Blogger Tricks


0

Mencicipi Pesona Batang Gangsal

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011


TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS
KEMUDI PERAHU: Juru kemudi di Batang Gangsal harus lihat melihat lubuk dan batu. Beginilah suasana di Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, pertengahan Maret lalu,usai diguyur hujan semalam suntuk.

Jika Anda letih dengan semua aktivitas metropolis dan ingin bersembunyi sejenak di balik rerimbunnya hutan hujan tropis maka Anda patut mencicipi pesona Batang Gangsal. Anda akan dibuat berpetualang kembali ke zaman dulu, menemukan masyarakat pedalaman Talang Mamak dan Melayu Tua yang hidup seadanya. Bergantung pada hutan, ladang berpindah dan sungai.

Laporan Andi Noviriyanti, Batanggangsal andinoviriyanti@riaupos.com

Siang itu, minggu ketiga Bulan Maret, matahari tengah terik-teriknya. Sebentar saja, terkena paparannya, wajah terasa menghitam. Cahaya terik siang itu, menemani perjalanan Riau Pos memasuki Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Taman nasional pertama yang ada di Riau tempat Batang Gangsal bersemayam.

Menjelajah Batang Gangsal dan  merasakan hidup serba alami di dalam taman nasional yang dikukuhkan tahun 1995 ini, Anda harus siap mental. Pasalnya objek wisata yang masuk kategori minat khusus ini, tidak akan menawarkan fasilitas atau kemudahan seperti yang ditemui di objek wisata massal umumnya. Bahkan untuk sekedar menikmati kehidupan tradisional itu, Anda juga terpaksa berkantong tebal. Jika tidak, Anda mungkin tak kan pernah sampai ke daerah tujuan.
Pada bagian awalnya saja, Anda harus mengurus surat izin masuk kawasan di Balai TNBT, di Pematangreba. Setelah itu, Anda juga harus  membayar ini itu. Nilainya murah, tetapi cukup menjengkelkan bagi Anda yang tidak biasa ribet. Anda akan dijajal dengan angka-angka, mulai dari hitungan berapa orang, berapa hari, menginap atau tidak, bawa kamera, dan lain sebagainya.
Setelah itu, Anda harus membawa atau menyewa mobil gardan dua. Soalnya jalan untuk sampai ke tujuan, adalah jalan tanah yang dalam keadaan rusak parah. Terlebih bila diguyur hujan sebelumnya. Alternatif lain, Anda juga harus punya uang untuk ongkos ojek motor. Nilainya jika dari Kantor Kecamatan Batang Gangsal ke Lemang, Desa Rantaulangsat Rp50 ribu sekali jalan. Itupun sudah dengan harga nego dan paket beberapa orang. Kalau perseorangan, mungkin Anda harus merogo kocek kembali.
Selanjutnya untuk menelusuri Batang Gangsal dengan perahu motor, Anda juga harus menyiapkan dana sekitar Rp800 ribuan untuk sampai ke Dusun Sadan, Kampung yang berada di tengah-tengah Batang Gangsal. Jika ingin sampai ke dusun terakhir, yakni Datai, maka ongkosnya akan lebih tinggi lagi. Tetapi biasanya pengunjung memilih menyewa ojek motor jika ingin ke Datai. Pasalnya lebih cepat, hanya sekitar 3 jam, sementara dengan perahu motor lebih lama. Hanya saja, harga satu ojek motor Rp180 ribu. Pulangnya barulah naik rakit dari Datai ke daerah hilir. Butuh waktu dua hari untuk mencobanya.
Selain biaya masuk, ojek, perahu, Anda juga harus menyisikan uang untuk jasa pemandu. Harganya relatif, tapi berada di kisaran harga Rp200-250 ribu per hari.
Jika Anda sudah siap mental untuk berpetualang dan uang yang cukup untuk membayar itu semua, barulah Anda bisa menikmati indahnya Batang Gangsal. Kondisi itu membuat objek wisata Batang Gangsal ini tidak terlalu banyak diburuh. Menurut Andi  Moenandar, staf Balai TNBT yang mendampingi Riau Pos, dalam beberapa waktu belakangan ini tak banyak berkunjung. Kecuali wisatawan dengan minat khusus tadi. Beberapa orang yang datang sebagai wisatawan minat khusus itu biasanya dari luar negeri di tambah sejumlah wartawan televisi.
Keindahan Batang Gangsal sudah dimulai saat Anda naik di atas perahu. Sungai khas pegunungan itu, berarus deras dan sungainya cukup lebar. Tidak terlalu dalam, hanya kisaran 1 meter, tetapi di beberapa bagian, terutama di tikungan terdapat lubuk (bagian yang dalam 3-4 meter). Kondisi itu, membuat Anda seakan berarung jeram.Tetapi ingat, Anda tidak dilengkapi dengan prasarana pengamanan diri. Tidak ada baju pelampung yang ada hanya nyali.
Selain berarung jeram, Anda juga bisa menikmati pajangan hutan hujan tropis di pinggir-pinggir sungai. Pohon-pohon besar tinggi menjulang seperti meranti batu, marsawa, semenai dan pandan hutan menjadi pemandangan tiada henti di sepanjang sungai pegunungan itu. Berbagai binatang jenis primata seperti beruk, simpai, siamang, dan lutung juga tampak bergayut dari satu ranting pohon ke ranting pohon lainnya. Sesekali turun ke sungai, mungkin untuk meneguk air.
Keindahan batu sungai, juga menjadi pemandangan tersendiri. Terutama di Pintu Tujuh, yakni bagian berbatu dan ditumbuhi hutan lebat di pinggir sungai itu. Menurut Andi , sebenarnya ada gua di dalam air. Bisa menghubungkan beberapa bagian dari tempat itu. Sayangnya karena erosi, beberapa gua itu, menurutnya sudah tertutup.
Setelah berleha-leha di atas perahu, Anda mungkin bisa menikmati duduk di atas bebatuan sungai dengan teduhnya rimbun hutan. Anda akan menemukan suasana sunyi dan yang pasti Anda meninggalkan dunia luar. Tak ada sinyal handphone yang akan memberi kabar apapun dari luar.
Namun saat Riau Pos mengarungi Batang Gangsal menjelang sore, tiba-tiba hujan seperti muntah dari perut bumi. Payung dan terpal yang ada, ternyata tak cukup melindungi. Hampir semua peralatan yang ada basah semua. Jadi jika Anda ingin melalui ini, pastikan Anda membawa jas hujan dan terpal atau bahan lainnya yang bisa mengamankan barang bawaan Anda. Mengingat jika sudah berada di sungai ini, Anda belum tentu bisa mampir singgah untuk berteduh. Mengingat tidak semua tepian sungai berpenghuni.
Menjelang magrib, sampailah kami di Dusun Sadan. Ini merupakan dusun yang dihuni masyarakat Melayu Tua. Di sepanjang Batang Gangsal ini ada Masyarakat Melayu Tua dan Talang Mamak. Mereka dibedakan dari agama yang dianut, jika Melayu Tua sudah beragama Islam, sementara Talang Mamak masih merupakan penganut aliran kepercayaan. Dusun-dusun berpenghuni masyarakat Talang Mamak dan Melayu Tua terletak bertetanggaan silih berganti. Jadi jika Anda Muslim mungkin bisa singgah ke dusun yang berpenduduk Melayu Tua.
Nah, ada lagi hal lain yang harus Anda perhatikan jika singgah ke dusun-dusun tersebut. Anda harus bersiap-siap tak menemukan toilet. Semua aktivitas mandi, cuci, kakus mereka percayakan kepada sungai.
Suatu kali Riau Pos bertanya pada Nona (27), wanita Melayu Tua, tempat kami menumpang menginap. “Mengapa tak ada WC di rumah. Kan susah. Apalagi jika malam hari?” Nona dan ibunya tertawa. “Ibu yang susah, kami tidak,” ujarnya. Riau Pos pun tertawa kecil mengulum senyum.
Di rumah Nonalah, Riau Pos menginap. Suaminya adalah Ketua RT 06 di Dusun Sadan. Namanya Suwandi. Umurnya sekitar 32 tahun. Di rumah panggungnya yang cukup luas itu, Riau Pos tidur dengan bantal keras dan juga kain panjang. Karena tak ada listrik dan hanya diterangi pelita, maka malam serasa cepat di rumah itu. Apalagi hujan turun dengan derasnya. Namun ada satu hal yang membuat, Riau Pos kembali tersenyum, malam itu sang tuan rumah membunyikan tape nya. Lagunya kalau tida salah milik Endang Estaurina. Riau Pos serasa kembali ke zaman dulu. Paginya, senandung lagu Endang Estaurina itu jugalah yang membangunkan Riau Pos di pagi buta.
Seusai bangun, ternyata hujan yang mengguyur Batang Gangsal kemarin berlangsung lama. Air sungai naik dan keruh. Riau Pos pun disarankan untuk mandi di anak sungai. Anak sungai itu, ternyata tetap jernih walau diguyur hujan. Airnya hanya semata kaki, tetapi berarus deras dan jernih. Di sinilah Riau Pos menikmati mandi dengan air sungai yang mengalir.
 Usai mandi, Riau Pos ditawari sarapan pagi. Mereka memasak menggunakan kayu api di dalam rumah. Barah api kayu itu sepertinya tidak padam-padam.
Di Sadan Riau Pos juga diajak untuk melihat air terjun yang tak jauh dari tempat itu. Sayangnya untuk sampai ke tempat itu, ada ancaman pacet. “Kalau hujan begini lagi banyak-banyaknya,” ujar Suwandi. Riau Pos pun mengurungkan niat untuk sampai ke tempat itu.
Petualangan sekitar dua hari itu kami sudahi pagi itu. Dengan naik perahu motor yang tidak lagi melawan arus dan air sungai sedang naik, perjalanan dengan perahu menjadi lebih cepat. Bila perginya membutuhkan waktu sekitar 3 jam, maka pulangnya hanya butuh waktu setengahnya.
    Selamat tinggal Batang Gangsal!

0 komentar:

Posting Komentar