kepada tim Riau Pos For Us. Pun begitu, ia mengaku telah melakukan langkah-langkah aman untuk mencegah B3 sampai ke tangan anak-anak. Meski caranya memperlakukan B3 sama dengan sampah-sampah pada umumnya.
“Saya hanya membuang botol bekas semprot nyamuk ke tong sampah di depan rumah, namun sebelumnya saya bungkus dengan kantong plastik, sehingga tidak terlihat oleh anak-anak,” ungkapnya.
Masih dari cerita Rita, Alhamdulillah hingga sekarang saya belum menemukan atau mengalami yang namanya anak-anak keracunan akibat limbah B3 yang disimpan sembarangan, syukurnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Fadrizal Labay, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau ketika dihubungi via telpon pada hari yang sama. “Kita belum menemukan atau menerima laporan tentang korban keracunan akibat limbah B3,” ungkapnya. Kendatipun begitu, tegasnya, limbah B3 sangat berbahaya bagi manusia jika tidak diolah dengan baik. Jadi masyarakat perlu diberi penjelasan atau sosialisasi tentang jenis limbah yang sangat dekat dengan kita ini.
Limbah B3 juga menjadi perhatian masyarakat secara internasional. Bahkan, Indonesia pernah menjadi tuan rumah pertemuan Antar Bangsa Pengelolaan Limbah B3 yang disebut juga dengan Konvensi Basel yang diselenggarakan di Bali. Konvensi tersebut diikuti oleh lebih dari 1000 delegasi dari 170 negara. Di sini masyarakat internasional menunjukkan bahwa persoalan limbah B3 merupakan ancaman yang krusial bagi manusia.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Basel tersebut dengan mengaplikasikannya dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009. Satu di antara ketentuan Undang-Undang tersebut berbunyi “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya".
Namun bagaimana dengan ibu rumah tangga seperti Rita? Jangankan akan mengelola limbah tersebut, mengetahui saja belum. “Yah, saya menggabungkannya saja dengan sampah lainnya, toh, sama juga kan dengan sampah,” kilahnya tersenyum. Urusan, bagaimana efeknya terhadap lingkungan, kan sudah dibawa oleh petugas kebersihan. Pasti nantinya mereka bakal olah juga. Ungkapnya sambil tertawa.
Perihal tentang minimnya pengetahuan masyarakat tentang limbah B3, Fadrizal, menjelaskan bahwa secara khusus sosialisasi tentang limbah B3 memang belum menjadi program. Namun sosialisasinya telah dilakukan seiring dengan sosialisasi persoalan lingkungan lainnya. “Seperti pencemaran lingkungan, air, udara, nah, di sini kita memasukkan tentang bahaya limbah B3 ini. Isu-isu lain yang menjadi sekaligus disosialisasikan adalah perubahan iklim,” katanya mencontohkan.
Ia juga memisalkan bahwa limbah B3 bisa jadi merupakan produksi rumah tangga. Contohnya saja lampu neon, tabung sisa obat nyamuk semprot, hingga oli bekas kendaraan. “Jika dibuang sembarangan, limbah ini akan berbahaya bagi lingkungan,” tegasnya.
Lebih jauh Fadrizal yang sehari-hari bertugas sebagai kepala BLH tersebut juga mencontohkan tentang obat cair yang biasa dipakai oleh masyarakat di rumah. “Obat cair, baik itu untuk penurun panas atau obat batuk jika tidak habis dan sudah kadaluwarsa bisa menjadi limbah B3 yang membahayakan masyarakat.
Hal itu, katanya kemudian, jika dalam pemakaian obat cair yang tidak habis kemudian dibuang sembarangan ke tanah ataupun ke selokan, got atau apapun di dekat rumah. Maka ini bisa menjadi limbah yang berbahaya bagi masyarakat di sekitarnya. Sebab limbah B3 yang berasal dari bahan kimia tersebut tidak bisa diuraikan oleh tanah. Racunnya terus berada di dalam tanah, kemudian ketika hujan datang maka ia akan meresap jauh ke dalam tanah. Bahkan mungkin memasuki sumber air, jika keluarga tersebut memakai sumber air dari sumur bawah tanah atau sumur bor.
Sifat racun dari obat cair itu terus akan menjadi bagian dari air dan membahayakan siapa saja yang menggunakan air tersebut. “Kita harus jeli dan teliti dalam memanfaatkan segala sesuatu yang akhirnya akan menjadi limbah B3,” wantinya.
Banyak cara yang bisa dilakukan agar Anda, anak-anak dan keluarga Anda terhindar dari bahaya limbah ini. Misalnya jangan dekatkan atau berikan anak-anak mainan berupa lampu neon yang sudah tidak terpakai. Sebab jika lampu tersebut pecah, materi-materi di dalamnya bersifat B3 sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Selain itu, ketika obat nyamuk semprot Anda habis, maka jangan membuangnya disembarangan tempat. Jauhkan dari penglihatan dan jangkauan anak-anak. Tutupilah dengan kertas atau plastik lain secara terpisah, sehingga aman hingga petugas kebersihan membawa B3 tersebut dari rumah atau dari dekat Anda. Selain itu hati-hati dengan produk kosmetik bagi ibu-ibu atau remaja wanita karena sisa kosmetik yang telah habis juga bisa menjadi limbah B3.
Beberapa karakteristik dari limbah B3 yang perlu kita ketahui meliputi, mudah, meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif atau merusak benda yang melekat padanya.(tya-gsj)
0 komentar:
Posting Komentar