Blogger Tricks


0

Laskar Kereta Angin, Si Penghadang Perubahan Iklim

Riau Pos - For Us Senin, 16 Januari 2012



Sepeda atau kereta angin merupakan alat transportasi sederhana. Memiliki roda dua dan pengayuh. Setiap orang bisa memilikinya. Yang paling menguntungkan dengan memiliki sepeda, bisa bebas kemacetan dan mencegah terjadinya pencemaran udara.

Laporan : Mashuri Kurniawan : Pekanbaru
mashurikurniawan@riaupos.co.od

Pekanbaru memiliki banyak komunitas sepeda yang terdiri dari berbagai jenis sepeda hingga aksi-aksi mereka yang beraneka ragam. Tim Riau Pos For Us berusaha menyusuri keberadaan para komunitas sepeda tersebut.
Uniknya lagi, komunitas-komunitas sepeda yang kami temui merangkum segala lapisan masyarakat. Mulai dari profesor hingga hanya tamatan SD, mulai dari Kepala dinas hingga tukang siomay. Mereka bergabung dalam komunitas sepeda yang mereka sukai. Tidak ada syarat masuk khusus, tidak ada iuran, yang ada hanya kesamaan hobi dan visi.  
Kami berkesempatan mengunjungi Fajar Daulay, Ketua Umum Laskar Sepeda Tua Pekanbaru (9/1) di kediamannya. Komunitas ini telah berdiri sejak 18 April 2008 lalu.
“Visi dan hobi yang sama telah mempertemukan kami para pencinta ontel atau sepeda tua,” ungkapnya memulai cerita. Ternyata ini bukan hanya tentang sepeda, ontel ataupun tentang segala pernak-perniknya. Ini lebih kepada keinginan untuk merubah gaya hidup masyarakat. Keinginan agar kita, masyarakat, lebih ramah lingkungan, lebih care terhadap kondisi udara bersih yang telah jarang di temui. Itulah yang hendak mereka sampaikan melalui kendaraan dayung tersebut.
Kecintaannya pada sepeda tua atau ontel telah membawa fajar hingga ke pabrik sepeda ontel di Belanda. Itu barawal dari kegiatan penelusuran sejarah sepeda yang di taja oleh Dinas Perindustrian. Maka pria 37 tahun ini terpilih untuk mewakili Komunitas Sepeda Tua Kepengurusan Riau. Ia dengan 20 orang anggota komunitas sepeda tua Indonesia lainnya berkesempatan untuk melihat langsung pabrik pembuatan sepeda ontel ke Negeri Kincir Angin tersebut, tahun 2010 lalu.
Perjalanannya ke Belanda menjadi pengalaman sendiri bagi Fajar. “Ternyata di Belanda sepeda ontel masih di produksi,” tutur alumni Fakultas Hukum UIR tersebut.
Kecintaan Fajar terhadap sepeda tua, sudah seperti mendarah daging dalam keluarganya. “Atuk (kakek) saya dulu memiliki sepeda ontel yang masih dalam kondisi sehat (sepedanya, red) hingga sekarang. Bahkan masih bisa didayung dengan baik,” ceritanya bangga.
Meski sempat menggantung sepeda (tidak memakai dan membiarkan saja) ontel yang dimilikinya selama kurang lebih sebelas tahun. Kemudian setelah tidak menjalankan aktivitasnya sebagai advokad lagi Fajar mulai menurunkan (memakai kembali) sepeda ontel yang telah menjadi warisannya itu.
  “Dulu kesibukan membuat saya harus melupakan sepeda tua itu, namun sekarang jika cuaca mendukung (tidak panas atau hujan, red) jangan coba-coba melihat saya memakai mobil atau motor,” ungkapnya. 30 persen dari 100 persen kegiatan saya telah memakai sepeda, tambah bapak dua anak ini. Ke kantor gubernur, walikota atau urusan-urusan memantau warga, karena kebetulan saya sebagai ketua RT di sini, semuanya memakai sepeda.
Hingga kemudian bersama tujuh orang pencinta ontel lainnya, Fajar membentuk Laskar  Sepeda Tua Pekanbaru.
“Saat ini Laskar Sepeda Tua Pekanbaru telah beranggotakan 200 orang,” rincinya. Namun bagi yang ingin bergabung dalam komunitas sepeda ontel ini, Anda harus memenuhi satu syarat.
“Anda harus memiliki sepeda tua, terserah jenis apa saja, yang penting tua, hanya itu syaratnya” ungkap pria yang suka barang-barang klasik tersebut.
Sepeda tua menurut pria yang berprofesi sehari-hari sebagai wiraswasta ini adalah sepeda keluaran tahun 70an ke bawah. “Bahkan sampai sekarang saya masih memiliki sepeda ontel bertahun 1930an,” ungkapnya.
Benang merah yang menghubungkan para penggila sepeda tua ini bukanlah merk atau jenis sepeda yang mereka punya. “Tapi keinginan untuk melestarikan sepeda tua dan menyepedakan masyarakat membuat kami bertemu di komunitas sepeda tua ini,” seru suami dari Demi Ria Anggraini itu.
Hal yang paling membahagiakan bagi Ketua Umum Komunitas Sepeda Tua Indonesia Pengurus Riau itu adalah ketika mengendarai sepeda hingga ke luar kota. “Kami kerap melaksanakan road to Perawang, Siak dan Bankinang, bersama-sama mengendarai sepeda ontel membuat kami bangga,” kenangnya
Ia juga menceritakan tentang seorang anggota komunitas ontel yang melakukan perjalanan ke Payakumbuh dengan memakai sepeda. “Butuh waktu dua hari untuk melakukan perjalanan Pekanbaru-Payakumbuh,” tuturnya. Namun dengan semangat ia mampu melewati perjalanan tersebut, tambahnya.
Sepeda ontel merupakan satu dari jenis sepeda tua yang di pakai di Indonesia. Namun di Belanda sepeda ontel masih terus di produksi hingga saat ini. Sekarang sepeda sejenis ontel telah di produksi hingga seri ke 39 dengan harga 34 juta per unit.
 Keadaan bumi yang seperti sekarang ini, global warming yang mengancam eksistensi manusia di bumi menjadikan kegiatan bersepeda lebih dari sekedar hobi atau olahraga. “Melalui aktivitas bersepeda kita bisa mengkampanyekan perbaikan lingkungan,” ungkap Fajar.
Laskar Sepeda Tua, secara konsisten telah mengadakan kampanye stop global warming se-Sumatera sejak awal berdirinya. Kegiatan yang diikuti oleh peminat sepeda ontel dari Medan, Padang dan Riau tersebut merupakan kegaitan kampanye pertama yang dilakukan oleh komunitas sepeda terkait dengan global warming.
Meski ini anggota Laskar Sepeda Tua Pekanbaru berjumlah  200 orang. Namun komunitas ini masih didominasi oleh kaum lelaki, sementara  wanita hanya beberapa orang. Selain kampanye tentang pemanasan global. Kegiatan penanaman juga menjadi agenda rutin mereka. “Telah lebih dari 3000 batang pohon yang kami tanam di berbagai kawasan di sekitar Pekanbaru,” beber pemiliki tiga sepeda tua itu.
Mengajak masyarakat peduli lingkungan dengan mempraktekkan secara langsung merupakan taktik cerdas yang diterapkan komunitas ini dalam mengkampanyekan penanaman pohon.
“Kami tidak hanya menanam namun juga merawat pohon,” ungkap alumni Fakultas Hukum UIR itu. Mereka memiliki strategi sendiri untuk merawat pohon. “Kami memagari pohon yang telah ditanam,” ungkapnya tersenyum, tapi, bukan hanya itu yang mereka lakukan. Strateginya adalah menanam pohon di dekat rumah warga masyarakat.
Setelah menanam pohon di dekat rumah warga, kami menitipkan pohon tersebut kepada mereka yang rumahnya dekat dengan pohon tersebut. “Tolong dirawat ya bu” begitu tutur kami kepada masyarakat yang tinggal di sekitar pohon yang kami tanam. Di sini, kita telah melakukan dua hal, menanam dan merawat pohon. “Jangan bisanya menanam tapi gak bisa merawat,” tegas ayah dari Arimbi ini.
Cerita unik tentang lascar sepeda tua ini, jika mereka telah  berkeliling sambil membawa bibit tanaman dan cangkul di boncengan sepeda mereka maka, “masyarakat udah tahu aja, ini pasti mau nanam,” cerita Fajar sambil tertawa.
Cara merawat pohon yang mereka lakukan lainnya adalah dengan mencabut paku-paku yang ditanjapkan di pohon-pohon. “Orang mau jadi walikota kok pohon yang dipaku,” runtuk lelaki berpostur tinggi ini. Nah, sambilan kegiatan menanam kadang kami juga mengadakan kegiatan mencabut paku-paku tersebut.
For Us Riau Pos juga mendapat cerita tentang komunitas sepeda berikutnya. Mereka menyebut diri dengan Rainbow BMX.  Kamunitas yang menyukai warna-warni pelangi ini merupakan komunitas free style dengan memakai sepeda. Dibentuk sejak Sembilan tahun yang lalu Rainbow telah memenangkan banyak kompetisi sepeda. Melalui sepeda, para anggota Rainbow BMX menunjukkan eksistensi mereka di kalangan anak muda. So, menjaga lingkungan tidak mesti harus menjadikan kita menjauh dari hobi.
Misalnya saja komunitas sepeda yang bermarkas di Jalan Sepat Empat nomor 101 ini. Mereka tetap gaul dan eksis dengan sepeda. Jika bisa menjaga lingkungan melalui hobi dan tetap gaul (bagi generasi muda) kenapa harus malu melakukannya, betul?
Nah, adalagi komunitas sepeda yang tidak kalah seru. Mereka adalah Challenger Mountain Bike Club (CMBC). CMBC terbentuk pada tahun 2003 dan sama seperti komunitas sepede ontel, CMBC juga terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai profesi.
Hingga saat ini, komunitas ini masih saja eksis, selain selalu berkumpul di car free day setiap minggu, CMBC juga sering mengadakan track ke gunung di luar Riau.
“Kegiatan CMBC sampai saat ini masih saja padat, selain naik gunung, CMBC juga sering gowes sampai daerah pinggiran Pekanbaru,” ungkap Debby anggota CMBC.
CMBC agak sedikit berbeda dengan komunitas sepeda lainnya, di komunitas ini mengendarai sepeda tidak hanya untuk olahraga, tapi juga untuk memacu adrenalin dan berpetualang melalui jalanan yang ekstrim.
Menaklukkan gunung dan tantangan off road menjadi bagian dari kegiatan mereka. “Alam yang penuh tantangan adalah alam yang asri dan masih terjaga habitatnya,” ujar cewek berjilbab tersebut. So, tambahnya, CMBC di setiap kegiatannya sangat menjaga agar suasana di tempat kita menjajal kemampuan naik turun lintasan tetap baik dan terjaga. Sebab dengan kondisi yang seperti itu, tantangan yang di rasakan akan lebih ekstrim.
Cerita berbeda juga datang dari komunitas sepeda fixie. Komunitas Rumbai Raiders Fixie (RRF) Club Riau merupakan satu dari komunitas sepeda yang berhasil memecahkan rekor mengalahkan jarak sepanjang 220 Kilometer dari Bukit Tinggi menuju Pekanbaru, awal Januari 2012 lalu.
“Menikmati alam bebas adalah sebuah konsep ramah lingkungan sebagai tekad yang kami usung,” ujar Al Kausar Ketua Tim perjalanan RRF Club Bukittinggi-Pekanbaru.
Fixier Pekanbaru ini juga memiliki kode etik dalam menjalankan hobi mereka bersepeda. “Keberanian, kecakapan, niat, berpegang teguh dan berpartisipasi melestarian lingkungan hidup, merupakan konsep yang selalu kami ketengahkan dalam khalayak,” paparnya.
Al Kausar juga bercerita bahwa dalam petualangan mereka mengendarai sepeda tanpa rem tersebut ke Bukittinggi-Pekanbaru mereka juga punya kode etik petualangan. pertama, take nothing but picture (jangan mengambil apapun kecuali gambar). Kedua, leave nothing but foot print (jangan meninggalkan apapun kecuali tapak kaki atau jejak), dan ketiga, kill nothing but time (jangan membunuh apapun kecuali waktu).
Beragam cara mereka menghargai kelestarian alam. Leave nothing but foot print yang menjadi kode etik mereka dipraktekkan dengan membawa sampah pulang. Saat bertualang semua bekas kegiatan terutama sampah yang dihasilkan tidak boleh tertinggal.
“Sampah-sampah itu harus dibawa pulang kembali. Karena benda-benda tersebut, terutama plastik akan memberikan dampak buruk bagi kelestarian lingkungan. Termasuk jangan meninggalkan coretan di pohon maupun bebatuan,” papar pria yang dipanggil Ochar tersebut.
Sekarang giliran Anda untuk menentukan dengan cara bagaimana Anda memilih menghadang perubahan iklim.(tim gsj)

0 komentar:

Posting Komentar