Air dari akarSungai kecil di tengah-tengah Hutan Larangan Adat Rumbio menjadi hulu dari sejumlah anak-anak sungai Kampar.
Suara Alam di Hutan Adat Larangan Kenegrian Rumbio
Pesona alam membentang sepanjang perjalanan menuju kawasan Hutan Larangan Adat Kenegrian Rumbio. Kesejukan alam, gemericik air sungai yang berwarna bening-berpasir putih bersih, membelah kawasan hutan, tersimpan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya.
Laporan : Mashuri Kurniawan : Kampar
Hawa segar terasa menyentuh kulit, Senin (24/1) sekitar pukul 13.15 WIB ketika tim For Us Riau Pos menuju lokasi hutan dengan jarak 2 Kilometer dari jalan besar lintasan Bangkinang. Bentangan sawah, barisan pohon karet dan bambu, angin damai menyapa wajah dengan lembut, diiringi nyanyian alam rimba yang terus mewarnai perjalanan tim yang dipandu salah seorang anak kemenakan di Kenegerian Rumbio, Masriadi dan temannya Wahyudi.
Jalan menuju kawasan hutan lebih kurang hanya 500 meter saja beraspal halus. Sedangkan 1,5 Kilometer lagi hanya jalan pengerasan tanah. Sebelum menuju kawasan hutan setiap kendaraan harus melewati jembatan yang hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat.
Dibawah jembatan ini terdapat aliran air jernih Sungai Tanduok. Pemandangan ibu mencuci dan ramainya anak mandi, derasnya gemericik air serasa menghilangkan kejenuhan dari hiruk pikuknya aktivitas perkotaan. Ketenangan dan kesederhanaan penduduk setempat dapat dirasakan dilokasi menuju kawasan hutan. Perjalanan tidak sampai disitu. Ada perasaan was-was saat melewati medan menuju kawasan hutan yang berkelok-kelok, dengan cukup banyak tanjakan selayaknya jalan yang membelah perbukitan. Hamparan pemandangan hijau, hembusan angin sepoi-sepoi akan membayar semua jerih payah menuju lokasi, begitu melihat keindahan alam disekeliling.
Sekitar pukul 13.30 WIB tim tiba disebuah perkebunan karet milik masyarakat tempatan. Dipandu Masriadi yang juga Ketua Yayasan Pelopor tim masuk kedalam kawasan hutan yang berlokasi di Desa Padang Mutung, Rumbio, dan Pulau Sarak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar ini.
Begitu memasuki Kawasan Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, hawa sejuk pun menjamah tubuh dengan penuh kelembutan. Sementara itu keindahan alam makin terasa tatkala kemegahan alam yang terhampar tegar di wilayah yang penuh pesona ini.
Memasuki kawasan hutan akan terhirup partikel-partikel oksigen yang berada di area hutan, membuat paru-paru menjadi segar kembali, jauh dari polusi kendaraan. Daun kering, pohon tinggi menjulang kelangit, bunyi serangga dan hewan lain bercampur seperti alunan musik alam yang pastinya akan membuat rasa tenang, nyaman dan lepas dari beban kehidupan sehari-hari. "Krek...krek...krek," bunyi suara ranting, daun kering karena injakan kaki tim mengiringi perjalanan kedalam hutan. Pemandangan sekeliling hutan bisa dilihat pohon besar yang menjulang tinggi. Bahkan ada pohon didalam kaawasan hutan dengan luas lebih kurang 570 hektar ini berusia ratusan tahun lamanya. Diameternya lebih kurang empat pelukan manusia dewasa.
Di kanan kiri kawasan hutan pemandangan pohon meranti, tempas, batu, jelutung, kulim, kayu tembusu, serta berbagai jenis pohon lainnya bisa dilihat. Mempertahankan hutan tetap asri dan alami tampaknya tetap dipertahankan penduduku tempatan.
Fauna yang terdapat di kawasan hutan di antaranya,babi Hutan
bajing, beruang, beruk, biawak, cengkok, enggang, kijang, landak, monyet, raja udang, rusa, simpai, tiung, trenggiling, tupai, ungko.
Gemericik Air dari Hutan Sumber Kehidupan
Menuju sungai yang membelah hutan tim harus melewati jalan menurun. Lebih kurang 20 meter dari jalan berbukit untuk menuju sungai. Setibanya di sungai, begitu masuk kedalam air, serasa dingin dan segar. Airnya juga bisa dikonsumsi. Rasanya manis dan segar.
Hutan Adat Kenegerian Rumbio, bagi Masriadi yang juga Sekretariat Lembaga Kerapatan Adat Kenegerian Rumbio, hutan ini bagi masyarakat sekitar disamping berfungsi sosial oleh masyarakat adat juga berfungsi lingkungan dan sebagai sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat disekitarnya.
Dari pinggiran bukit kawasan Hutan Larangan Adat ini keluar sumber-sumber air yang begitu bening dan dapat langsung diminum tanpa dimasak. Ribuan masyarakat Kenegerian Rumbio dan desa-desa tetangga memperoleh air minum yang bersumber dari kaki bukit tepi hutan larangan. Setiap hari puluhan ribu liter air bersih diambil dari berbagai sumber mata air dan didistribusikan keberbagai daerah sampai ke Bangkinang hingga Kota Pekanbaru.
''Bagi penduduk sekitar Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, merupakan sumber kehidupan penopang. Bila hutan ini habis maka bencana alam banjir dan longsor akan terjadi. Makanya kami menjaga hutan agar tetap alami,'' ujarnya kepada Riau Pos.
Dari penuturan Masriadi, ada delapan mata air di kaki bukit hutan larangan adat tersebut. Airnya sangat jernih, seperti air mineral yang dijual pakai galon. Hingga tak jarang masyarakat di kawasan itu banyak yang langsung meminum air tersebut tanpa dimasak.
Riau Pos juga merasakan kesegaran air ini. Bahkan sampai ke kerongkongan terasa segar. Lebih segar dari minuman kemasan. Satu mobil pick up dengan isi 20 jeregen isi 15 liter air hanya membayar Rp10.000 saja.Konon katanya air ini bisa membuat orang awet muda tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
''Air ini tidak seperti pada umumnya, masyarakat setempat meyakini bahwa air bila diminum bisa awet muda. Kami penduduk tempatan untuk selalu menjaga hutan tetap alami. Jangan ada yang lakukan penebangan hutan,'' tegasnya.
Apa yang dilakukan Yayasan Pelopor dan masyarakat tempatan di Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio sudah semestinya menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. Berfikir, bagaimana mempertahankan dan melestarikan alam. Dengan begitu, alam kembali bersahabat dan tidak ada lagi bencana alam banjir dan tanah longsor di Riau.
"Raung Buldozer, gemuruh pohon tumbang.
Berpadu dengan jerit isi rimba raya.
Tawa kelakar badut badut serakah.
Tanpa HPH berbuat semaunya," kira-kira begitulah lirik lagu milik Iwan Fals dengan judul Lestarikan Alam patut dilakukan seluruh manusia diatas bumi ini. Bersahabat dengan alam memang harus dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar