DAUR ULANG: Ibu-ibu rumah tangga sibuk mendaur ulang plastik menjadi barang-barang berguna. Dalang Collection menjadi harapan baru untuk bagi ibu-ibu ini.
Inilah kisah sang dalang, dengan lakon 30 orang kepala keluarga yang memperjuangkan hidup mereka melalui 250-300 kilogram sampah plastik setiap bulannya untuk merubahnya menjadi benda-benda perlengkapan sehari-hari yang dapat dimanfaatkan. Mulai dari celemek dapur, dopet hingga koper, sandal sampai payung.
Laporan Andi Noviriyanti andinoviriyanti@riaupos.com
Ketika mendengar nama Dalang Collection kebanyakan asumsi orang akan langsung mengawang aktifitas seni yang memakai seorang dalang sebagai penceritanya, wayang.
Namun jangan salah, dalang disini bukanlah dalang yang membawakan kisah-kisah Mahabrata lewat acara pewayangannya. “Dalang adalah singkatan dari daur ulang”, ujar Sofya Seffen, penggagas sekaligus pemilik usaha daur ulang ini tersenyum menyikapi pertanyaan setengah heran kami (tim Riau Pos, red). Tambahan collection untuk mempercantik namanya, jelasnya lebih lanjut
Meskipun datang di hari libur (27/3) ternyata Dalang Collection tidak mengenal libur. “Karena kegiatan saya ini, di rumah, jadi hari liburpun tetap buka,” terangnya ramah.
Sembari memilah-milah map yang terbuat dari plastik bekas minyak goreng kemasan, Sofya begitu sebutan akrabnya, menceritakan tentang Dalang Collection yang ternyata lebih dikenal di luar kota, “Bahkan kami sudah se-Sumatra,” katanya bangga. Sejak merintis kegiatan kemasyarakatan daur ulang sampah plastik awal 2007 lalu, dalang collection telah melalang buana, mulai dari Natuna, Pangkal Pinang, Jambi, Mentawai hingga ke Aceh.
“Bahkan, untuk beberapa instansi pemerintahan di Bukittinggi, setiap kali mengadakan kegiatan pelatihan atau seminar selalu menjadikan map plastik atau tas plastik daur ulang kami sebagai perlengkapan peserta,” ceritanya sambil menunjukkan tumpukan map dari plastik minyak goreng yang akan dikirim ke Bukittinggi.
Ditanya tentang instansi pemerintah Pekanbaru sendiri. Sofya mengaku baru Dinas Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera (PPES dulunya PPLH) yang menggunakan produk daur ulang ini, sebagai perlengkapan kantor.
“Kami memakai produk ini berupa map, tas, dan taplak meja untuk ruang tamu di kantor,” Ujar Marlina (29), Staf Informasi dan Perpustakaan di PPES.
Selain untuk dipakai sendiri, PPES juga mengunakan produk Dalang Collection untuk menjadi souvenir kepada tamu-tamu yang datang dari luar kota. “Jika mereka merasa tertarik sementara souvenir yang diberikan terbatas, mereka juga turut membelinya,” tambah Lina, panggilan akrabnya. Sebab PPES memang menyediakan tempat khusus untuk galeri Dalang Collection di kantor tersebut.
Demi Para Pekerja
Sementara untuk pekerja sendiri, anggota Dalang Collection tidak hanya datang dari tetangga disekitar tempat tinggal Sofya, “mereka juga ada yang dari Panam, Kulim, pokoknya dari Pekanbaru,” ungkapnya.
Pekerjaan anggota dalang dibedakan sesuai dengan keahlian masing-masing. Ada yang ahli menganyam plastik, menjahit, dan mencuci bahan dasar. Upahnya pun dibedakan sesuai dengan pekerjaan. Misalnya mencuci bahan dasar plastik dihargai Rp4.000 per kilonya setelah bersih. Sementara untuk menjahit minimal Rp3.000 (tergantung ukuran dan kerumitan produk yang di jahit).
“Kami bahkan ada yang memperoleh gaji dua juta dalam sebulannya,” celetuk Mita (24) pekerja daur ulang limbang plastik yang ahli menjahit.
Selain Mita, Yeli (35) yang juga menjadi anggota pekerja di dalang utama menyampaikan pujiannya kepada Tuhan. Sebab dengan adanya kegiatan selingan di Dalang Collection sebagai penjahit tersebut, Yeli bisa membantu menambah perekonomian bagi keluarganya.
Ketergantungan para pekerja terhadap hasil penjualan produksi daur ulang ini, membuat Sofya terus bertekad untuk mempertahankan usaha tersebut. “Semua ini, saya lakoni dengan dana pribadi,” ujarnya, seraya memperlihatkan dompet-dompet kecil berwarna-warni dari plastik pewangi pakaian, yang telah dipesan oleh SD Elit, untuk para siswa mereka.
“Jadi kami sering dikunjungi oleh lembaga atau sekolah-sekolah, nah, nanti mereka akan memesan beberapa barang untuk jadi souvenir,” terangnya. Namun, ironisnya untuk lembaga-lembaga di Pekanbaru sendiri, walaupun pernah mengadakan kunjungan, umumnya tidak memakai dan hanya sekedar melihat. “Tak jarang, produk kami dibilang tidak rapi,” papar staf PPES yang telah bekerja selama 13 tahun ini.
Namun Sofya tidak berkecil hati dengan hal tersebut, “Yah, mau bagaimana lagi, toh, kami memakai mesin jahit second yang saya beli di Pasar Bawah,” tawanya miris.
Namun Dalang Collection juga tidak kalah dalam merancang busana dari plastik. “Kami juga pernah mendapat juara ketiga lomba fashion show yang diselenggarakan di hotel Bumi Asih dalam rangka memperingati hari bumi tahun lalu,” seru Sherin Susan Wulandari, siswa kelas 1 SMP 11 Pekanbaru yang juga anak pertama Sofya.
Selain pakaian, Dalang Collection juga memproduksi, alas kaki, alas meja, tempat minum gelas air mineral, celemek, tas koper, tas ransel, tas laptop, tas pesta, kotak tisu, kotak pensil, topi, sendal, map hingga payung. Semuanya terbuat dari plastik bekas pakai.
Kalau plastik bekas minyak goreng, pewangi pakaian sering digunakan untuk tas dan celemek sebab tekstur plastiknya kuat dan tahan. Sementara untuk pembukus kopi instan sering digunakan untuk tas laptop. Sementara plastik bekas diterjen, akan dianyam untuk dibuat berbagai kreasi lainnya.
“Seni dan selera konsumen juga sangat diperhatikan dalam membuat barang-barang daur ulangnya,” promosi Sofya. Terang saja, tim Riau Pos selain meliput juga sibuk memilih-milih sandal cantik untuk oleh-oleh pulang.
Jalan-jalan Dibiayai
Sampah
“Sampah telah memberikan banyak pengalaman berharga kepada saya,” ujar Nurima (43) yang telah menjadi anggota Dalang Collection sejak 3,5 tahun lalu. “Hal yang tidak saya sangka, ternyata dengan sampah, saya telah melihat hampir seluruh wilayah Sumatera,” tambahnya.
Nurima yang baru pulang dari Mentawai akhir bulan Maret lalu ini mengaku tidak pernah lagi membuang sampah plastik. “Sebagai ibu rumah tangga, melakukan aktivitas di Dalang Collection ini sangat baik buat saya, sambilan menunggu anak dan suami pulang saya bisa mendapatkan tambahan biaya untuk keluarga,” jelas ibu dua anak ini.
Beberapa tempat yang telah dikunjungi Ima, begitu panggilannya adalah Muntok (Pangkal Pinang), Sarolangon dan Kuala Tunggal (Jambi) hingga Sibolga (Medan), sementara untuk daerah Riau sendiri sudah banyak serunya senang (tya-gsj).
Laporan Andi Noviriyanti andinoviriyanti@riaupos.com
Ketika mendengar nama Dalang Collection kebanyakan asumsi orang akan langsung mengawang aktifitas seni yang memakai seorang dalang sebagai penceritanya, wayang.
Namun jangan salah, dalang disini bukanlah dalang yang membawakan kisah-kisah Mahabrata lewat acara pewayangannya. “Dalang adalah singkatan dari daur ulang”, ujar Sofya Seffen, penggagas sekaligus pemilik usaha daur ulang ini tersenyum menyikapi pertanyaan setengah heran kami (tim Riau Pos, red). Tambahan collection untuk mempercantik namanya, jelasnya lebih lanjut
Meskipun datang di hari libur (27/3) ternyata Dalang Collection tidak mengenal libur. “Karena kegiatan saya ini, di rumah, jadi hari liburpun tetap buka,” terangnya ramah.
Sembari memilah-milah map yang terbuat dari plastik bekas minyak goreng kemasan, Sofya begitu sebutan akrabnya, menceritakan tentang Dalang Collection yang ternyata lebih dikenal di luar kota, “Bahkan kami sudah se-Sumatra,” katanya bangga. Sejak merintis kegiatan kemasyarakatan daur ulang sampah plastik awal 2007 lalu, dalang collection telah melalang buana, mulai dari Natuna, Pangkal Pinang, Jambi, Mentawai hingga ke Aceh.
“Bahkan, untuk beberapa instansi pemerintahan di Bukittinggi, setiap kali mengadakan kegiatan pelatihan atau seminar selalu menjadikan map plastik atau tas plastik daur ulang kami sebagai perlengkapan peserta,” ceritanya sambil menunjukkan tumpukan map dari plastik minyak goreng yang akan dikirim ke Bukittinggi.
Ditanya tentang instansi pemerintah Pekanbaru sendiri. Sofya mengaku baru Dinas Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera (PPES dulunya PPLH) yang menggunakan produk daur ulang ini, sebagai perlengkapan kantor.
“Kami memakai produk ini berupa map, tas, dan taplak meja untuk ruang tamu di kantor,” Ujar Marlina (29), Staf Informasi dan Perpustakaan di PPES.
Selain untuk dipakai sendiri, PPES juga mengunakan produk Dalang Collection untuk menjadi souvenir kepada tamu-tamu yang datang dari luar kota. “Jika mereka merasa tertarik sementara souvenir yang diberikan terbatas, mereka juga turut membelinya,” tambah Lina, panggilan akrabnya. Sebab PPES memang menyediakan tempat khusus untuk galeri Dalang Collection di kantor tersebut.
Demi Para Pekerja
Sementara untuk pekerja sendiri, anggota Dalang Collection tidak hanya datang dari tetangga disekitar tempat tinggal Sofya, “mereka juga ada yang dari Panam, Kulim, pokoknya dari Pekanbaru,” ungkapnya.
Pekerjaan anggota dalang dibedakan sesuai dengan keahlian masing-masing. Ada yang ahli menganyam plastik, menjahit, dan mencuci bahan dasar. Upahnya pun dibedakan sesuai dengan pekerjaan. Misalnya mencuci bahan dasar plastik dihargai Rp4.000 per kilonya setelah bersih. Sementara untuk menjahit minimal Rp3.000 (tergantung ukuran dan kerumitan produk yang di jahit).
“Kami bahkan ada yang memperoleh gaji dua juta dalam sebulannya,” celetuk Mita (24) pekerja daur ulang limbang plastik yang ahli menjahit.
Selain Mita, Yeli (35) yang juga menjadi anggota pekerja di dalang utama menyampaikan pujiannya kepada Tuhan. Sebab dengan adanya kegiatan selingan di Dalang Collection sebagai penjahit tersebut, Yeli bisa membantu menambah perekonomian bagi keluarganya.
Ketergantungan para pekerja terhadap hasil penjualan produksi daur ulang ini, membuat Sofya terus bertekad untuk mempertahankan usaha tersebut. “Semua ini, saya lakoni dengan dana pribadi,” ujarnya, seraya memperlihatkan dompet-dompet kecil berwarna-warni dari plastik pewangi pakaian, yang telah dipesan oleh SD Elit, untuk para siswa mereka.
“Jadi kami sering dikunjungi oleh lembaga atau sekolah-sekolah, nah, nanti mereka akan memesan beberapa barang untuk jadi souvenir,” terangnya. Namun, ironisnya untuk lembaga-lembaga di Pekanbaru sendiri, walaupun pernah mengadakan kunjungan, umumnya tidak memakai dan hanya sekedar melihat. “Tak jarang, produk kami dibilang tidak rapi,” papar staf PPES yang telah bekerja selama 13 tahun ini.
Namun Sofya tidak berkecil hati dengan hal tersebut, “Yah, mau bagaimana lagi, toh, kami memakai mesin jahit second yang saya beli di Pasar Bawah,” tawanya miris.
Namun Dalang Collection juga tidak kalah dalam merancang busana dari plastik. “Kami juga pernah mendapat juara ketiga lomba fashion show yang diselenggarakan di hotel Bumi Asih dalam rangka memperingati hari bumi tahun lalu,” seru Sherin Susan Wulandari, siswa kelas 1 SMP 11 Pekanbaru yang juga anak pertama Sofya.
Selain pakaian, Dalang Collection juga memproduksi, alas kaki, alas meja, tempat minum gelas air mineral, celemek, tas koper, tas ransel, tas laptop, tas pesta, kotak tisu, kotak pensil, topi, sendal, map hingga payung. Semuanya terbuat dari plastik bekas pakai.
Kalau plastik bekas minyak goreng, pewangi pakaian sering digunakan untuk tas dan celemek sebab tekstur plastiknya kuat dan tahan. Sementara untuk pembukus kopi instan sering digunakan untuk tas laptop. Sementara plastik bekas diterjen, akan dianyam untuk dibuat berbagai kreasi lainnya.
“Seni dan selera konsumen juga sangat diperhatikan dalam membuat barang-barang daur ulangnya,” promosi Sofya. Terang saja, tim Riau Pos selain meliput juga sibuk memilih-milih sandal cantik untuk oleh-oleh pulang.
Jalan-jalan Dibiayai
Sampah
“Sampah telah memberikan banyak pengalaman berharga kepada saya,” ujar Nurima (43) yang telah menjadi anggota Dalang Collection sejak 3,5 tahun lalu. “Hal yang tidak saya sangka, ternyata dengan sampah, saya telah melihat hampir seluruh wilayah Sumatera,” tambahnya.
Nurima yang baru pulang dari Mentawai akhir bulan Maret lalu ini mengaku tidak pernah lagi membuang sampah plastik. “Sebagai ibu rumah tangga, melakukan aktivitas di Dalang Collection ini sangat baik buat saya, sambilan menunggu anak dan suami pulang saya bisa mendapatkan tambahan biaya untuk keluarga,” jelas ibu dua anak ini.
Beberapa tempat yang telah dikunjungi Ima, begitu panggilannya adalah Muntok (Pangkal Pinang), Sarolangon dan Kuala Tunggal (Jambi) hingga Sibolga (Medan), sementara untuk daerah Riau sendiri sudah banyak serunya senang (tya-gsj).
0 komentar:
Posting Komentar