sejak kaki si Belang Emas tergambar jelas di tanah kuning yang basah, di koridor antara Suaka Margasatwa Rimbang Baling-Bukit Tigapuluh. Tempat ini merupakan lintasan Harimau. Hewan yang memiliki gerakan lentur, gesit dan kuat tersebut, bertahan hidup di alamnya yang sudah berubah menjadi lahan perkebunan sawit.
Laporan Mashuri Kurniawan Pekanbaru mashuri_kurniawan@riaupos.co.id
Habitatnya tersebut kini berubah fungsi sebagai lahan perkebunan sawit. Kondisi ini membuat hewan yang dilindungi dunia tersebut harus berjuang keras agar tidak mati karena kelaparan. Hamparan hijau sawit di koridor antara Rimbang Baling-Bukit Tigapuluh memang sangat menguntungkan bagi mereka yang memiliki uang banyak.
Pemandangan itu dituturkan Syamsidar, Humas WWF Program Riau ketika melakukan penelusuran jejak Harimau dengan tim surveyor WWF Program Riau belum lama ini. Permasalahan ini terjadi karena daerah jelajah harimau sumatera telah berkurang, seiring tidak terkendalinya pemanfaatan hutan di Sumatera.
Data WWF Program Riau mengungkapkan hasil kamera trap, dari kecocokan belang yang didapatkan diperkirakan sebanyak 36 ekor harimau yang masih bertahan hidup, di Riau. Harimau Sumatera yang ada di empat tempat di Riau yaitu di antaranya Tesso Nilo, Kerumutan, Rimbang Baling dan di koridor yang menghubungkan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dengan Bukit Tiga Puluh.
Kawasan hutan lindung yang dikenal sebagai koridor biologi satwa antara Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) itu telah rusak dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit milik perseorangan. Daerah hutan lindung memiliki karakteristik pergunungan ini, hancur akibat dirambah dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Padahal, kawasan lindung yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 254/1984 dan Peraturan Daerah Riau No 10/1994 sebagai kawasan hutan lindung tersebut terkesan dibiarkan rusak dan terbengkalai.
Diakui Syamsidar, sejauh ini belum tersedia data akurat mengenai jumlah harimau Sumatera di Riau.Untuk itulah salah satu alasan WWF melaksanakan study populasi dan distribusi harimau Sumatera khususnya di Riau. Sementara itu data yang pernah dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan lewat hasil penilaian populasi dan keberlangsungan habitat atau PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) tahun 1992 memperkirakan harimau Sumatera di alam sekitar 400 ekor.
Masih data WWF Program Riau Harimau Sumatera dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan dua atau tiga ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak enam ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama delapan minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama lima atau enam bulan.
Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur dua pekan, dan belajar berburu pada umur enam bulan. Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur dua tahun anak harimau dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.
Sementara itu perkiraan terkini menurut data dari berbagai lembaga yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah angka minimal harimau Sumatera sekitar 300 ekor tetapi angka ini baru mengacu pada estimasi di delapan kawasan dari setidaknya 18 kawasan yang teridentifikasi keberadaan harimau di Pulau Sumatera (Departemen Kehutanan: Strategi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera 2007-2017).
Menurut Syamsidar, penyusutan hutan berakibat menyempitnya habitat harimau sumatera, sehingga menyebabkan konflik dengan manusia. Bagaimana tidak, sambungnya, akibat habisnya hutan di Riau, makanan harimau seperti rusa, babi hutan, kera, tidak ada lagi dihabitatnya.
‘’Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi dengan memangsa liar yang ada dibawah pengendaliannya. Sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga,’’ ungkapnya.
Harimau hidupnya di alam, maka biarkan mereka hidup. Harimau punya peranan dalam ekosistem, mereka mengkontrol dan mengendalikan populasi-populasi yang ada di rantai bawah. Secara ekologis mereka sangat penting peranannya.
Harimau jelasnya, memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatera merupakan hewan soliter, dan mereka berburu di malam hari, mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping.
Namun demikian, terang Syamsidar, harimau tidak akan mengganggu manusia. Karena harimau takut dengan manusia. ‘’Harimau Sumatera hewan yang dilindungi undang-undang. Seharusnya semua pihak memiliki tanggungjawab mempertahankan habitat dan kehidupannya. Baik itu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, kesadaran untuk perlindungan habitat harimau harus dipertahankan,’’ imbuhnya.
Pernyataan Syamsidar ini mendapatkan dukungan penuh dari Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Kurnia Rauf. Harimau Sumatera hanya ditemukan di Pulau Sumatra di Indonesia, termasuk di Riau.Hewan langka ini merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah.
Upaya bersama dalam mencari solusi menghadapi ancaman yang dihadapi harimau di dunia, sambungnya, dapat dilakukan dengan mempertahankan habitatnya di hutan dan melestarikan populasinya di alam. Pelestarian satwa kharismatik tersebut juga membutuhkan peran masyarakat.
‘’Masyarakat sangat berperan dalam pelestarian harimau sumatera. Kita harus mempertahankan habitat sarimau sumatera dari kerusakan, pemburuan liar serta melindungi mangsa pakan harimau di habitatnya. Tugas kita semua menyelamatkan harimau ini,’’ terangnya.
Hanya sekitar 300 ekor harimau Sumatera tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian. Harimau Sumatera mengalami ancaman akan kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan.
‘’Habitat harimau yang semakin sempit dan berkurang membuat hewan ini terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia. Seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan. Nah, kita ingin semua ikut terlibat menjaga harimau, agar tidak cepat punah,’’ ungkapnya.***
Laporan Mashuri Kurniawan Pekanbaru mashuri_kurniawan@riaupos.co.id
Habitatnya tersebut kini berubah fungsi sebagai lahan perkebunan sawit. Kondisi ini membuat hewan yang dilindungi dunia tersebut harus berjuang keras agar tidak mati karena kelaparan. Hamparan hijau sawit di koridor antara Rimbang Baling-Bukit Tigapuluh memang sangat menguntungkan bagi mereka yang memiliki uang banyak.
Pemandangan itu dituturkan Syamsidar, Humas WWF Program Riau ketika melakukan penelusuran jejak Harimau dengan tim surveyor WWF Program Riau belum lama ini. Permasalahan ini terjadi karena daerah jelajah harimau sumatera telah berkurang, seiring tidak terkendalinya pemanfaatan hutan di Sumatera.
Data WWF Program Riau mengungkapkan hasil kamera trap, dari kecocokan belang yang didapatkan diperkirakan sebanyak 36 ekor harimau yang masih bertahan hidup, di Riau. Harimau Sumatera yang ada di empat tempat di Riau yaitu di antaranya Tesso Nilo, Kerumutan, Rimbang Baling dan di koridor yang menghubungkan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dengan Bukit Tiga Puluh.
Kawasan hutan lindung yang dikenal sebagai koridor biologi satwa antara Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) itu telah rusak dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit milik perseorangan. Daerah hutan lindung memiliki karakteristik pergunungan ini, hancur akibat dirambah dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Padahal, kawasan lindung yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 254/1984 dan Peraturan Daerah Riau No 10/1994 sebagai kawasan hutan lindung tersebut terkesan dibiarkan rusak dan terbengkalai.
Diakui Syamsidar, sejauh ini belum tersedia data akurat mengenai jumlah harimau Sumatera di Riau.Untuk itulah salah satu alasan WWF melaksanakan study populasi dan distribusi harimau Sumatera khususnya di Riau. Sementara itu data yang pernah dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan lewat hasil penilaian populasi dan keberlangsungan habitat atau PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) tahun 1992 memperkirakan harimau Sumatera di alam sekitar 400 ekor.
Masih data WWF Program Riau Harimau Sumatera dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan dua atau tiga ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak enam ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama delapan minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama lima atau enam bulan.
Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur dua pekan, dan belajar berburu pada umur enam bulan. Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur dua tahun anak harimau dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.
Sementara itu perkiraan terkini menurut data dari berbagai lembaga yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah angka minimal harimau Sumatera sekitar 300 ekor tetapi angka ini baru mengacu pada estimasi di delapan kawasan dari setidaknya 18 kawasan yang teridentifikasi keberadaan harimau di Pulau Sumatera (Departemen Kehutanan: Strategi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera 2007-2017).
Menurut Syamsidar, penyusutan hutan berakibat menyempitnya habitat harimau sumatera, sehingga menyebabkan konflik dengan manusia. Bagaimana tidak, sambungnya, akibat habisnya hutan di Riau, makanan harimau seperti rusa, babi hutan, kera, tidak ada lagi dihabitatnya.
‘’Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi dengan memangsa liar yang ada dibawah pengendaliannya. Sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga,’’ ungkapnya.
Harimau hidupnya di alam, maka biarkan mereka hidup. Harimau punya peranan dalam ekosistem, mereka mengkontrol dan mengendalikan populasi-populasi yang ada di rantai bawah. Secara ekologis mereka sangat penting peranannya.
Harimau jelasnya, memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam, yang membuatnya menjadi pemburu yang sangat efisien. Harimau Sumatera merupakan hewan soliter, dan mereka berburu di malam hari, mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping.
Namun demikian, terang Syamsidar, harimau tidak akan mengganggu manusia. Karena harimau takut dengan manusia. ‘’Harimau Sumatera hewan yang dilindungi undang-undang. Seharusnya semua pihak memiliki tanggungjawab mempertahankan habitat dan kehidupannya. Baik itu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, kesadaran untuk perlindungan habitat harimau harus dipertahankan,’’ imbuhnya.
Pernyataan Syamsidar ini mendapatkan dukungan penuh dari Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Kurnia Rauf. Harimau Sumatera hanya ditemukan di Pulau Sumatra di Indonesia, termasuk di Riau.Hewan langka ini merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah.
Upaya bersama dalam mencari solusi menghadapi ancaman yang dihadapi harimau di dunia, sambungnya, dapat dilakukan dengan mempertahankan habitatnya di hutan dan melestarikan populasinya di alam. Pelestarian satwa kharismatik tersebut juga membutuhkan peran masyarakat.
‘’Masyarakat sangat berperan dalam pelestarian harimau sumatera. Kita harus mempertahankan habitat sarimau sumatera dari kerusakan, pemburuan liar serta melindungi mangsa pakan harimau di habitatnya. Tugas kita semua menyelamatkan harimau ini,’’ terangnya.
Hanya sekitar 300 ekor harimau Sumatera tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian. Harimau Sumatera mengalami ancaman akan kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan.
‘’Habitat harimau yang semakin sempit dan berkurang membuat hewan ini terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia. Seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan. Nah, kita ingin semua ikut terlibat menjaga harimau, agar tidak cepat punah,’’ ungkapnya.***
0 komentar:
Posting Komentar