Blogger Tricks


0

For Us: Mengintip Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Riau Pos - For Us Selasa, 06 Desember 2011

Limbah rumah sakit kerap menjadi hal sensitif, baik bagi pihak rumah sakit sendiri, maupun bagi masyarakat.  Dan, berapa banyak dari kita yang tahu, bahwa ternyata limbah rumah sakit bisa dikelola mulai dengan dana Rp 30.000 hingga 1 Milyar Rupiah.
Laporan Mashuri Kurniawan, Pekanbaru
mashurikurniawan@riaupos.co.id
Meskipun suasana rumah sakit terlihat sibuk, namun menjelang sore, Jumat (20/5) Dokter Syafli Rasyid, Direktur Medis Rumah Sakit Tabrani, menyempatkan diri menemui tim Save The Earth, Riau Pos . Ditemui secara mendadak tidak menyebabkan pria yang telah memulai karir dokternya sejak tahun 1986 ini enggan.
“Pengolahan limbah rumah sakit di sini masih secara konvensional,” terangnya menjawab pertanyaan awal tim save the earth. Ada dua jenis limbah yang diolah secara khusus, tambahnya lagi, yaitu limbah padat dan cair.
Direktur yang sekaligus dokter umum ini juga menjelaskan bahwa limbah padat terbagi lagi menjadi dua, yaitu limbah padat rumah tangga dan medis. “Limbah padat medis merupakan limbah padat hasil buangan dari kegiatan-kegiatan penyembuhan penyakit,” ujarnya.
Misalnya, ungkap Safly contohkan, sarung tangan medis, jarum suntik, perban, pampers yang digunakan untuk ibu-ibu melahirkan atau bayi, selang infuse atau kateter (selang khusus yang dimasukkan ke dalam organ si sakit ketika kesulitan untuk buang air, red).
“Limbah ini akan dibersihkan atau dievakuasi secara manual,” terangnya, sambil  mengajak tim save the earth melihat tempat pengolahan limbah padat di rumah sakit yang beralamat di Jalan Sudirman tersebut. Di bangunan semi permanent  yang berbentuk rumah mungil, ukuran 3x4 meter ini limbah padat rumah sakit dievakuasi. “Itu burner atau mesin pembakar,” jelas Safly sambil menunjuk sebentuk benda yang terbuat dari besi menempel di bak pembakaran.
Di sini, ujarnya lagi, limbah padat dibakar dengan suhu 1000 derajat celcius dalam waktu satu jam. “Hasil akhirnya berupa debu,” Pukasnya. Safly juga menyatakan bahwa debu tersebut tidak membahayakan kesehatan masyarakat, serta lingkungan sekitar RS, terutama air dan tanah.
Tidak jauh dari tempat pengolahan limbah padat, hanya berjarak sekitar sepuluh meter, terdapat lokasi pengolahan limbah cair.  Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RS Tabrani berupa kotak-kotak yang terdiri dari tujuh lajur. Kotak di lajur pertama berukuran separuh dari lajur lainnya. Sementara lajur kedua, tiga dan ketujuh dibagi menjadi dua. Jika dinomorkan akan menjadi 2a, 2b, 3a 3b, 7a, 7b. kotak ini dibuat dipermukaan tanah. “jika ditotalkan jumlahnya Sembilan kotak,” tutur Safly.
Pengolahan IPAL dengan cara konvensional ini sangat sederhana. Di mana limbah cair medis yang berupa limbah kamar operasi, limbah ruang ICU, reagen-reagen (limbah kimia laboraturim, red), serta limbah hasil pengolahan dapur RS, dialiri dengan pipa khusus menuju kotak nomor satu.
Setelah diendapkan sesaat dikotak pertama ini, selanjutnya limbah cair yang sedikit lebih baik akan dialiri ke kotak nomor dua. Di sini, limbah akan kembali mengendap dan selanjutnya dipompakan dengan pemompa khusus ke kotak nomor tiga. Di kotak ini dan kotak nomor empat limbah akan diendapkan terus hingga sampai kekotak nomor lima dan enam.
Khusus untuk kotak kotak 3b dan kotak empat diberi pompa blower berkekuatan 2500 watt. yaitu mesin pembuat angin yang gunanya untuk mengoksigenasi cairan. “Oksigen di dalam limbah sangat sedikit karena habis digunakan untuk proses oksidasi reduksi oleh limbah itu sendiri,” ungkap Dokter yang juga pernah menjadi direktur RS Ibnu Sina ini.
Selanjutnya limbah cair  yang sudah di oksigenasi dialirkan ke kotak nomor lima dan enam. Setelah sesaat mengendap di sini limbah akan dialirkan ke kotak di lajur tujuh. “Di kotak ini, kami memelihara lele,” cerita Safly, sambil menunjukkan lele yang sesekali menampakkan diri dari kolam limbah tersebut.
Untuk membantu penguraian limbah kami memakai bakteri pengurai.  Meskipun dijual secara bebas namun tidak gampang menemukan produk bakteri pengurai ini, aku Safly. Mengenai harga, Safly bertutur pihak RS hanya mengeluarkan dana 30.000 rupiah perbotol bakteri yang cukup untuk tiga bulan penguraian. “Lebih murah, namun hasilnya sangat maksimal,” katanya tersenyum.
Selain dengan cara konvensional, cara lain pengolahan limbah rumah sakit adalah dengan mesin khusus. “Tahun 2009 harga mesin tersebut berkisar 1 Milyar per unit,” kenang Safly. Bahkan, tutur Safly kemudian, kita bisa memelihara ikan di air hasil pengolahan limbah dengan mesin modern tersebut.
Pengolahan limbah RS turut diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup. “Undang-Undang terbaru yang mengatur persoalan limbah RS yaitu UU nomor 32 tahun 2009,” ujar Rosita Gurun, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Propinsi Riau.
Undang-undang ini mengatur tentang tata pengolahan limbah sebuah usaha atau kegiatan, lanjutnya lagi. Rosita, begitu panggilan akrabnya, juga menjelaskan bahwa BLH memiliki tim khusus yang akan memantau persoalan limbah, baik di RS, hotel, restoran dan pemukiman.
“Tim akan mencatat persoalan apa yang sedang dialami oleh instansi atau kelompok masyarakat tersebut terkait dengan persoalan limbah,” terangnya.(tya-gsj)
 
   





0 komentar:

Posting Komentar