Blogger Tricks


0

Menemukan Venesia di Batang Sebayang

Riau Pos - For Us Kamis, 15 Desember 2011
 FOTO AMRIYADI BAHAR FOR RIAU POS
MENGIKUTI ARUS: Pemuda Kampar Kiri Hulu berperahu mengikuti arus Sungai Subayang yang cukup deras.

Namun di atas perahu pancung itu, Riau Pos seakan menemukan eksotika Venesia di tempat itu. Kota yang sama dengan Desa-desa di Batang Sebayang, yang hanya bisa dilalui kendaraan air. Kota yang sama-sama tak memiliki jalan raya.  
Laporan Andi Noviriyanti dan Mashuri Kurniawan, 
Kamparkirihulu 
redaksi@riaupos.com.

      Jika Anda pernah menonton film The Tourist yang diperankan Johnny Depp dan Angelina Jolie, pasti Anda sudah punya gambaran tentang indahnya kota air, Venesia, Italia. Tak adanya jalan raya yang membela tanah kelahiran Marcopolo ini, membuat kota ini begitu eksotik dengan perahu gendolanya. Kanal-kanal yang membentang di sela-sela bangunan megah, tua dan eksotis ini membuatnya mendapat prediket kota romantis. Keunikannya sebagai kota air membuatnya menjadi tempat wisata kelas dunia.
 
     Kamis (3/3) lalu, Riau Pos memang tidak berada di atas perahu gendola di Venesia. Riau Pos hanya berada di perahu pancung bermesin tempel, di atas Batang Sebayang. Sebuah anak  sungai yang tak kelihatan wajahnya di peta Provinsi Riau dan menjadi hulu dari Sungai Kampar. Namun di atas perahu pancung itu, Riau Pos seakan menemukan eksotika Venesia di tempat itu. Kota yang sama dengan Desa-desa di Batang Sebayang, yang hanya bisa dilalui kendaraan air. Kota yang sama-sama tak memiliki jalan raya.
     Di tepian Batang Sebayang, memang tidak ada gedung-gedung megah, tua, dan eksotik khas daratan Eropa. Namun soal kemolekan, tepian Batang Sebayang bisa bertanding indah dengan Kota Venesia. Jika di Kota Venesia Anda hanya bisa dibuat terpesona dengan karya manusia, maka di tepian Sungai Sebayang, Anda bisa melihat keindahan karya sang pencipta.
 
     Ada bukit-bukit hijau tinggi menjulang yang saling berlapis. Ibarat dinding hijau yang hidup mengelilingi Batang Sebayang. Ada pula bunga liar dan pohon durian lengkap dengan lebat buahnya yang menggoda mata. Selain itu, beruk dan siamang yang berada di tepian sungai meloncat-loncat di atas ranting. Kelebatan burung yang sedang berburu ikan atau bertengger di bebatuan. Dan tak kalah menariknya ada berbagai batuan sungai dengan berbagai bentuk relief bak dibuat oleh seorang perupa terkenal. Bahkan ada air terjun di tepian sungai yang mengemericikkan airnya. Sungguh sebuah maha karya yang belum dirusak anak Adam.
 
     Jika eksotika itu, Anda anggap belum bisa menandingi Kota Venesia, maka lihatkan ke dalam sungai. Anda bisa melihat beningnya air hingga mata Anda bisa menembus dasar sungai yang beralas pasir dan bebatauan. Anda juga bisa melihat ikan berenang melawan arus ataupun bersembunyi di balik bebatuan. Saking jernihnya sungai itu, Anda tak kan menemukan orang memancing di sungai itu.  Anda hanya akan melihat orang dewasa maupun anak-anak, laki dan perempuan menangkap ikan dengan modal kaca mata renang dan senapan ikan (bentuknya seperti senapan angin mini, pelurunya terbuat dari paku yang diberi tali, dan pelatuknya memakai karet benen).
 
     Jika itupun belum menarik hati Anda, maka ada tawaran kehidupan tradisional yang bisa Anda saksikan di tempat itu. Anda bisa melihat bagaimana masyarakat memanfaatkan sungai sebagai tempat aktivitas vital mereka. Mulai dari tempat mandi, cuci, kakus, menangkap ikan.  Bahkan berdagang di atasnya. Jika di Kalimantan Anda bisa melihat pasar terapung, di sini Anda bisa melihat warung terapung. Menjual berbagai bahan kebutuhan makanan yang kerubungi masyarakat.
 
     Tak puas dengan itu, di sungai itu Anda juga bisa melihat perahu motor melaju hilir mudik. Layaknya melihat permainan jet ski air di lautan lepas sana. Perahu yang melaju dan meninggalkan percikan air sungai yang jernih itu, seperti kembang air di atas sungai. Anda juga bisa melihat aksi arung jeram dengan perahu pancung yang lebih menguji nyali dan piawai bermain menghindari bebatuan sungai.
***

      Jika Anda ingin menemukan suasana seperti yang Riau Pos lihat itu, datanglah di Hari Kamis, Hari Pasar bagi daerah tersebut. Jika bisa dimusim seperti ini, musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Karena pada Hari Kamis, seperti hari besar bagi masyarakat di tempat itu. Mereka yang berada di kampung-kampung Batang Sebayang akan keluar untuk membawa hasil pertanian mereka seperti pisang ataupun petai. Selanjutnya itu juga waktu mereka untuk berbelanja memenuhi kebutuhan bahan pohok sandang maupun papan.
 
     Untuk bisa ke tempat ini, Anda bisa menggunakan kendaraan roda empat sampai ke Pelabuhan Gema ataupun Tanjungbelit. Pelabuhan Gema, berada di depan Pasar Gema, Desa Gema, Ibu Kota Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Jaraknya sekitar 100 km dari Kota Pekanbaru arah Lipatkain. Jika rata-rata kecepatan 60 Km/jam berarti kita akan sampai di Pelabuhan Gema sekitar dua jam. Sayangnya jalan raya lintas Lipatkain – Telukkuantan banyak berlubang. Begitu juga saat membelok ke arah kanan sebelum jembatan Rakik Godang menuju Gema, jalan aspalnya tak mulus. Meski demikian tetap bisa dilalui kendaraan roda empat. Jikapun harus pelan-pelan, paling lambat sampai di Pelabuhan Gema sekitar tiga jam.
     Jika sampai di Gema, turunlah sebentar ke arah sungai di depan pasar Gema. Dekatilah sungai itu. Maka Anda bisa menemukan sungai berair bening. Jangan kaget saat Anda ingin merasakan dinginnya air sungai itu, Anda akan melihat ikan-ikan kecil (namun tidak juga terlalu kecil, seperti ikan pantau, red) berlarian menjahui tangan Anda.
 
     Untung beradventure di Batang Sebayang dengan perahu pancung, Anda bisa memulainya dari Pelabuhan Gema ataupun Tanjungbelit. Kebetulan perahu yang Riau Pos carter berada di Tanjungbelit, desa terakhir di Batang Sebayang, Kecamatan Kampar Kiri Hulu yang dilalui jalan aspal. Dari situlah Riau Pos memulai petualangan dari menyusuri sungai hingga beraung jeram.
 
     Riau Pos menyewa perahu pancung milik Sapri (50). Perahunya bermesin tempel merek Kohnson, Yamaha. Menurut Sapri, memiliki kekuatan 15  PK dan bisa memuat penumpang 15 orang pula. Dari Tanjungbelit, Anda akan menemukan eksotika tepian Batang Sebayang seperti yang Riau Pos kemukakan di awal tulisan.
 
     Riau Pos melewati desa-desa di Sepanjang Sebayang, di Kampar Kiri Hulu. Mulai di Muarobio, Batusanggan, Tanjungberingin, Muaratikun, Gajahbertelut, Aurkuning, dan singgah di Terusan. Di Terusan ini Riau Pos bisa melihat bagaimana cara membuat perahu pancung.
 
     Desa Terusan, menurut Sapri, pemilik sekaligus ikut memandu kami, memang sangat dikenal sebagai tempat pembuatan perahu. Menurut Hasan (55), seorang pengrajin yang kami wawancarai untuk membuat satu perahu dari awal hingga di lepas ke sungai, dikerjakan oleh lima orang. Pembagian tugasnya, diatur oleh kepala tukang.
 
     Kepala tukang, tambahnya, akan menentukan dengan rinci ukuran-ukuran dasar perahu dan bentuk perahu berdasarkan keinginan pemilik. Untuk membuat perahu tersebut, dibutuhkan waktu dua pekan hingga lima bulan. Tergantung ukuran perahu yang ingin dibuat.
 
     ‘’Banyak juga pesanan pembuatan perahu berasal dari luar daerah Kampar. Terutama dari Kuansing (Kuantan Singingi, red). Kita membuat perahu bahan kayunya dari pemesan. Bila ingin bahan dari kita juga bisa dicarikan,’’ ungkapnya.
 
     Untuk jenis bahan kayunya, sambung Hasan, bisa kayu karet, jati dan meranti. Yang penting, ujarnya, perahu yang dihasilkan bisa berlayar mengarungi keganasan arus Sungai Subayang.
Soal harga perahu, menurut Hasan, harganya bervariasi sesuai dengan besar kecilnya ukuran perahu. Mulai dari harga Rp3 juta hingga Rp7 juta. Sementara itu, untuk perahu ukuran besar, biayanya bisa berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta.
 
     Selain Hasan, Riau Pos juga mewawancarai pengrajin perahu lainnya, bernama Uang (56). Menurut Ujang, keterampilan membuat perahu tersebut didapatkan dari orangtuanya.
 
     ‘’Membuat perahu ini butuh ketekunan, sabar dan ulet. Kalau anak mau belajar pasti bisa,’’ kata Ujang sembari terus menjalankan aktivitasnya mengatur posisi papan yang sudah diketam ke kerangka perahu
Meski dikenal sebagai tempat pembuat perahu, namun menurut mereka, hanya beberapa orang yang masih hidup yang kini menekuni menjadi pengrajin perahu. Warisan ilmu pertukangan membuat perahu dari turun-temurun itu kini memang semakin jarang diminati oleh kalangan muda.
 
     Selanjutnya dari Terusan, Riau Pos terpaksa berbagi kelompok. Tiga orang, melanjutkan perjalanan ke Hulu Sungai Sebayang, sementara tiganya lagi tinggal di terusan. Pasalnya perahu bermesin Johnson akan sulit masuk ke Subayangjaya dan Pangkalanserai. Mengingat kondisi sungai cukup dangkal dan arus sungai semakin kuat serta medan semakin berat. Hanya dengan perahu robin (berukuran kecil) bisa masuk ke tempat itu.
 
     Namun, meskipun telah berbagi kelompok, ternyata tidak gampang mencari juru kemudi untuk sampai ke kedua desa terakhir, di Batang Sebayang, Kampar Kiri Hulu tersebut. Juru kemudi ahli melewati arus yang semakin deras dan berbatu tersebut. Setelah lama duduk menunggu juru kemudi yang mau, Riau Pos diantar Jemaris (salah seorang penduduk desa Terusan) dengan perahu pancung bermensin tempel robin ke pondok kebun karet milik Sudir (38) yang berada di tepi sungai. Hanya ada dua orang di Desa Terusan yang biasa ke Pangkalan Serai. Salah satunya Sudir. Sudirlah yang kemudian mengantar Riau Pos ke desa terakhir tersebut.
 
     Saat naik perahu bermesin robin, maka petualangan di perahu pancung itu seperti sedang bermain arung jeram. Apalagi duduk di bagian perahu nomor urut dua dari belakang. Maka siap-siaplah selalu diguyur air sungai. Kelokan-kelokan sungai yang berbatu, menguji adrenalin. Untunglah Sudir (38), yang menjadi juru kemudi perahu Riau Pos sudah ahli melintasi medan tersebut.
 
     Usai di Pangkalanserai, Riau Pos bergerak pulang. Sebelum sampai di Tanjungbelit, meskipun hari menjelang sore, Riau Pos mencoba singgah di Air Terjun Batu Dinding. Objek wisata yang kerap dikunjungi masyarakat dari Pekanbaru dan Kampar ini tidak tepat berada di aliran Sungai Sebayang. Tetapi agak ke dalam, bisa ditempuh dengan jalan darat maupun jalan sungai. Air terjun dengan ketinggian lebih kurang tiga meter ini berada didalam hutan. Banyak orang yang singgah ke tempat itu untuk mandi sembari membawa bekal makanan ke tempat itu. Terutama di Hari Ahad.
    ***
 
     Meskipun memiliki kemolekan alam yang cukup luar biasa dan kehidupan yang masih jauh dari pencemaran lingkungan, namun kegiatan Ekowisata di Batang Sebayang tidak pernah tergarap serius. Kepala Dinas Pariwisata Kampar, Syamsul Bahri, pekan lalu, memang mengatakan Sungai Subayang merupakan objek wisata yang sangat alami. Ia menyebutkan itu tempat rekreasi bagi masyarakat Kampar maupun luar daerah.    ‘’Memang ada keinginan kita mengelola Sungai Subayang menjadi ekowisata di Kampar. Kita tunggu saja nanti hasilnya ya. Masih dalam pembahasan serius,’’ ujarnya  saat dihubungi Riau Pos melalui selulernya.
 
     Sementara itu Camat Kampar Kiri Hulu Martiyus dan Marzali yang dihubungi kemarin, potensi ekowisata memang ada. Namun menurutnya, infrastruktur yang lemah di tempat itu, membuat ekowisata akan sulit berkembang. Menurutnya, biaya untuk mengarungi sungai di tempat itu masih relatif mahal, karena harga bahan bakar mesin tempelnya juga mahal.
 
     Sebagai informasi, untuk mengarungi sungai tersebut, Riau Pos menyewa perahu johnson Rp400 ribu rupiah dan perahu robin Rp150 ribu rupiah. Jadi totalnya Rp550.00 Memang biayanya cukup mahal bila dibandingkan menyewa mobil. Meski demikian, rasanya pengalaman berpetualang di Batang Sebayang layak dihargai segitu.
     Jika sampai di Gema, turunlah sebentar ke arah sungai di depan pasar Gema. Dekatilah sungai itu. Maka Anda bisa menemukan sungai berair bening. Jangan kaget saat Anda ingin merasakan dinginnya air sungai itu, Anda akan melihat ikan-ikan kecil (namun tidak juga terlalu kecil, seperti ikan pantau, red) berlarian menjahui tangan Anda.
 
     Untung ber-adventure   di  Batang Sebayang dengan perahu pancung, Anda bisa memulainya dari  Pelabuhan Gema ataupun Tanjungbelit. Kebetulan perahu yang Riau Pos carter berada di Tanjungbelit, desa terakhir di Batang Sebayang, Kecamatan Kampar Kiri Hulu yang dilalui jalan aspal. Dari situlah Riau Pos  memulai petualangan dari menyusuri sungai hingga beraung jeram.
 
     Riau Pos menyewa perahu pancung milik Sapri (50). Perahunya bermesin tempel merek Kohnson, Yamaha. Menurut Sapri, memiliki kekuatan 15  PK dan bisa memuat penumpang 15 orang pula. Dari Tanjungbelit, Anda akan menemukan eksotika tepian Batang Sebayang seperti yang Riau Pos kemukakan di awal tulisan.
 
     Riau Pos melewati desa-desa di Sepanjang Sebayang, di Kampar Kiri Hulu. Mulai di Muarobio, Batusanggan, Tanjungberingin, Muaratikun, Gajahbertelut, Aurkuning, dan singgah di Terusan. Di Terusan ini Riau Pos bisa melihat bagaimana cara membuat perahu pancung.
 
     Desa Terusan, menurut Sapri, pemilik sekaligus ikut memandu kami, memang sangat dikenal sebagai tempat pembuatan perahu. Menurut Hasan (55), seorang pengrajin yang kami wawancarai untuk membuat satu perahu dari awal hingga di lepas ke sungai, dikerjakan oleh lima orang. Pembagian tugasnya, diatur oleh kepala tukang.
 
     Kepala tukang, tambahnya, akan menentukan dengan rinci ukuran-ukuran dasar perahu dan bentuk perahu berdasarkan keinginan pemilik. Untuk membuat perahu tersebut, dibutuhkan waktu dua pekan hingga lima bulan. Tergantung ukuran perahu yang ingin dibuat.
 
     ‘’Banyak juga pesanan pembuatan perahu berasal dari luar daerah Kampar. Terutama dari Kuansing (Kuantan Singingi, red). Kita membuat perahu bahan kayunya dari pemesan. Bila ingin bahan dari kita juga bisa dicarikan,’’ ungkapnya.
 
     Untuk jenis bahan kayunya, sambung Hasan, bisa kayu karet, jati dan meranti. Yang penting, ujarnya, perahu yang dihasilkan bisa berlayar mengarungi keganasan arus Sungai Subayang.
 
     Soal harga perahu, menurut Hasan, harganya bervariasi sesuai dengan besar kecilnya ukuran perahu. Mulai dari harga Rp3 juta hingga Rp7 juta. Sementara itu, untuk perahu ukuran besar, biayanya bisa berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta.
 
     Selain Hasan, Riau Pos juga mewawancarai pengrajin perahu lainnya, bernama Uang (56). Menurut Ujang, keterampilan membuat perahu tersebut didapatkan dari orangtuanya.
 
     ‘’Membuat perahu ini butuh ketekunan, sabar dan ulet. Kalau anak mau belajar pasti bisa,’’ kata Ujang sembari terus menjalankan aktivitasnya mengatur posisi papan yang sudah diketam ke kerangka perahu
Meski dikenal sebagai tempat pembuat perahu, namun menurut mereka, hanya beberapa orang yang masih hidup yang kini menekuni menjadi pengrajin perahu. Warisan ilmu pertukangan membuat perahu dari turun-temurun itu kini memang semakin jarang diminati oleh kalangan muda.
 
     Selanjutnya dari Terusan, Riau Pos terpaksa berbagi kelompok. Tiga orang, melanjutkan perjalanan ke Hulu Sungai Sebayang, sementara tiganya lagi tinggal di terusan. Pasalnya perahu bermesin Johnson akan sulit masuk ke Subayangjaya dan Pangkalanserai. Mengingat kondisi sungai cukup dangkal dan arus sungai semakin kuat serta medan  semakin berat. Hanya dengan perahu robin (berukuran kecil) bisa masuk ke tempat itu.
 
     Namun, meskipun telah berbagi kelompok, ternyata tidak gampang mencari juru kemudi untuk sampai ke kedua desa terakhir, di Batang Sebayang, Kampar Kiri Hulu tersebut. Juru kemudi ahli melewati arus yang semakin deras dan berbatu tersebut. Setelah lama duduk menunggu juru kemudi yang mau, Riau Pos diantar Jemaris (salah seorang penduduk desa Terusan) dengan perahu pancung bermensin tempel robin ke pondok kebun karet milik Sudir (38) yang berada di tepi sungai. Hanya ada dua orang di Desa Terusan yang biasa ke Pangkalan Serai. Salah satunya Sudir. Sudirlah yang kemudian mengantar Riau Pos ke desa terakhir tersebut.
 
     Saat naik perahu bermesin robin, maka petualangan di perahu pancung itu seperti sedang bermain arung jeram. Apalagi duduk di bagian perahu nomor urut dua dari belakang. Maka siap-siaplah selalu diguyur air sungai. Kelokan-kelokan sungai yang berbatu, menguji adrenalin. Untunglah Sudir (38), yang menjadi juru kemudi perahu Riau Pos sudah ahli melintasi medan tersebut.
 
     Usai di Pangkalanserai, Riau Pos bergerak pulang. Sebelum sampai di Tanjungbelit, meskipun hari menjelang sore, Riau Pos mencoba singgah di Air Terjun Batu Dinding. Objek wisata yang kerap dikunjungi masyarakat dari Pekanbaru dan Kampar ini tidak tepat berada di aliran Sungai Sebayang. Tetapi agak ke dalam, bisa ditempuh dengan jalan darat maupun jalan sungai. Air terjun dengan ketinggian lebih kurang tiga meter ini berada didalam hutan. Banyak orang yang singgah ke tempat itu untuk mandi sembari membawa bekal makanan ke tempat itu. Terutama di Hari Ahad.
    ***
      Meskipun memiliki kemolekan alam yang cukup luar biasa dan kehidupan yang masih jauh dari pencemaran lingkungan, namun kegiatan Ekowisata di Batang Sebayang tidak pernah tergarap serius.
Kepala Dinas Pariwisata Kampar, Syamsul Bahri, pekan lalu, memang mengatakan Sungai Subayang merupakan objek wisata yang sangat alami. Ia menyebutkan itu tempat rekreasi bagi masyarakat Kampar maupun luar daerah.    
     ‘’Memang ada keinginan kita mengelola Sungai Subayang menjadi ekowisata di Kampar. Kita tunggu saja nanti hasilnya ya. Masih dalam pembahasan serius,’’ ujarnya  saat dihubungi Riau Pos melalui selulernya.
 
     Sementara itu Camat Kampar Kiri Hulu Martiyus dan Marzali yang dihubungi kemarin, potensi ekowisata memang ada. Namun menurutnya, infrastruktur yang lemah di tempat itu, membuat ekowisata akan sulit berkembang.  Menurutnya, biaya untuk mengarungi sungai di tempat itu masih relatif mahal, karena harga bahan bakar mesin tempelnya juga mahal.
 
     Sebagai informasi, untuk mengarungi sungai tersebut, Riau Pos menyewa perahu johnson Rp400 ribu rupiah dan perahu robin Rp150 ribu rupiah. Jadi totalnya Rp550.00 Memang biayanya cukup mahal bila dibandingkan menyewa mobil. Meski demikian, rasanya pengalaman berpetualang di Batang Sebayang layak dihargai segitu.***

0 komentar:

Posting Komentar