Bumi masih memiliki secercah harapan dengan adanya kelompok-kelompok kecil yang masih peduli dengan lingkungan. Hal ini tercermin dalam acara Tour Lingkungan dan Aksi Penanaman Pohon yang di selenggarakan kader lingkungan Forum Komunitas Kalpataru (Fokkal) Riau dan Yayasan Pelopor Sehati Kampar. Selain itu, dalam event yang sama juga dilaksanakan kegiatan penanaman 36.000 pohon, 100.000 rumpun rotan dan pembibitan 80.000 pohon meranti pada lahan seluas 150 hektar.
Keberhasilan Yayasan Pelopor Sehati dalam meraih penghargaan Kalpataru tak luput dari binaan H Isamil Husin, penerima penghargaan Kalpataru pada tahun 1992 silam. Kegiatan yang dilaksanakan Kamis (12/1) itu diawali dengan kunjungan ke kediaman Ismail. Dalam kunjungan itu Ismail memperkenalkan Taman Kembang Sungkai yang ia dirikan sejak tahun 1972.
“Taman Kembang Sungkai ini dulu juga pernah dijadikan sebagai taman pancing, namun karena sering digunakan untuk hal yang berbau negatif, fungsi Taman Kembang Sungkai sebagai taman pancing akhirnya ditutup”, jelasnya. Selain gemar menanam, Ismail juga memiliki hobi memelihara ikan, seperti ikan koi dan arwana.
Setelah puas mengitari Taman Kembang Sungkai serta mencicipi buah matoa yang banyak tumbuh di pekarangan Ismail, kegiatan pun dilanjutkan dengan kunjungan ke Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kuok. BPHPS merupakan balai pengembangan teknologi riset terhadap jenis-jenis kayu yang memiliki kualitas unggul untuk dijadikan sebagai bahan pembuat kertas, serat kain, furnitur dan lainnya.
Tujuan kunjungan ke BPHPS ini adalah agar peserta Kader Lingkungan Kabupaten Kampar mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang berbagai teknologi rekayasa yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tanaman budidaya seperti meranti, gaharu, geranggong, trembesi dan lain-lain.
“Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan ternyata serat kayu geranggong memiliki serat pendek yang sangat kuat bahkan kemungkinan lebih keras dibandingkan dengan besi sekalipun”, tutur Gadang Kepala Manajemen BPHPS.
Peserta tour pun sempat diajak berkeliling melihat-lihat hasil penyemaian bibit meranti sebelum akhirnya menuju lokasi konservasi meranti. Puncak acara, dipusatkan di area Candi Muara Takus. Peserta diajak menanam bambu telur oleh Ismail di sekitar taman. Penanaman di sekitar tempat wisata Candi Muara Takus tersebut karena mirisnya keadaan situs sejarah itu yang terlihat gersang.
Di sini peserta juga diajak berdiskusi dan bertukar pendapat tentang masalah lingkungan yang terjadi di sekitar Kampar dengan beberapa narasumber. Seperti Danramil 13 Koto Kampar R Sipayung, Direktur Eksekutif Save the Earth Foundation (SEFo) Andi Noviriyanti, akademisi lingkungan yang diwakilkan oleh Edison, Pemuda Desa Kampar, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kampar, dan Kepala Desa Muara Takus.(diah-gsj)
1 komentar:
sekarang terlalu banyak manusia yang serakah melihat tetesan minyak yang keluar dari sebuah biji,tanpa meliat kerusakan dan akibat yang akan timbul dikemudian hari mereka dengan gagahnya merambat hutan..
Posting Komentar