CANAL BLOCKING: Pembuatan Canal Blocking yang digagas Yayasan Mitra Insani bersama masyarakat.
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 49 Tahun 2008 tentang hutan desa memberi peluang bagi masyarakat desa di sekitar hutan. Mereka kini memiliki legalitas untuk dapat mengelola hutan, sama halnya dengan perusahaan. Di daerah Semenanjung Kampar, hal itu tengah diwujudkan oleh Yayasan Mitra Insani (YMI). Sekitar 4.000 hektare hutan desa dalam proses pengukuhan dan masih berpotensi berkembang hingga 26.000 hektare.
“Saat ini ada enam desa yang sedang dipersiapkan untuk memiliki hutan desa di Semenanjung Kampar,” ujar Zainuri Hasyim, Direktur YMI kepada For Us Riau Pos (4/1). Dua hutan desa di Desa Segamai dan Serapung telah berada di meja menteri, sementara dua hutan desa lainnya akan ke Bupati, yaitu Desa Teluk Meranti dan Pulau Muda. Dua desa lagi, tambahnya, akan dipersiapkan untuk juga memiliki hutan desa yaitu Desa Teluk Lanus dan Penyengat.
Selama ini, tutur Zen, begitu panggilan akrabnya, penguasaan hutan di Indonesia sebagian besar dimiliki oleh perusahaan. Kemudian keluarlah Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) nomor 49 tahun 2008 tentang hutan desa. Itu menjadi peluang bagi masyarakat desa untuk memiliki hutan secara legal berdasarkan undang-undang.
Meskipun pada prinsipnya keberadaan hutan desa tidak mengubah sistem pengelolaan hutan di Indonesia. “Namun itu menjadi solusi praktis yang ada saat ini, agar masyarakat juga turut memiliki dan mengelola hutan secara komunal,” terang Alumni Mapala Phylomina Faperika UNRI tahun 1998 itu.
YMI sendiri, katanya, akan turut terus mendampingi masyarakat desa dalam pengelolaan hutan tersebut. Mengingat program hutan desa ini masih terbilang skema baru.
Kiprah YMI dalam memperjuangkan upaya konservasi dan penyelamatan lingkungan, sebenarnya tidak hanya hutan desa. Sebelumnya, lembaga yang berdiri tahun 1998 ini juga menggagas kegiatan kembali ke ladang, bioright dan canal blocking.
Program kembali ke ladang dirancang untuk menjawab kegamangan masyarakat menghadapi masa depan yang tidak jelas. “Dulu perekonomian masyarakat sangat tergantung pada hasil hutan, bahkan kegiatan illegal logging menjadi salah satu sumber pendapatan mereka. Sementara ladang-ladang ditinggalkan begitu saja,” cerita pria 37 tahun ini.
Nah, tambahnya, YMI berinisiatif untuk menggalang gerakan kembali ke ladang, kami mengajak masyarakat kembali menanam ladang mereka dengan jagung, padi dan karet termasuk perikanan.
Sementara, bioright adalah sistem peminjaman dana tanpa bunga dan tanpa agunan yang diberikan kepada masyarakat di desa-desa yang di support oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai organisasi lingkungan internasional mitra YMI. Selanjutnya untuk program canal blocking sendiri difokuskan kepada para nelayan di kawasan Sungai Serkap.
“Para nelayan di sepanjang Sungai Serkap menghasilkan satu ton ikan segar dan satu ton ikan salai perbulannya,” jelas Koordinator Telapak Badan Teritorial (BT) Riau itu. Namun para nelayan sering dihadapkan pada masalah sampah dan rembesan air asam yang keluar dari kanal. Sampah menutupi alat tangkap ikan, sementara air asam mengurangi ikan hasil tangkapan mereka.
Berdasarkan hasil musyawarah dengan masyarakat, maka YMI bersama dengan para nelayan membuat canal blocking atau dam. Itu berfungsi untuk menghalangi sampah dan rembesan air asam masuk ke lokasi pengilar nelayan.
“Pengerjaannya sebagian besar dilaksanakan oleh masyarakat dan bahan-bahannya pun berasal dari sekitar kanal,” cerita pria yang juga didaulat sebagai focal point di Jaringan Pemantau Independent Kehutanan (JPIK) tersebut. Sejauh ini sudah lebih dari 30 dam yang kita buat bersama masyarakat, tambahnya.
YMI didedikasikan untuk tercapainya pengelolaan lingkungan yang adil, baik secara ekologi, sosial, budaya dan ekonomi di wilayah pedesaan dan sekitar hutan. Hal itu memastikan kegiatan YMI kerap di desa-desa yang kadang tidak tercapai jangkauan media. Sehingga pada tahun 2010 YMI menggagas Gurindam 12, media online yang sekaligus juga mendokumentasikan kegiatan-kegiatan YMI.
Anda tentu sudah mengenal Wisata Bono yang terkenal dengan tujuh gelombang hantunya. Nama River Defender tak terpisahkan dari populernya Bono saat ini. Tahun 2010 YMI menjadi salah satu inisiator komunitas relawan itu.
”Kita membutuhkan komunitas yang bersifat volunteer,” ungkap bapak dari Dida dan Al ini. Sehingga kemudian, jadilah River Defender sebagai komunitas penjaga sungai yang bersifat sukarelawan.
Melalui ekspedisi Sungai Kamparlah River Defender memperkenalkan Gelombang Bono di situs mereka. Hal itu menarik perhatian para surfer internasional, seperti ripcurl. Dan, jadilah Bono sebagai satu dari kawasan wisata wajib kunjung di Riau. River Defender juga menggagas ritual penanaman pohon di bantaran sungai di Pekanbaru setiap dua pekan.
Selain hutan desa, YMI yang juga anggota Jikalahari itu memiliki beberapa program lingkungan baru yang dicanangkan 2012 ini. Program-program itu antara lain pencegahan kebakaran hutan dan lahan, konservasi mangrove dan kawasan pesisir, energi terbarukan dari biogas dan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS).(tya-gsj)
0 komentar:
Posting Komentar