Makan Seekor Babi, Berpuasa Dua Hari
BBKSDA Riau for Riau Pos
HARIMAU :Raja Hutan yang tertangkap di Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir 4 Oktober 2011, sejak 5 Februari 2012 dibawa ke Taman Safari Indonesia untuk dirawat. .
HARIMAU :Raja Hutan yang tertangkap di Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir 4 Oktober 2011, sejak 5 Februari 2012 dibawa ke Taman Safari Indonesia untuk dirawat. .
Luas hutan menyempit. Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) jadi terjepit. Gara-gara konflik, si raja hutan ditangkap. Mereka tersingkir dari habitat. Termasuk harimau asal Gaung, Indragiri Hilir yang awal Februari lalu dibawa ke Taman Safari Indonesia (TSI). Di penangkarania biasa makan seekor babi dan berpuasa dua hari.
Laporan Mashuri Kurniawan, Minas mashurikurniawan@riaupos.co.id
Masih ingat dengan harimau hasil tangkapan Balai Besai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), di Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragirihilir 4 Oktober 2011 lalu? Sejak sebulan lalu, karena alasan sakit ia yang sebelumnya di rawat di Arboretum Sinar Mas Forestry, dibawa ke Taman Safari Indonesia.
Harimau dengan panjang 120 centimeter, berat 60 Kilogram dibawa tangal 5 Februari 2012 lalu dengan mempergunakan pesawat ke TSI. Berdasarkan informasi BBKSDA Riau, harimau tersebut sekarang sedang dirawat oleh tim dokter hewan, dari Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua. Bila sudah sembuh hewan itu akan dibawa kembali ke Riau dan dilepaskan ke habitatnya.
Dari penuturan Kepala BBKSDA Riau, Bambang Dahono Adji melalui Humas Muhammad Zanir SH, harimau ini sedang dalam perawatan. Kondisi kesehatannya sedikit terganggu, makanya untuk mngantisipasi kondisi tidak baik, hewan itu dibawa ke TSI untuk perawatan intensif.
‘’Bila harimau sudah sembuh langsung dibawa kembali ke Riau dan dilepaskan ke habitatnya. Sekarang sudah sehat harimau itu. Hanya saja masih dalam pengawasan tim dokter hewan dari TSI. Bila sudah dinyatakan boleh dibawa pulang ke Riau, kita segera bawa,’’ ujar Zanir kepada Riau Pos, Kamis (15/3) kemarin.
Menurutnya, sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi dengan memangsa liar yang ada dibawah pengendaliannya. Sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.
Harimau hidupnya di alam, maka biarkan mereka hidup. Harimau punya peranan dalam ekosistem, mereka mengkontrol dan mengendalikan populasi-populasi yang ada di rantai bawah. Secara ekologis mereka sangat penting peranannya.
Harimau terangnya lagi, memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang sangat tajam. Harimau Sumatera merupakan hewan soliter dan mereka berburu di malam hari, mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping.
Humas WWF Program Riau, Syamsidar mengatakan, saat melakukan penelusuran jejak Harimau dengan tim surveyor WWF Program Riau belum lama ini. Permasalahan konflik harimau terjadi karena daerah jelajah harimau sumatera telah berkurang, seiring tidak terkendalinya pemanfaatan hutan di Sumatera.
Data WWF Program Riau mengungkapkan hasil kamera trap, dari kecocokan belang yang didapatkan diperkirakan sebanyak 36 ekor harimau yang masih bertahan hidup, di Riau. Harimau Sumatera yang ada di empat tempat di Riau yaitu di antaranya Tesso Nilo, Kerumutan, Rimbang Baling dan di koridor yang menghubungkan kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling dengan Bukit Tiga Puluh.
Kawasan hutan lindung yang dikenal sebagai koridor biologi satwa antara Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) itu telah rusak dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit milik perseorangan. Daerah hutan lindung memiliki karakteristik pergunungan ini, hancur akibat dirambah dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Padahal, kawasan lindung yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan (Menhut) No 254/1984 dan Peraturan Daerah Riau No 10/1994 sebagai kawasan hutan lindung tersebut terkesan dibiarkan rusak dan terbengkalai.
Sementara itu data yang pernah dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan lewat hasil penilaian populasi dan keberlangsungan habitat atau PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) tahun 1992 memperkirakan harimau Sumatera di alam sekitar 400 ekor.
Masih data WWF Program Riau Harimau Sumatera dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan dua atau tiga ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak enam ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama delapan minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama lima atau enam bulan.
Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur dua pekan, dan belajar berburu pada umur enam bulan. Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur dua tahun anak harimau dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.
Sementara itu perkiraan terkini menurut data dari berbagai lembaga yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah angka minimal harimau Sumatera sekitar 300 ekor tetapi angka ini baru mengacu pada estimasi di delapan kawasan dari setidaknya 18 kawasan yang teridentifikasi keberadaan harimau di Pulau Sumatera (Departemen Kehutanan: Strategi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera 2007-2017).
Melihat Lokasi Observasi Harimau Sumatera
Pemandangan disekitar lokasi observasi Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) dikelilingi pepohonan hijau. Pohon Akasia, Meranti, Tembresi menjulang tinggi di areal arboretum milik perusahaan Sinar Mas Forestry ini. Lokasi inilah menjadi tempat penangkaran harimau liar di Riau. Dibalik jeruji besi berukuran 6 x 6 x 2,5 meter itu harimau liar di observasi.
Tidak boleh sembarangan orang boleh masuk dalam lokasi observasi ini. Tulisan ”dilarang mendekati kandang” penangkaran terlihat jelas dilokasi tersebut. Larangan ini dimaksudkan agar Harimau Sumatera yang masuk dalam kandang tidak terganggu dengan kebisingan suara manusia. Si Raja Hutan bisa stress bila bertemu dengan manusia.
Saat Riau Pos berkunjung ke lokasi observasi akhir pekan lalu kandang itu tidak ada penghuninya. Kandang dengan jarak jeruji besai 5 x 5 centimeter itu sejak tangal 5 Februari 2012 lalu memang sudah kosong. Sebelumnya di kandang itu pernah menjadi penangkaran harimau jantan berusia 2,5 tahun (sekarang berada di TSI Cisarua).
Humas BBKSDA Riau, Zainur menjelaskan, dalam kandang tersebut setiap harimau diberikan makan satu ekor babi hutan dalam keadaan hidup. Ini dilakukan untuk melatih hewan liar itu agar bisa mandiri, bila sudah dilepasliarkan ke habitatnya. Untuk habitat pelepasliarkan dipilih Suaka Margasawta Kerumutan, di Kabupaten Pelalawan.
‘’Provinsi Riau dikenal sebagai daerah konflik antara manusia dengan harimau Sumatera. Karenanya, dibangunlah tempat untuk rehabilitasi raja hutan tersebut, sebelum dilepaskan ke alam liar,’’ ungkapnya.
Lanjut cerita, setiap makan satu ekor babi hutan, lanjutnya, harimau bisa tidak makan dua hari. Sebanyak, dua orang petugas menjaga dan memberikan makan harimau tersebut. Untuk memberikan makan harimau, seeokor babi dilepaskan melalui kandang pelepasan yang dibatasi jeruji besi. Setiap makan mangsanya, harimau ini tidak ingin dilihat oleh penjaganya.
Dalam hal ini petugas berasal dari BBKSDA Riau, Sinar Mas dan Yayasan Perlindungan Harimau Sumatera (YPHS). ‘’Kita pergunakan CCTV di setiap sudut kandang harimau tersebut. Karena, harimau tidak akan mau makan, bila masih ada manusia disekitarnya,’’ terang Zanir.
Lanjut cerita, setiap makan satu ekor babi hutan, lanjutnya, harimau bisa tidak makan dua hari. Sebanyak, dua orang petugas menjaga dan memberikan makan harimau tersebut. Untuk memberikan makan harimau, seeokor babi dilepaskan melalui kandang pelepasan yang dibatasi jeruji besi. Setiap makan mangsanya, harimau ini tidak ingin dilihat oleh penjaganya.
Dalam hal ini petugas berasal dari BBKSDA Riau, Sinar Mas dan Yayasan Perlindungan Harimau Sumatera (YPHS). ‘’Kita pergunakan CCTV di setiap sudut kandang harimau tersebut. Karena, harimau tidak akan mau makan, bila masih ada manusia disekitarnya,’’ terang Zanir.
Kawasan Observasi Harimau Berdampingan dengan Tujuh Ekor Gajah.
Di lokasi observasi ini juga tujuh ekor gajah liar hidup dipenangkaran tersebut. Gajah ini dikawal tujuh pawangnya. Setiap satu gajah disuh oleh satu pawang. Gajah ini terlihat masih liar. Hanya dengan pawangnya saja, gajah itu patuh. Gajah liar itu diberi makan pelepah pisang dan dedaunan yang ada dilokasi arboretum.
Humas BBKDA Riau, Muhammad Zanir SH menjelaskan, tujuh ekor gajah ini nasibnya sama dengan harimau dipenangkaran. Karena, tidak ada lagi habitatnya kawanan gajah masuk kemukiman warga. Habitatnya kini berubah fungsi sebagai lahan perkebunan sawit. Kondisi ini membuat hewan yang dilindungi dunia tersebut harus berjuang keras agar tidak mati karena kelaparan.***
0 komentar:
Posting Komentar