Selamatkan Tanaman Langka
Terus berkurangnya luas kawasan hutan di Riau tak hanya berimbas pada
ketidakseimbangan alam. Banyak populasi makhluk hidup menghilang, termasuk
diantaranya pohon-pohon endemik yang keberadaannya semakin langka dan sulit
ditemui. Para pekerja ini berperan menyelalatkannya dari kepunahan.
Laporan BUDDY SYAFWAN, Pekanbaru
Pagi-pagi
sekali, Mawardi, serta beberapa rekannya sudah berada di pusat pembenihan yang
menjadi areal pembenihan tanaman dan nursery PT RAPP Estate Pelalawan. Sambil
memindah dan mengontrol kondisi tanaman, dia mengisahkan bagaimana sulitnya
mendapatkan bibit tanaman yang dipeliharanya dan memastikannya agar tetap hidup
dalam masa pengawasan.
Namun, hal tersebut baru sebagian
kecil dari persoalan nasib hidup tanaman yang ditangkar. Setelah siap ditanam
kembali ke habitat aslinya, di lahan gambut, tanaman ini juga kembali akan
berhadapan dengan fakta tak semua dari tanaman tersebut bisa bertahan hidup.
‘’Kadang, 50 persen saja masih bertahan hidup itu sudah lumayan. Begitulah
sulitnya,’’ ungkap Mawardi, menemani Riau Pos saat berkunjung awal pekan lalu
didampingi Binsar Sinaga dari Environment serta Muhammad Muttaqin Sazali dari
Occupational Health and Savety RAPP.
Sebuah helm
putih serta seragam lapangan berwarna
hijau plus sepatu boat sedikit menutupi keringat yang membasahi tubuhnya.
Namun, dia tetap bersemangat menjelaskan tentang keinginannya untuk bisa
mempertahankan populasi tanaman langka di lahan gambut. “Andai saja, dari 100
bibit tanaman yang ditangkarnya bisa hidup sebanyak 90 batang saja, itu sudah
menjadi kebanggaan. Namun, hal tersebut sepertinya sulit terwujud dikarenakan
proses alami yang harus dilalui oleh tanaman-tanaman tersebut”, ungkapnya.
‘’Dulu pernah
kita coba untuk tidak memindahkan bibit-bibit ini dari hutan ke pusat nursery
ini, namun tanaman dari berbagai jenis pohon langka itu tetap mati. Akhirnya
kita berinisiatif dengan lebih memperhatikan kondisi tanaman tersebut agar
tidak stres,’’ sebut dia.
Jenis tanaman
langka seperti meranti, pulai, trembesi, kulim, ramin, rambutan hutan, rengas,
ternyata termasuk jenis tanaman yang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Perubahan situasi cuaca, tutupan, guncangan, termasuk sistem pengairan tak
jarang menyebabkan tanaman ini sangat mudah mati.
Di habitat aslinya juga demikian. Karenanya, populasi tanaman ini juga
terancam keberadaannya bila tak ada upaya penyelamatan.
Nursery tanaman langka milik PT RAPP di Estate
Pelalawan ini didirikan tak sekedar untuk mengumpulkan populasi tanaman
tersebut. Lebih jauh juga dijadikan media untuk kembang biak tanaman yang
diharapkan nantinya akan bisa ditanami kembali di kawasan gambut sejenis yang
populasi tanaman aslinya sudah berkurang. Tak jarang juga, di areal seluas
sekitar 8 hektare tersebut digunakan oleh para pihak untuk penelitian,
pemeliharaan sebelum tanam. Karenanya, ada ratusan ribu bibit tanaman bisa
disaksikan bila berkunjung ke pusat pembibitan itu.
Seberapa sulit mendapatkan bibit-bibit tanaman
langka tersebut? Jawabnya gampang-gampang sulit. Untuk jenis-jenis tanaman
tertentu yang populasinya masih mudah didapatkan di alam terbuka, mungkin tidak
terlalu sulit mendapatkan bibitnya untuk ditangkar kembali. Namununtuk jenis
tertentu, seperti ramin yang berasal dari kawasan gambut asli Riau, Mawardi
mengaku cukup sulit untuk mendapatkannya.
Pihak perusahaan memang menyediakan areal khusus untuk konservasi jenis
tanaman langka yang diberi nama Kawasan Pelestarian Plasma Nuftah (KPPN) yang
jaraknya berkisar 40 kilometer dari pusat pembibitan yang dikelola oleh Mawardi
dan kawan-kawan. Dengan uasan yang berkisar 180 hektare, diakui dia, tidak
mudah juga untuk bisa mendapatkan bibit yang perlu ditangkar.
‘’Untuk Ramin, sudah enam bulan lebih, kami tak
pernah mendapatkan bibitnya. Selain populasinya terbatas, ternyata ramin juga
sulit untuk berkembang, walau berada di dalam kawasan hutan. Sampai sekarang,
kami baru menemukan populasi ramin terbesar di daerah Kepulauan Meranti. Cuma
memang tidak dikembangkan di Pelalawan, karena akan ada pusat pembenihan
tanaman langka di estate setempat,’’ jelas dia.
Satu hal yang juga menjadi persoalan, dijelaskan Mawardi adalah, bahwa
untuk tanaman langka, proses tumbuhnya kebanyakan tidak dilakukan melalui biji.
Kebanyakan merupakan dalam bentuk tunas-tunas tanaman yang proses
pengambilannya dilakukan berdasarkan perencanaan kerja. ‘’Bisa saja, minggu
ini, kita mencari bibit-bibit balam atau bintangur, namun, minggu berikutnya bisa
saja cempedak air, ketapang, medang dan berbagai jenis lainnya. Semua tergantung permintaan dan rencana
kerja saja,’’ sebut Mawardi.
Berjam-jam di Hutan
Menjalankan tugas sebagai penangkar tanaman langka
khas gambut sepintas terlihat biasa saja. Namun, menelusuri proses yang dilakukan Mawardi
dan kawan-kawan, jelas ini bukan pekerjaan mudah.
Proses pencarian bibit yang dilakukan bersama 15
orang personelnya, langsung di dalam hutan memerlukan waktu berjam-jam dalam
sehari. Seminggu bisa dua sampai tiga kali ke hutan. Hal tersebut juga yang
menyebabkan akhirnya mereka sangat hapal dengan kondisi kawasan hutan yang
dilalui.
‘’Kadang turun sendiri, tapi biasanya minimal dua orang supaya lebih
aman,’’ imbuh Mawardi. Kawasan hutan
yang mereka masuki tentu saja bukan kawasan hutan yang lazim dilalui oleh awam.
Walau tetap saja ada masyarakat umum yang masuk, namun, jumlahnya sangat
sedikit sekali. Hutan yang mereka sebut sebagai kawasan Selempayan ini, juga
memiliki risiko bila tak menguasai arealnya. ‘’Harimau masih ada, karena
kawasan tersebut adalah perlintasannya, beruang, babi hutan, rusa, macan dahan,
ular, juga masih sering melintas. Karenanya, biasanya kalau masuk hutan minimal
berdua. Apalagi bila sampai berjam-jam dan jumlah bibit yang dicari banyak,
pastinya itu bukan pekerjaan mudah,’’ timpal Binsar yang sempat menemani Riau
Pos menelusuri kawasan konservasi plasma nuftah tersebut.
Selepas mengambil bibit di hutan, selanjutnya
bibit yang diangkut sekaligus dengan tanah gambut aslinya dibawa ke nursery
untuk diperhatikan pertumbuhannya. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui
untuk memperhatikan apakah tanaman yang dipindahkan tersebut mampu bertahan
atau tidak. Di mulai dari routing area, tanaman dijaga kelembabannya, tutupan
termasuk juga penyiraman.
Tanaman ini tidak diberikan pupuk layaknya tanaman yang ditangkar
kebanyakan, karena, hal tersebut penting untuk tidak menyulitkan ketika
dikembalikan lagi ke alam. ‘’Kalau dipupuk, kita khawatir, ketika kembali ke
alam, tanaman tak bisa bertahan dan akhirnya mati. Dari proses ini, setidaknya
ada 30-40 persen tanaman yang mati,’’ jelas Muttaqin.
Selanjutnya, setelah beberapa pekan, bibit tanaman
yang bertahan hidup dipindahkan ke open area. Setelah melalui tahapan ini,
biasanya, kondisi kelabilan tanaman mulai berkurang dan mulai bisa beradaptasi.
‘’Kalaupun ada yang mati, biasanya tak lebih dari 10 persen,’’imbuh Muttaqin.
Komitmen Pelestarian
Setidaknya ada 39 jenis tanaman langka khas hutan
gambut Riau yang saat ini menjadi bagian dari tugas Mawardi dan kawan-kawan.
Seperti arang-arang, balam, bintangur, cempedak air, durian, durian hutan,
jangkang, kedondong, kelat, ketapang, knema, malutua, mangga-mangga, mangis,
matoa, medang basah, medang bulu, medang telur, meranti, pasir-pasir, plajau,
perupuk, pisang, pulai, rambutan, secang, tanjung, trembesi, tenggayun,
mongeris, nasi, kantong semar, palam, jambu batu, belinjo dan beberapa lainnya.
Meski begitu, bukan berarti perusahaan yang
bergerak di industri kehutanan ini bisa begitu saja menebang seluruh jenis
tanaman. ‘’Kita tetap memilih tanaman, tidak semuanya ditebang, karena ada
ketentuan dan rencana kerja. Untuk jenis-jenis kayu yang dilindungi, tidak kita
tebang, seperti jenis pohon sialang, seperti bintangur, beringin, meranti,
ramin, itu dijaga. Bahkan, rencananya akan dibuatkan bank data untuk
memastikan keanekaragaman,’’papar Muttaqin.
Komitmen
tersebut, dijelaskan dia adalah bagian dari komitmen untuk mempertahankan
keberadaan plasma nuftah yang menjadi bagian dari mata rantai kehidupan di kawasan
hutan gambut di Riau.***