Blogger Tricks


0

Si Sisik yang Terus Diburu

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011

 


TRENGGILING : Habitat trenggiling terganggu karena ulah tangan manusia. Hutan tempat mereka berteduh dan berkembangbiak mulai berkurang. Perburuan daging dan kulitnya menambah kekurangan populasi hewan mamalia ini.

 


Seluruh tubuhnya dilindungi sisik berwarna kecoklatan. Sisik pada bagian punggung dan bagian luar kaki berwarna cokelat terang. Binatang berambut sedikit ini tidak mempunyai gigi. Fisiknya lebih besar dari kucing. Berkaki pendek dengan ekor panjang dan berat. Hewan itu bernama trenggiling (Manis javanica). Saat ini Kehidupannya terus diganggu pemburu hewan yang termasuk langka ini.
Laporan Mashuri Kurniawan, Pekanbaru 
mashurikurniawan@riaupos.co.id
 
Perburuan sampai sekarang masih terus berlanjut. Dikarenakan mahalnya harga daging maupun sisik hewan itu. Kebanyakan trenggiling di ekspor ke luar negeri yakni Thailand, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Cina. Harga daging di pasar dunia sekarang ini sudah mencapai Rp1,1 juta per kilogram. Sedangkan per sisiknya bisa dibeli dengan harga Rp9.500.  
Habitat trenggiling berada di dalam hutan primer dan skunder. Hewan yang unik ini bisa ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Di Riau sendiri habitatnya masih dapat ditemukan di Taman Nasional Tesso Nilo, Cagar Biosfer Siak Giam Kecil, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, dan kawasan hutan primier lainnya.Hanya populasinya saja yang berkurang.
 Makanan hewan itu hanya berupa semut dan  jenis serangga. Dengan  mempergunakan lidah yang terjulur dan bersaput lendir hewan itu bisa menangkap mangsanya. Panjang lidahnya dapat mencapai setengah panjang tubuhnya. Betinanya berkembangbiak dengan melahirkan. Hanya satu anak yang bisa dilahirkan.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Riau, Kurnia Rauf berpendapat, habitat trenggiling terganggu karena disulap menjadi lahan perkebunan. Begitu juga dengan perburuan yang terus dilakukan di seluruh Indonesia dan Riau mengakibatkan hewan itu mulai langka. Terancam punah, menurut Kurnia Rauf bahasa yang tepat atas keberadaan hewan tersebut di Riau.
Populasi trenggiling di alam liar, sambungnya,  sangat berpengaruh besar terhadap ekosistim. Karena, hewan  trenggiling merupakan predator pemakan rayap dan serangga. Bila hewan langka itu punah secara tidak langsung akan berdampak pada perkembangan secara pesat rayap dan semut. Artinya, tentulah berpengaruh besar pada ekosistim lingkungan.
‘’Satwa bersisik tersebut terancam karena diburu manusia untuk diperdagangkan ke Cina, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan negara di Asia,’’ ujarnya.
Dari penuturannya,  Hutan Riau merupakan salah satu habitat terbaik trenggiling. Riau juga sering dijadikan lintasan bagi penyelundup trenggiling ke luar negeri.
Hal itu dikarenakan, Riau jalur paling strategis untuk melakukan penyelundupan hewan itu.Hewan yang pada siang  hari bersembunyi di lubang akar-akar pohon besar itu, jelas Kurnia, belum bisa ditentukan berapa jumlahnya yang hidup di hutan sekarang. ‘’Mungkin jumlahnya hanya berkisar diangka ratusan,’’ ujarnya.
Trenggiling merupakan satwa liar yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Pemburu trenggiling bisa dikenakan hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp100 juta. Walaupun demikian masih banyak pemodal yang membuat jaringan pemburu trenggiling.
Namun demikian, menurut Kurnia Rauf, perburuan hewan yang  juga bisa membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya itu, tetap saja terjadi di Indonesia maupun Riau.
T Riau Ariful dari Rona Lingkungan Riau, menyebutkan, kerusakan hutan yang terjadi sekarang ini sangat membutuhkan langkah cepat untuk pemulihannya.  Yang mana, seluruh masyarakat di Riau harus turut serta mengembalikan  fungsi lingkungan tersebut.  Dengan demikian keseimbangan ekositim bisa terjaga dengan baik.
Didalam hutan yang ada di Riau, jelas Ariful, trenggiling salah satu hewan yang sangat berperan besar memangsa semut dan binatang halus yang bisa merapuhkan pohon. Secara tidak langsung, trenggiling mempertahankan pohon yang ada di dalam hutan dari binatang pengerat. Bila trenggiling terus diburu, menurut dia, bisa memberikan dapampak buruk bagi kehidupan pohon.
‘’Dari informasi yang dihimpun tahun 2010 lalu, jumlah trenggiling berjumlah ratusan ekor. Terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yang berjumlah ribuan ekor.  Penurunan ini dikarenakanMasih terjadinya perburuan hewan mamalia ini. Bila tidak segera dihentikan, dipastikan akan terjadi ketidakseimbangan ekosistim dalam hutan,’’ ujarnya.
Dengan tegas Ariful menyatakan, pembalakan liar dan perburuan hewan ini harus dihentikan secara masal. Masal disini maksudnya, pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat menjaga hutan agar tetap lebat. Biarkan tanaman hutan tetap tumbuh dan hewan bisa berkembangbiak dengan baik.
‘’Saya sangat berharap tidak ada lagi penebangan hutan secara liar. Karena tindakan itu berakibat buruk pada kehidupan flora dan fauna hutan. Kemudian, saya juga berharap tidak terjadi lagi perubahan alih fungsi lahan, sehingga hewan tidak lagi kehilangan habitat aslinya,’’ imbuh Ariful.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian UIR, Ir Rosyadi mengatakan, trenggiling sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya. Sayangnya, trenggiling banyak diburu, bukan dipelihara manusia. Pembunuhan trenggiling secara kejam dilakukan. Untuk mengambil sisik  dan daging.
    ‘’Katanya daging trenggiling di Cina sana dijadikan obat. Sedangkan kulit dan sisiknya untuk bahan kosmetik. Banyak pemburu secara membabi buta melakukan pembunuhan hewan ini. Makanya sekarang masuk  dalam kategori hampir punah,’’ ujarnya.
Inilah kenyataan di Indonesia, bahwa banyak sekali hewan langka asal Indonesia yang diperdagangkan, diselundupkan, diburu dan dibunuh dengan kejam.Perlu  keseriusan pemerintah memberantas praktik-praktik perdagangan hewan langka tak cukup hanya dengan adanya Undang-undang saja.***

0 komentar:

Posting Komentar