internet
BUDIDAYA : Ikan Baung sudah mulai dilakukan pembudayaannya oleh petani ikan Desa Temiang. Bagi masyarakat sekitar ikan ini membawa berkah.
Memanfaatkan lahan tidur untuk membudidayakan ikan baung belum banyak dilakukan petani ikan di Riau. Namun di Desa Temiang, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis budidaya itu sudah dilaksanakan dan berhasil.
Laporan Mashuri Kurniawan Bengkalis
mashurikurniawan@riaupos.co.id
Ikan baung adalah nama yang termasuk ke dalam marga Hemibagrus , suku Bagridae. Penyebarannya sampai di India, Asia Tenggara, dan Cina Selatan. Biasanya jenis ikan itu membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang.
Ikan baung menyukai tempat yang tersembunyi, berlindung dibawah akar pohondi dalam air. Ikan itu keluar sarang sebelum hari petang. Setelah hari gelap, ikan baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa. Namun begitu tetap berada disekitar sarang dan segera, masuk ke sarang bila ada gangguan.
Di Riau sendiri ikan ini bisa ditemukan di Sungai Kampar dan Sungai Siak. Hanya saja, habitatnya sudah mulai berkurang. Dikarenakan, ulah manusia yang selalu melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sungai. Pembuangan sampah dan limbah cair ke dalam sungai mengakibatkan ikan ini sulit berkembang biak.
Padahal, ikan baung ini termasuk ikan yang sangat digandrungi diseluruh dunia. Khususnya masyarakat Riau. Secara distribusi geografis ikan baung, selain di perairan Indonesia, juga terdapat di Hindia Timur, Malaya, Indocina, dan Thailand. Ikan yang menyebar luas di India, Cina selatan dan AsiaTenggara.
Di Indonesia ikan ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti Ikan Sogo (Jawa Tengah) , Sengol (Jawa Barat) , Baung (kebanyakan Sumatera) , Ikan Teiken (Sumatera Utara) , Ikan Tagih atau Tegeh (JawaTimur) , Ikan Niken (Kalimantan Barat) , Ikan Patik (Kalimantan Selatan) , Ikan Kendiya (Kalimantan Tengah) , Ikan Baung Putih (Kalimantan Timur).
Permasalahan inilah yang memerlukan perhatian serius oleh seluruh masyarakat Riau. Sebab, bila terus dilakukan pengrusakan habitat ikan pada sungai, bukan hanya ikan baung saja musnah, tetapi seluruh ekosistim di sungai bisa terganggu. Perkembangbiakan ikan harus dilakukan. Jangan sampai musnah.
Melihat permasalahan inilah, masyarakat Desa Temiang, Kecamatan Bukit Datuk, Kabupaten Bengkalis melakukan pengembangbiakan Ikan Baung. Bagi masyarakat Desa Temiang, ikan itu membawa berkah bagi seluruh masyarakat. Kelestariannya juga mulai dijaga dengan baik oleh masyarakat.
Rabu (14/12) lalu, Riau Pos berkunjung ke lokasi Desa Temiang ditemani Slamet (37). Desa ini dikelilingi perkebunan kelapa sawit dan karet. Hampir diseluruh rumah masyarakat ditanami perkebunan sawit dan karet. Kebanyakan mereka yang tinggal di Desa Temiang bekerja sebagai petani dan nelayan. Hanya sedikit sebagai PNS.
Panas terik matahari begitu terasa di kulit siang itu. Waktu menunjukan pukul 10.15 WIB. Pemandangan pohon sawit berdiri dengan buahnya yang bernilai tingi, Riau Pos menelusuri perkampungan Desa Temiang untuk melihat secara langsung lokasi pengembangbiakan Ikan Baung.
Dalam perjalanan tersebut, Riau Pos berhentilah disalah satu perumahan warga yang berhasil mengembangbiakan Ikan Baung dan Lele. Pria separuh baya ini mengaku bernama Bambang (51). Dia menyambut kedatangan Slamet dan Riau Pos masuk kedalam pekarangan rumahnya.
“Mencari apa nak,” Tanya Bambang kepada Slamet. “Ini pakde ada teman mau melihat pengembangbiakan Ikan Baung,’’ kata Slamet. Bambang membawa Riau Pos dan Slamet menuju kolam dibelakang rumahnya. Bersama dengan enam kepala keluarga di Desa Temiang Bambang melakukan pengembangbiakan Ikan Baung.
Selama melakukan pengembangbiakan ikan itu, Bambang dibantu Fakultas Pertanian, Universitas Islam Riau. Kolam milik Bambang berukuran 6 meter x 7 meter. Didalam kola mini ikan dimasukan dalam jarring rapat. Dengan begitu ikan tidak akan mudah keluar dari dalam jaring. Kemudian, memberikan kemudahan memberi makan.
Bambang menyebutkan, biasanya ikan itu paling disukai adalah perairan yang tenang, bukan air yang deras. Karenaitu, ikan baung banyak ditemukan di rawa-rawa, danau-danau, waduk dan perairan yang tenang lainnya. Sayang, kata dia, banyak rawa dan danau sekarang ini berubah menjadi bangunan beton.
Pencemaran yang terjadi di sungai dan anak sungai, sambungnya, sangat mengganggu perkembangbiakan ikan tersebut. Karena, sifat ikan itu sangat rentan terhadap penyakit dan gangguan. Permasalahan inilah yang mendapatkan perhatian masyarakat Desa Temiang.
Menurut dia, bagaimana memanfaatkan lahan tidur atau tidak dipergunakan menjadi berguna. Untuk awal pembuatan kolam memang dinilai Bambang memerlukan waktu yang lama. Ikan Baung tidak sembarangan bisa hidup selain di habitatnya. Apalagi habitat buatan.
Namun lanjutnya, dibantu Fakultas Pertanian UIR, upaya pengembangbiakan Ikan Baung berhasil dilakukan. Bahkan, sekarang ini nilai ekonomis ikan itu memberikan dampak besar pada peningkatan ekonomi mereka.
Apalagi, kalau ikan tersebut dijadikan salai, harganya bisa mencapai Rp130.000 per kilogram. Kalau ikan basah Rp55.000 hingga Rp60.000 per kilogram. Kebanyakan pembelinya langsung datang ke Desa Temiang untuk membeli Ikan Baung salai maupun yang basah.
Pemandangan disekeliling kolam milik Bambang ditanami pepohonan hijau dan rindang. Udara disekeliling kolam terasa sejuk. Bersama dengan Slamat, Riau Pos diperkenankan memancing Ikan Baung didalam kolamnya. Mata kail dikasih umpan cacing. Begitu mata kail masuk ke dalam air ratusan ikan langsung menyambarnya secara bergantian.
Sayangnya ikan baung tidak bisa tertangkap. Usaha terus dilakukan, akhirnya setelah menunggu selama 15 menit Ikan Baung berukuran dua jempol manusia berhasil dididapatkan Slamet. ‘’Lumayan sulit narik ikannya ya pakdem’’ ujar Slamet seraya tersenyum kearah Bambang.
Bambang mengatakan, induk ikan baung dapat dikembangbiakkan di kawasan tersebut berasal dari Balai Benih Ikan UIR. Tetapi, ada juga dari sungai dan rawa yang ada di Desa Temiang. Hal tersebut dilakukan agar karakter dan sifat peranakan yang dihasilkan nantinya sesuai dengan tempat pemeliharaannya, yakni di dalam kolam.
“Perlu diketahui bahwa sebagian besar petani ikan di Riau dan sekitarnya menggunakan media sungai sebagai tempat membesarkan ikan. Kami di dalam kolam sebagai tempat penangkarannya,” katanya.
Waktu menunjukan pukul 16.12 WIB, saat berbincang dengan Bambang, seorang pria yang merupakan petani ikan baung dan lele, Miriadi (47) mendatangi kolam. Wajahnya tersenyum mengarah pada Bambang.
Perbincangan antara Bambang, Misriadi, Slamet, dan Riau Pos berlangsung penuh senyuman. Dalam penjelasannya Misriadi mengemukakan, untuk penangkaran Ikan Baung memang santat perlu dilakukan mayarakat Riau. Bagi dia, ikan itu menjadi salah satu simbol keunggulan Riau.
Misriadi sendiri menmgaku memiliki kolam dengan luas 5 meter x 6 meter. Kolam itu berada di belakang rumahnya. Banyak keuntungan yang dinilai Misriadi dari ikan baung. Bukan hanya keuntungan materi saja, bila sudah mendekat ke kolam dan memberi makan bisa membuat fikiran menjadi tenang.
‘’Cobalah dek, buat sebuah kolam. Lalu kembangbiakan Ikan Baung atau Lele, pasti bisa menambah penghasilan,’’ cerita Misriadi kepada Riau Pos. Bagi para petani ikan yang ingin mendapatkan bibit ikan baung, Misridai mempersilakan untuk datang sekaligus membelinya di Desa Temiang. Yang pasti, kata dia, Ikan Baung menjadi berkah bagi petani ikan di Desa Temiang. Cukup dengan memanfaatkan lahan tidur, ikan ini bisa dikembangbiakan dengan baik.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian UIR, Rosyadi mengungkapkan, pengembangbiakan Ikan Baung ini memang sudah seharusnya dilakukan masyarakat Riau. Karena, jumlah populasinya yang mulai dirasakan berkurang oleh nelayan dipinggiran sungai.
Habitatnya juga sudah mulai berkurang. ‘’Kami berusaha melakukan pembelajaran cara mengembangbiakan Ikan Baung. Alhamdulillah sebanyak tujuh KK di Desa Temiang sudah mulai menuai hasil pekerjaan mereka,’’ ungkapnya.
Dari penuturan Rosyadi, Ikan Baung tetap memerlukan oksigen yang tinggi untuk kehidupannya.Ikan baung tumbuh dan berkembang di perairan tropis. Daya adaptasinya tergolong rendah, kurang tahan terhadap perubahan lingkungan, dan serangan penyakit
Pada fase benihyaitu dari ukuran 0,5 2 cm. Ikan baung dapat hidup pada ketinggian sampai 1.000 m di atas permukaan laut, kandungan oksigen minimal 4 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk Ikan baung tergolong ke dalam benthopelagic, dan hidup di perairan tawar dan payau dengan kisaran pH 7 - 8,2 dan suhu 22 – 250 derajat Celsius.
Perlu ketelitian dalam mengembangbiakan Ikan Baung. Bila salah melakukan perkembangbiakan bisa mengakibatkan pada kematian secara masal ikan ini. Ikan baung suka menggerombol di dasar perairan. Aapa yang dilakukan di Desa Temiang merupakan hal pertama menurut dia, di Provinsi Riau.
Biasanya Ikan Baung pengembangbiakan dilakukan di dalam keramba sepanjang aliran sungai. Padahal dan danau. Budidaya Ikan Baung ini sangat langka dilakukan.
Ia mengatakan, selama ini ada kabar menyebutkan jenis ikan Baung sangat sulit untuk dibudidayakan.
‘’Ternyata tak ada jenis ikan yang tidak bisa dibudidayakan asal masyarakat mau mencoba untuk mengembangkannya,’’ ujar Rosyadi.
Sementara itu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Riau, Irwan Efendi mendukung penuh budidaya Ikan Baung yang dilakukan, di Desa Temiang. Ia menilai, apa yang sudah dilakukan masyarakat tersebut sudah sepatutnya ditiru oleh petani ikan lainnya.
Mempergunakan lahan yang tidak dimanfaatkan lagi, dibuat kolam, dan melakukan budidaya ikan, menurut dia, itu sangat bagus. Dia berharap, tidak ada lagi eksploitasi terhadap Ikan Baung dan ekosistim air Sungai, Danau dan Rawa secara berlebihan
Menjaga lingkungan tetap hijau, sungai tetap jernih dan tidak membuang sampah ke dalamnya, memang sudah sepatutnya dilakukan secara bersama. ***